OJK Dorong Pemerintah Perpanjang Penghapusan Utang UMKM, Krisis Kredit Belum Usai

- 31 Oktober 2025 - 13:47

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendesak pemerintah memperpanjang program penghapusan kredit macet UMKM sebagai langkah darurat menahan laju krisis pembiayaan sektor produktif. Di tengah perlambatan ekonomi lapisan bawah, program ini dinilai vital untuk memulihkan kepercayaan perbankan dan menjaga likuiditas pelaku usaha kecil. Namun, implementasinya terhambat oleh tumpukan utang, lambatnya restrukturisasi, serta keterbatasan fiskal negara.


Fokus Utama:

● Program penghapusan utang UMKM dipertimbangkan untuk diperpanjang guna mempercepat pemulihan ekonomi sektor mikro dan kecil.
● Hambatan utama terletak pada restrukturisasi dan lemahnya permintaan kredit baru, terutama dari lapisan masyarakat bawah.
● Revisi regulasi BUMN membuka peluang penghapusan utang tanpa restrukturisasi, memberi napas baru bagi 1 juta debitur yang terlilit kredit macet.


OJK meminta pemerintah memperpanjang program penghapusan utang UMKM karena pertumbuhan kredit melambat dan kredit macet masih tinggi. Revisi UU BUMN membuka peluang penghapusan tanpa restrukturisasi, memberi harapan baru bagi jutaan pelaku usaha kecil.


Krisis pembiayaan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) belum sepenuhnya pulih. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali meminta pemerintah memperpanjang kebijakan penghapusan kredit macet UMKM yang diatur dalam PP Nomor 47 Tahun 2024, agar bank dapat segera menyehatkan portofolio kredit mereka.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menegaskan, perpanjangan program itu sangat penting untuk mempercepat pemulihan ekonomi lapisan bawah yang masih rentan. “Kami sudah sampaikan pada pemerintah untuk hal itu bisa dilihat peninjauannya, untuk bisa diperpanjang dan juga dilakukan penyesuaian-penyesuaian,” kata Mahendra di Jakarta, Kamis (30/10).

Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan, dari 1 juta debitur UMKM yang memiliki kredit bermasalah, baru 67.668 debitur dengan total utang Rp 2,7 triliun yang direstrukturisasi. Artinya, lebih dari 90% pelaku UMKM masih terjebak dalam kredit macet.

Menurut Mahendra, tanpa langkah cepat, kredit macet tersebut bisa menjadi beban jangka panjang bagi sistem keuangan nasional. “Semakin cepat kebijakan itu diterapkan, dampaknya ke UMKM akan lebih efektif,” ujarnya.

OJK mencatat, pertumbuhan kredit UMKM per Juli 2025 hanya naik 1,82% (year-on-year) — laju terendah dalam tiga tahun terakhir. Perlambatan ini disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat, terutama di sektor perdagangan kecil dan jasa rumah tangga.

Mahendra menyoroti masih tingginya sisa kredit bermasalah di bank-bank BUMN (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). “Ada elemen yang masih tersisa terkait dengan kondisi kinerja pembiayaan di berbagai bank. Ini perlu dipulihkan melalui hapus buku dan hapus tagih,” jelasnya.

Kebijakan hapus buku (menghapus nilai kredit macet dari laporan keuangan) dan hapus tagih (menghentikan penagihan utang) diyakini dapat memulihkan ruang perbankan untuk menyalurkan pembiayaan baru ke UMKM produktif. Namun, mekanisme implementasinya belum tuntas disepakati antar lembaga.

Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengungkapkan bahwa proses penghapusan tagihan masih terkendala biaya restrukturisasi yang lebih besar dari nilai utang itu sendiri. “Target kita kemarin 1 jutaan debitur mau dihapus tagihkan, tapi sulit karena restrukturisasi mahal,” ujarnya.

Sebagai solusi, revisi UU BUMN terbaru memberi dasar hukum bagi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) dan Danantara untuk menghapus utang mikro tanpa harus restrukturisasi. “Aturannya sekarang memungkinkan kita menghapus tagihan tanpa harus restrukturisasi bagi usaha mikro,” kata Maman.

Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban pelaku UMKM di sektor pertanian, perikanan, dan perdagangan kecil, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi lokal.

Menurut Bank Dunia (World Bank), kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia mencapai 61%, namun 70% di antaranya masih menghadapi kesulitan akses pembiayaan formal. Sementara data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menunjukkan penyaluran pinjaman ke UMKM via fintech per Agustus 2025 tumbuh 19%, menandakan permintaan dana tetap tinggi meski kredit bank melambat.

Namun, tingginya kredit macet sektor produktif (NPL UMKM) yang mencapai 4,3% per kuartal II/2025 menjadi sinyal bahwa banyak pelaku usaha masih belum mampu bangkit sepenuhnya pascapandemi dan krisis daya beli.


Digionary:

● BPD (Bank Pembangunan Daerah): Bank milik pemerintah daerah yang fokus membiayai ekonomi lokal.
● Danantara: Lembaga investasi pemerintah di bawah Kementerian BUMN untuk pengelolaan aset dan pembiayaan strategis.
● Hapus Buku: Penghapusan nilai kredit macet dari laporan keuangan bank, tanpa menghapus kewajiban debitur.
● Hapus Tagih: Penghapusan kewajiban utang secara penuh bagi debitur tertentu.
● Himbara: Himpunan Bank Milik Negara, terdiri dari BRI, BNI, Mandiri, dan BTN.
● NPL (Non-Performing Loan): Rasio kredit bermasalah terhadap total kredit yang disalurkan.
● OJK: Otoritas Jasa Keuangan, lembaga pengawas sektor keuangan Indonesia.
● PP 47/2024: Peraturan Pemerintah tentang penghapusan kredit macet UMKM.
● Restrukturisasi: Penyesuaian ulang skema kredit agar debitur bisa kembali mampu membayar.
● UMKM: Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah — pelaku usaha dengan modal terbatas dan tenaga kerja kecil.

#OJK #UMKM #KreditMacet #EkonomiRakyat #BUMN #Danantara #BankHimbara #BPD #KreditUsaha #PemulihanEkonomi #Restrukturisasi #KeuanganInklusif #PerbankanNasional #RegulasiKeuangan #BankIndonesia #FintechLending #WorldBank #KemenkopUKM #MahendraSiregar #MamanAbdurrahman

Comments are closed.