Aktif dalam ekonomi digital belum tentu melek digital, begini penjelasannya

- 21 Desember 2021 - 07:00

Aktif dalam keuangan digital belum tentu melek keuangan digital. Pendidikan literasi keuangan digital semakin penting dilakukan di Indonesia.

digitalbank.id — SAAT INI EKONOMI keuangan tradisional sudah berkembang menuju ekonomi keuangan digital. Dipicu dengan adanya pandemi, mereka yang selama ini tidak pernah menjadi konsumen keuangan digital, banyak yang mulai beralih ke keuangan digital.

Sementara anak-anak muda telah lebih dulu tenggelam dalam ekonomi digital, melalui belanja online dan layanan keuangan online. Meski demikian, tidak dapat diasumsikan bahwa kaum muda secara otomatis memiliki semua keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan untuk menerapkan penggunaan teknologi. Mereka mungkin sepenuhnya tenggelam dalam ekonomi digital tetapi belum tentu melek digital.

Ekonomi keuangan digital tentu akan menjadi tantangan yang lebih besar bagi kelompok yang lebih rentan seperti warga lanjut usia, mereka yang tidak terampil dalam teknologi, serta kelompok dengan akses terbatas ke pengetahuan dan keterampilan serta sarana untuk menggunakan teknologi secara efektif dan aman.

Fintech, yang menggunakan perangkat lunak, aplikasi, dan platform digital untuk memberikan layanan keuangan kepada konsumen dan bisnis melalui perangkat digital seperti smartphone, semakin banyak digunakan oleh orang di seluruh dunia.

Namun, peningkatan akses ke layanan keuangan melalui tekfin memerlukan tingkat literasi keuangan digital yang lebih tinggi untuk memanfaatkannya secara efektif dan untuk menghindari kesalahan penjualan, penipuan seperti phishing, serangan peretasan, penggunaan data yang tidak sah, dan perlakuan diskriminatif dan masalah perilaku, seperti sebagai pinjaman yang berlebihan.

Dengan demikian keuangan digital menjanjikan kemudahan utama sekaligus sarana efektif untuk menjangkau masyarakat unbanked, namun penggunaannya harus disertai dengan informasi dan edukasi konsumen.

Sebagaimana disinggung oleh Menteri Keuangan Malaysia Tengku Datuk Seri Zafrul Tengku Abdul Aziz. Menurutnya, diantara faktor-faktor penentu untuk memastikan kesuksesan finansial di kalangan anak muda adalah literasi keuangan, sosialisasi keuangan, teknologi keuangan, dan pengendalian diri.

“Studi ini menemukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan dan efek langsung antara literasi keuangan, sosialisasi keuangan, teknologi keuangan, dan pengendalian diri terhadap kesejahteraan keuangan kaum muda. Saya yakin generasi muda kita memiliki keinginan besar untuk meningkatkan sosial ekonomi mereka. Sebab itu, semakin dibutuhkan program pendidikan literasi keuangan digital. Sehingga masyarakat akan mendapatkan panduan yang lebih sistematis dalam merencanakan dan mengelola keuangan mereka dengan lebih baik,” tegas Abdul Aziz.

Selain itu, sifat fintech yang terdesentralisasi menjelaskan bahwa konsumen perlu memiliki kecanggihan keuangan yang meningkat untuk memproses informasi keuangan. Hal ini menunjukkan perlunya negara untuk memasukkan pendidikan keuangan digital dalam strategi pendidikan keuangan nasional.

Masuk akal. Karena sebagaimana halnya di Indonesia. Betapa urgen pendidikan literasi keuangan digital di Indonesia sudah sangat dirasakan. Lihat saja, korban akibat pinjaman online ilegal masih terus bermunculan. Ini menunjukkan bahwa perlunya mengembangkan program pendidikan keuangan digital untuk meningkatkan literasi keuangan digital, dengan fokus pada keterampilan yang penting bagi mereka saat berpartisipasi dalam ekonomi digital.

Jumlah akumulasi pinjaman via online terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Dari tahun 2018 yang masih di angka Rp22 triliun, lalu 2019 yang naik jadi Rp81 triliun, dan 2020 sebesar Rp155 triliun. Sementara, jumlah peminjam atau pengguna transaksi pinjaman online atau pinjol yang meminjam uang mencapai 479 juta, baik individu maupun entitas. Jumlah ini juga terus naik dari posisi Desember 2018 yang masih 14 juta peminjam.

Besarnya potensi pasar pinjol di Indonesia itu membuat jumlah perusahaan pinjol baru marak bermunculan. Menurut Nurhaida, sudah banyak pinjol yang mengantre untuk mendaftarkan perusahaannya di OJK. Ya, demand-nya tinggi, namun hendaknya dibarengi dengan pendidikan literasi keuangan digital. Sehingga tidak banyak lagi jatuh korban pinjaman online yang memilukan. Literasi keuangan digital memungkinkan pengetahuan tentang produk dan layanan keuangan, kesadaran akan risiko digital dan kemampuan untuk memitigasi risiko tersebut serta kesadaran akan hak konsumen dan mekanisme ganti rugi. Aktif dalam keuangan digital belum tentu melek digital. Maka berhati-hatilah. (SAF).

 

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.