Lonjakan Biaya Promosi dan Kredit Macet Bikin Laba Bank Maspion Turun 42% di Kuartal III 2025

- 4 November 2025 - 09:22

Kinerja keuangan Bank Maspion (BMAS) pada kuartal III/2025 mencerminkan tekanan yang kini dirasakan banyak bank menengah di Indonesia. Di tengah pertumbuhan industri yang ditopang digitalisasi dan efisiensi, laba bersih BMAS justru anjlok 42,46% menjadi Rp31,91 miliar. Meski pendapatan bunga naik, lonjakan biaya promosi, beban tenaga kerja, dan kenaikan kredit bermasalah (NPL) menekan profitabilitas. Fenomena ini menjadi cermin ketimpangan dalam sektor perbankan nasional — di mana bank-bank besar menikmati skala ekonomi, sementara bank menengah berjuang menjaga efisiensi dan relevansi di era digital banking.


Fokus Utama:

■ Laba Bank Maspion merosot tajam — anjlok 42,46% YoY akibat beban operasional dan promosi yang melonjak.
■ Kredit macet meningkat signifikan, dengan NPL gross naik ke 3,79% dan NPL net menembus 2,98%.
■ Fenomena struktural — tekanan efisiensi dan digitalisasi memukul bank menengah yang belum sepenuhnya mengadopsi model bisnis berbasis teknologi.


Laba Bank Maspion (BMAS) anjlok 42,46% di kuartal III/2025 akibat lonjakan biaya promosi dan kenaikan kredit macet. Fenomena ini mencerminkan tekanan berat yang dihadapi bank menengah Indonesia di era digital banking dan efisiensi biaya.


PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) tengah menghadapi ujian berat di tengah kompetisi industri perbankan yang kian ketat. Laporan keuangan kuartal III/2025 menunjukkan laba bersih bank menengah asal Surabaya ini anjlok 42,46% secara tahunan (YoY) menjadi Rp31,91 miliar, dari Rp55,47 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Kinerja ini kontras dengan beberapa bank besar yang justru mencatat pertumbuhan dua digit berkat ekspansi digital dan efisiensi operasional. Meski pendapatan bunga naik 2,57% YoY menjadi Rp1,24 triliun, lonjakan beban bunga dan operasional membuat profitabilitas Bank Maspion terkikis.

Pendapatan bunga bersih (net interest income) tercatat turun 2,98% menjadi Rp532,95 miliar, sedangkan beban operasional melonjak 4,10% menjadi Rp500,24 miliar. Lonjakan paling mencolok datang dari beban promosi yang naik lebih dari dua kali lipat — 108,17% menjadi Rp23,81 miliar. Kenaikan signifikan ini mencerminkan upaya agresif bank memperkuat brand dan akuisisi nasabah di tengah kompetisi digital banking yang semakin tajam.

Namun, strategi tersebut belum mampu menahan tekanan di sisi kredit. Total penyaluran kredit Bank Maspion turun 9,10% menjadi Rp14,59 triliun, sedangkan dana pihak ketiga (DPK) hanya tumbuh tipis 0,52% menjadi Rp13,17 triliun. Penurunan ini memperlihatkan tantangan dalam menjaga keseimbangan antara ekspansi kredit dan likuiditas.

Lebih mengkhawatirkan, rasio kredit bermasalah (NPL) naik tajam: NPL gross meningkat dari 2,80% menjadi 3,79%, dan NPL net dari 1,45% menjadi 2,98%. Kondisi ini menekan kepercayaan investor, terutama karena sektor perbankan menengah memang rentan terhadap fluktuasi risiko kredit di tengah perlambatan ekonomi global.

Di sisi lain, indikator permodalan Bank Maspion masih relatif kuat. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) naik menjadi 46,44% dari 42,36% tahun lalu. Net interest margin (NIM) juga membaik ke 3,81%, menandakan masih ada ruang profitabilitas dari aset produktif. Namun, rasio efisiensi operasional masih menjadi pekerjaan rumah: biaya operasional terhadap pendapatan (BOPO) hanya sedikit membaik dari 97,30% menjadi 94,07%.

Analis menilai tekanan yang dialami Bank Maspion tidak berdiri sendiri. “Bank-bank menengah menghadapi dilema: mereka harus berinvestasi di teknologi untuk bersaing dengan bank digital dan fintech, tapi di saat bersamaan, basis pendapatannya belum cukup besar untuk menutup biaya transformasi,” kata seorang analis perbankan senior di Jakarta.

Di tingkat industri, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per September 2025 menunjukkan NPL gross perbankan nasional stabil di sekitar 2,45%, sementara pertumbuhan kredit masih moderat di kisaran 10%. Namun, bank-bank kecil dan menengah menunjukkan deviasi lebih tinggi dari rata-rata, menandakan ketimpangan kemampuan manajemen risiko dan efisiensi.

Dengan tekanan yang terus meningkat, Bank Maspion perlu menata ulang strategi — memperkuat digitalisasi sekaligus mengendalikan biaya promosi dan operasional. Transformasi yang setengah hati hanya akan membuat bank menengah tertinggal, terutama di saat nasabah makin cepat berpindah ke layanan yang lebih mudah dan berbasis teknologi.

Digionary:

● BOPO – Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional; mengukur efisiensi bank.
● DPK (Dana Pihak Ketiga) – Dana yang dihimpun bank dari masyarakat berupa tabungan, giro, dan deposito.
● KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) – Rasio kecukupan modal yang wajib dipenuhi bank sesuai ketentuan OJK.
● NIM (Net Interest Margin) – Selisih antara pendapatan bunga dengan beban bunga dibandingkan total aset produktif; indikator profitabilitas bank.
● NII (Net Interest Income) – Pendapatan bunga bersih setelah dikurangi beban bunga.
● NPL (Non-Performing Loan) – Kredit bermasalah atau macet yang tidak dibayar sesuai jadwal.
● YoY (Year-on-Year) – Perbandingan data antara periode yang sama pada tahun berbeda, misalnya kuartal III 2025 dibanding kuartal III 2024.

#BankMaspion #BMAS #PerbankanIndonesia #BankMenengah #DigitalBanking #EfisiensiBank #KreditMacet #NPL #NIM #KPMM #FinansialIndonesia #EkonomiDigital #LaporanKeuangan #BisnisPerbankan #TransformasiDigital #BankSwasta #Perbankan2025 #IndustriKeuangan #NasabahDigital #BankingTrends2025

Comments are closed.