Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan tantangan terbesar pasar modal Indonesia bukan lagi besaran kapitalisasi pasar, melainkan dangkalnya likuiditas akibat rendahnya free float (saham beredar). Dengan rata-rata free float hanya 7,5%—jauh di bawah negara tetangga yang minimal 25%—bursa saham Indonesia dinilai kurang cair dan dalam, sehingga rentan terhadap volatilitas dan kurang menarik bagi investor institusional besar.
Fokus Utama:
■ OJK secara resmi menggeser sorotan dari besaran kapitalisasi pasar (market cap) ke kedalaman likuiditas yang ditentukan oleh rendahnya free float (rata-rata 7,5%), sebagai masalah struktural utama pasar modal Indonesia.
■ Data OJK menunjukkan free float Indonesia jauh tertinggal dibanding negara tetangga (yang minimal 25%), baik untuk saham berkapitalisasi kecil, menengah, maupun besar, mengindikasikan masalah likuiditas yang sistemik.
■ OJK menyiapkan kebijakan baru dengan dua pendekatan: initial free float untuk IPO dan continuous free float untuk emiten yang sudah tercatat, yang bertujuan meningkatkan persentase saham yang beredar di publik secara bertahap namun terstruktur.
Selama ini, ukuran kesuksesan pasar modal seringkali hanya dilihat dari angka kapitalisasi pasar (market cap) yang membesar. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) justru melontarkan kritik mendasar yang mengubah cara pandang tersebut. Menurut regulator, tantangan sesungguhnya yang dihadapi Bursa Efek Indonesia (BEI) bukan lagi soal besarnya kue, tetapi seberapa dalam dan cair kue itu bisa dibagikan.
Fakta yang diungkap OJK mencengangkan: rata-rata free float atau saham yang benar-benar beredar dan bisa diperdagangkan publik di Indonesia hanya sekitar 7,5%. Angka ini sangat timpang jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, atau Thailand, yang rata-rata minimal free float-nya berada di atas 25%. Ini bukan sekadar angka statistik, melainkan diagnosis atas masalah kronis yang membuat pasar saham domestik rentan guncangan dan kurang menarik bagi pemain besar.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (3/12), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengemukakan evaluasi jujur tentang kondisi pasar modal nasional. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyampaikan bahwa capaian kapitalisasi pasar yang besar ternyata tidak diimbangi dengan kedalaman pasar yang memadai.
“Kalau dari sisi kapitalisasi pasar, kita itu yang paling besar dibandingkan dengan peers kita, tetapi kalau misalnya dari sisi free float-nya di bawahnya, artinya kita bisa melihat bahwasannya IDX ini termasuk yang terkecil dibandingkan peers-nya,” ujar Inarno.
Permasalahan free float ini bukan isu sepele. Free float yang rendah berarti sebagian besar saham suatu emiten terkunci di tangan pemegang saham pengendali, seperti pendiri, keluarga, atau pemerintah. Akibatnya, jumlah saham yang benar-benar aktif diperdagangkan di pasar menjadi sangat terbatas. Kondisi ini menciptakan beberapa masalah:
1. Likuiditas rendah: Transaksi besar sulit dilakukan tanpa menggerakkan harga secara signifikan. Investor institusional seperti asuransi, dana pensiun, atau reksa dana asing seringkali enggan masuk karena khawatir tidak bisa membeli atau menjual dalam volume besar tanpa menyebabkan fluktuasi harga yang merugikan.
2. Volatilitas tinggi: Dengan pasokan saham yang terbatas, sentimen negatif atau positif kecil saja dapat mengakibatkan gejolak harga yang tidak proporsional.
3. Harga yang kurang efisien: Harga saham mungkin tidak mencerminkan nilai wajar perusahaan karena lebih mudah dimanipulasi oleh pemain dengan modal terbatas (thin market).
Perbandingan yang dengan Negara Tetangga
Data yang dipaparkan OJK menunjukkan betapa tertinggalnya Indonesia. Rata-rata free float minimum di bursa saham negara tetangga berada di atas 25%. Sementara itu, Inarno menyebut free float Indonesia bahkan berada di angka 7,5%. Ia kemudian memaparkan perbandingan berdasarkan kapitalisasi:
· Small Cap: Free float negara tetangga 23,58%
· Medium Cap: Free float negara tetangga 21,84%
· Big Cap: Free float negara tetangga 25,48%
“Yang small cap itu porsinya adalah 23,58 persen, yang medium cap itu adalah 21,84 persen, dan yang big cap itu 25,48 persen,” jelasnya. Artinya, di semua kategori, posisi Indonesia sangat jauh di bawah.
Kebijakan Baru: Initial Free Float dan Continuous Free Float
Merespons masalah ini, OJK menyiapkan kebijakan baru. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, dalam rapat yang sama, mengungkapkan dua pendekatan utama: initial free float dan continuous free float.
· Initial Free Float: Aturan yang mewajibkan perusahaan yang akan melakukan penawaran umum perdana (IPO) untuk melepas persentase saham yang lebih besar kepada publik sejak awal.
· Continuous Free Float: Aturan yang mendorong emiten yang sudah tercatat untuk secara bertahap meningkatkan porsi saham yang beredar di pasar, misalnya melalui penjualan saham lama (secondary offering) atau mekanisme lainnya.
Kebijakan ini bertujuan untuk secara struktural memperbaiki kedalaman pasar dalam jangka menengah dan panjang. Namun, implementasinya perlu hati-hati. Menaikkan free float secara paksa bisa menekan harga saham dalam jangka pendek jika tidak diimbangi dengan peningkatan permintaan. Oleh karena itu, OJK juga perlu mendorong sisi permintaan dengan memperbanyak investor institusional domestik dan menarik lebih banyak aliran dana asing jangka panjang.
Masalah free float ini adalah tantangan klasik yang menghantui BEI selama bertahun-tahun. Pengakuan terbuka dari OJK ini bisa menjadi titik awal untuk perbaikan serius. Tanpa langkah korektif yang berani, pasar modal Indonesia berisiko tetap menjadi pasar yang besar secara kapitalisasi, namun dangkal dan rentan secara likuiditas.
Digionary:
● Free Float (Saham Beredar Publik): Persentase total saham suatu perusahaan yang benar-benar tersedia untuk diperdagangkan publik, tidak termasuk saham yang dipegang oleh pemegang saham pengendali, insider, atau pemerintah yang kemungkinan besar tidak diperdagangkan.
● Kapitalisasi Pasar (Market Cap): Nilai total suatu perusahaan yang dihitung dari harga saham dikalikan jumlah seluruh saham yang diterbitkan. Merupakan ukuran ukuran perusahaan di bursa.
● Likuiditas Pasar: Kemampuan pasar untuk menyerap transaksi beli atau jual dalam volume besar tanpa menyebabkan pergerakan harga yang signifikan. Pasar yang likuid memudahkan investor masuk dan keluar.
● Peers: Perusahaan atau bursa efek sejenis yang digunakan sebagai pembanding (benchmark) untuk menilai kinerja atau kondisi.
● Volatilitas: Tingkat fluktuasi atau naik-turunnya harga suatu aset (dalam hal ini saham) dalam periode tertentu. Pasar dengan likuiditas rendah cenderung lebih volatil.
#OJK#PasarModal #BEI #BursaSaham #FreeFloat #Likuiditas #Investasi #Saham #MarketCap #KapitalisasiPasar #IDX #Keuangan #Ekonomi #Indonesia #Kebijakan #Regulasi #InarnoDjajadi #MahendraSiregar #Investor #Volatilitas
