Berbagai pendapat soal HAKI menjadi jaminan utang ke bank. Mungkinkah terlaksana?

- 31 Juli 2022 - 20:34

digitalbank.id – BARU-BARU ini Presiden mengumumkan kebijakan pemerintah yakni PP Nomor 24/2022 yang mengizinkan hak kekayaan intelektual atau HAKI menjadi jaminan utang ke bank. Berbagai pendapat pun muncul baik menyambut baik maupun masih menunggu teknisnya.

Kalangan perbankan pun ramai merespon kebijakan baru ini. Wakil Direktur Utama PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Honggo Widjojo Kangmasto mengatakan bahwa para bankir saat ini mulai mengkaji peraturan tersebut. Sejauh ini, perseroan belum memiliki kaidah terkait hal tersebut. “Para bankir sedang saling melirik, melihat dan mau belajar bagaimana untuk kita mengimplementasikan dan mengakomodasi ini. Di Bank Danamon saya harus mengaku belum ada kredit-kredit lain yang mengatur jaminan kekayaan intelektual,” ujarnya baru-baru ini.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja menyampaikan saat ini pihaknya masih mencari tahu praktik umum jaminan HAKI di dunia perbankan dengan berkonsultasi dengan JP Morgan, Citibank, DBS, dan beberapa bank internasional lainnya. Menurutnya, HAKI dinilai bisa menjadi jaminan tambahan dan bukan sebagai jaminan satu-satunya.

Sebagaimana diketahui, para nasabah yang ingin meminjam dana ke bank menjaminkan aset berbentuk berupa tanah, bangunan, dan kendaraan atau biasa disebut tangible. “Kami mungkin akan coba mempertimbangkan sebagai jaminan tambahan, bukan jaminan utama,” kata Jahja dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Jahja menambahkan pihak bank juga harus meminta penilaian dari pihak independen untuk menerima penjaminan itu, mulai dari value, cash flow, serta dari sisi legal. Dia menilai konsep HAKI sebagai salah satu bentuk jaminan atau agunan kredit merupakan sebuah terobosan. 

VP Corporate Communication PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ricky Andriano menuturkan bahwa sesuai dengan aspirasi pemerintah, kebijakan ini diharapkan dapat mendorong perkembangan industri kreatif serta perekonomian nasional di masa mendatang. Menurutnya, upaya tersebut juga selaras dengan komitmen pemerintah dan industri keuangan dalam meningkatkan akses masyarakat kepada pembiayaan lembaga keuangan.

“Untuk itu, saat ini kami mengkaji lebih dalam aturan tersebut serta menunggu ketentuan dari regulator yang akan menjadi turunan pelaksanaan kebijakan tersebut,” ujar Ricky. Mengutip PP Nomor 24/2022, persyaratan pengajuan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual paling sedikit terdiri dari proposal pembiayaan, memiliki usaha ekonomi kreatif, memiliki perikatan terkait kekayaan intelektual produk ekonomi kreatif, dan memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual.

Adapun, berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2015, terdapat 16 subsektor ekonomi kreatif, di antaranya arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, serta film, animasi, dan video. Selain itu, diikuti dengan bidang fotografi, kriya, kuliner, musik, fashion, aplikasi dan game developer, penerbitan, periklanan, televisi dan radio, seni pertunjukan, dan seni rupa.(SAF)

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.