Anak muda makin konsumtif, kredit macet pinjol terus menggunung

- 7 September 2023 - 10:59

digitalbank.id – Belum lama ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan tingginya minat masyarakat untuk menggunakan pinjaman online (pinjol) demi keperluan konsumtif, termasuk kesenian, hiburan, dan rekreasi, mampu mengerek kredit macet pinjol.

Nasabah pinjol yang rata-rata berusia muda (19-34 tahun) membeli ponsel canggih (smartphone) terbaru, membeli pakaian, atau jalan-jalan dengan memakai uang pinjaman dari pinjol. Bahakan untuk nonton konser, mereka tanpa pikir panjang memanfaatkan pinjol untuk menebus tiket konser.

Baca juga: Nggak ada matinya, Satgas PAKI temukan lagi 288 tawaran pinjol ilegal selama Agustus 2023

Alhasil, pinjaman macet di fintech p2p lending alias pinjol terus merangkak naik. Mengacu pada statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkini, kenaikan kredit macet pinjol tercermin dari tingkat wanprestasi 90 hari (TWP 90) sebesar 3,47% per Juli 2023, dengan nilai mencapai Rp1,94 triliun alias hampir menyentuh Rp2 triliun. Padahal Desember 2022 outstanding pinjaman macet baru Rp1,42 triliun.

TWP 90 fintech p2p lending yang mencerminkan rasio pinjaman macet lebih dari 90 hari itu kembali meningkat pada Juli 2023. Padahal, rasio pinjaman macet sempat membaik dari 3,36% per Mei 2023 menjadi 3,29% pada Juni 2023.

Pinjaman macet secara umum bergerak variatif namun cenderung merangkak naik sejak awal tahun ini. Jika dibandingkan TWP 90 pada Desember 2022 tercatat baru menyentuh level 2,78%. Adapun OJK mematok posisi TWP 90 sebesar 5% sebagai batas wajar.

Baca juga: Waspada pinjol ilegal, begini cara membedakannya dari pinjol legal…

Begitu juga dari jumlah rekening penerima pinjaman yang mencatatkan gagal bayar. Pada Desember 2022 ada sebanyak 463.422 entitas, baik kontribusi dari segmen perorangan maupun badan usaha. Sedangkan per Juli 2023, jumlahnya naik menjadi 710.499 entitas. Naik lebih dari 100.000 entitas dibandingkan Juni 2023 sebanyak 601.338 entitas.

Proses layanan fintech p2p lending diatur dalam POJK 10/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Regulasi terkait lainnya adalah POJK 6/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

POJK yang sudah ada mengatur mekanisme penagihan pendanaan dan mitigasi risiko dalam hal terjadi pendanaan macet. Proses pendanaan pinjol melibatkan tiga pihak. Pihak-pihak yang dimaksud diantaranya pemberi dana (lender), penyelenggara atau perusahaan fintech p2p lending, dan penerima dana (borrower). Baik lender maupun penerima dana borrower merupakan konsumen.

Dalam hal terjadi pendanaan macet, sejumlah penyelesaian dapat dilakukan oleh lender. Penyelesaian dapat dilakukan seperti penagihan oleh penyelenggara, pengalihan penagihan kepada pihak ketiga, dan klaim asuransi atau penjaminan.

Baca juga: Total pembiayaan P2P lending capai Rp55,98 triliun sampai Juli 2023

Mitigasi risiko oleh penyelenggara mencakup beberapa hal. Pertama, melakukan analisis risiko pinjaman yang diajukan oleh borrower. Kedua, melakukan verifikasi identitas pengguna dan keaslian dokumen. Ketiga, melakukan penagihan atas pinjaman atau pendanaan yang disalurkan secara optimal. Keempat, memfasilitasi pengalihan risiko pendanaan. Kelima, memfasilitasi pengalihan risiko atas objek jaminan, jika ada objek jaminan.

Apabila borrower tidak mampu mengembalikan pinjaman, maka hal tersebut menjadi kerugian bisnis bagi lender. Dalam hal ini, penyelenggara harus tetap melakukan penagihan kepada borrower. Jika terdapat asuransi, penyelenggara harus mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi.

Saat ini OJK juga tengah memperkuat aspek regulasi bagi industri fintech p2p lending menyusul diterbitkannya POJK 10/2022. Regulasi yang dimaksud akan berbentuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan atau SEOJK.

Baca juga: Kredit macet masih menghantui industri P2P lending, tapi bukan tanpa solusi, ini penjelasannya…

Seberapa ketat aturan yang dibuat OJK dalam aspek regulasi industri fintech p2p lending, persoalan kredit macet pinjol bisa jadi akan menjelma menjadi the next bombing bila jumlahnya terus menerus menggelembung. Dan itu, hanya bisa diatasi dengan memperbaiki perilaku konsumtif yang melekat pada sebagian besar borrower pinjol, yang umumnya adalah anak muda.■

Comments are closed.