Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat dorongan terhadap program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan sebagai strategi memperluas akses kepemilikan rumah di Indonesia. Dengan target penyaluran mencapai Rp130 triliun, kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) nasional dan membantu pemerintah mewujudkan target pembangunan 3 juta rumah.
Fokus Utama:
■ OJK dorong percepatan realisasi KUR Perumahan untuk mendukung pertumbuhan KPR nasional dan program pemerintah 3 juta rumah.
■ Kebijakan strategis pembiayaan sektor perumahan meliputi dukungan pendanaan pengembang, pencabutan larangan kredit tanah, dan skema pembiayaan granular berbasis risiko.
■ Sinergi lintas lembaga antara OJK, Kemenko Perekonomian, dan industri keuangan menjadi kunci kelancaran penyaluran kredit hingga Rp130 triliun.
Pasar perumahan nasional tampaknya bakal mendapat amunisi baru. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan, sebuah skema pembiayaan yang ditujukan untuk memperluas akses kepemilikan rumah sekaligus mempercepat target pemerintah membangun 3 juta unit rumah bagi masyarakat.
Dorongan terhadap pembiayaan perumahan menjadi salah satu prioritas kebijakan OJK di akhir 2025. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menilai potensi pasar KUR Perumahan masih sangat besar dan dapat menjadi penggerak utama pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) nasional.
“Potensi pasar KUR perumahan cukup besar dan diharapkan dapat meningkatkan pencapaian kredit,” kata Dian, Minggu (2/11).
OJK telah menyiapkan sejumlah kebijakan strategis untuk memperlancar pembiayaan sektor perumahan. Salah satunya adalah pencabutan larangan pemberian kredit untuk pengadaan dan pengolahan tanah yang berlaku sejak 1 Januari 2023, sesuai POJK No. 27/2022 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Kebijakan ini memberi ruang lebih luas bagi perbankan untuk mendanai proyek-proyek pengembangan rumah, terutama oleh pengembang kecil dan menengah.
Selain itu, bobot risiko KPR ditetapkan pada level 20%, menjadikannya salah satu portofolio kredit dengan risiko paling rendah di perbankan. Langkah ini diyakini akan memperbesar minat bank untuk menyalurkan KPR, seiring dengan tren penurunan suku bunga kredit yang mulai terjadi di paruh kedua 2025.
Dian juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas lembaga, baik dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kemenko Perekonomian, Bank Indonesia, maupun pelaku industri jasa keuangan lainnya. Sinergi ini dibutuhkan agar implementasi KUR Perumahan berjalan efektif dan berkesinambungan.
Dari sisi regulasi, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 13/2025 yang menjadi pedoman pelaksanaan Kredit Program Perumahan. Beleid tersebut ditandatangani oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada 7 Agustus 2025.
Dalam aturan itu, KUR Perumahan dibagi menjadi dua skema: kredit bagi penyedia rumah (pengembang) dan kredit bagi masyarakat (demand side). Skema pertama ditujukan bagi pengembang berskala UMKM, baik perseorangan maupun badan usaha, untuk pembiayaan pengadaan tanah, bahan bangunan, hingga jasa konstruksi.
Airlangga menjelaskan, penempatan dana pemerintah di bank-bank Himbara akan menjadi sumber utama penyaluran kredit program perumahan tersebut. Total plafon yang disiapkan mencapai Rp130 triliun, terdiri atas Rp117 triliun untuk sisi penyedia (supply) dan Rp13 triliun untuk sisi permintaan (demand).
“Penempatan dana ke Himbara dapat disalurkan ke masyarakat melalui kredit program perumahan mengacu pada Permenko 13/2025,” ujar Airlangga.
Data OJK menunjukkan, kredit untuk sektor properti tetap tumbuh positif di tengah perlambatan ekonomi global. Hingga Agustus 2025, penyaluran kredit untuk kepemilikan rumah, apartemen, dan ruko naik 7,14% (YoY) — sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,10% (YoY). Pertumbuhan tertinggi datang dari KPR rumah tinggal yang naik 7,22% (YoY), menunjukkan daya beli masyarakat terhadap hunian masih cukup kuat.
Kebijakan KUR Perumahan menjadi bagian dari strategi besar pemerintah untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan rumah layak bagi masyarakat, di tengah backlog perumahan nasional yang masih mencapai sekitar 12,7 juta unit menurut data BPS 2024.
Dengan skema ini, pemerintah berharap sektor perumahan dapat menjadi lokomotif baru pertumbuhan ekonomi sekaligus menggerakkan industri turunan seperti semen, baja, furnitur, dan tenaga kerja konstruksi.
Digionary:
● ATMR (Aset Tertimbang Menurut Risiko): Metode perhitungan risiko kredit dalam industri perbankan.
● Backlog Perumahan: Kesenjangan antara jumlah rumah yang tersedia dengan kebutuhan riil masyarakat.
● Himbara: Himpunan Bank Milik Negara, terdiri atas BRI, BNI, Mandiri, dan BTN.
● KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum): Regulasi OJK terkait rasio modal minimum bank untuk menjaga stabilitas keuangan.
● KPR (Kredit Pemilikan Rumah): Kredit yang diberikan oleh bank untuk pembelian rumah.
● KUR (Kredit Usaha Rakyat): Program pembiayaan bersubsidi dari pemerintah bagi sektor UMKM.
● Permenko 13/2025: Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang pedoman pelaksanaan Kredit Program Perumahan.
● POJK 27/2022: Regulasi OJK yang mencabut larangan kredit pengadaan tanah bagi pengembang.
● Supply-Demand Housing Scheme: Pendekatan ganda untuk membiayai baik pengembang (supply) maupun pembeli rumah (demand).
#OJK #KURPerumahan #KPR #Program3JutaRumah #PerumahanRakyat #PembiayaanProperti #BankHimbara #AirlanggaHartarto #KebijakanOJK #EkonomiIndonesia #PembiayaanUMKM #PropertiNasional #PembangunanPerumahan #KreditRumah #PerekonomianNasional #PerumahanIndonesia #OJKIndonesia #KreditPerumahan #BisnisProperti #PertumbuhanKPR
