McKinsey menilai dunia bisnis memasuki fase baru kecerdasan buatan yang lebih otonom: agentic AI. Bukan lagi sekadar alat bantu, agentic AI berfungsi layaknya “rekan kerja virtual” yang mampu merencanakan, beradaptasi, dan mengambil keputusan sendiri. Namun, untuk mencapai dampak nyata di tingkat korporasi, perusahaan harus melakukan transformasi menyeluruh—bukan sekadar mengadopsi teknologi baru.
Fokus Utama:
● Agentic AI melampaui generative AI, bergerak dari eksperimen ke automasi menyeluruh proses bisnis.
● Transformasi organisasi menjadi syarat utama, mencakup strategi, tata kelola, dan peran baru bagi manusia dalam kolaborasi dengan AI.
● Arsitektur “AI Mesh” menjadi tulang punggung enterprise modern, memungkinkan banyak agen AI berinteraksi dan beradaptasi secara aman dan skalabel.
McKinsey memperingatkan bahwa era baru kecerdasan buatan, agentic AI, telah dimulai. Teknologi ini akan merevolusi bisnis global lewat agen-agen AI yang mampu berpikir dan bertindak mandiri. Namun, agar berdampak nyata, perusahaan harus melakukan transformasi menyeluruh—bukan sekadar mengganti alat digital mereka.
Teknologi agentic artificial intelligence (AI) diprediksi akan mengubah fondasi operasional industri perbankan global dalam tiga hingga lima tahun mendatang. Laporan terbaru McKinsey & Company bertajuk “Agentic AI: Moving Beyond Pilots to Enterprise Impact” menyebut, sistem AI otonom yang mampu mengambil keputusan dan mengeksekusi tugas tanpa instruksi manusia ini akan menjadi standar baru dalam operasional bank modern.
Menurut McKinsey, agentic AI berbeda dari AI generatif yang selama ini hanya menghasilkan teks atau analisis. Teknologi ini memiliki kemampuan self-directed execution — menjalankan strategi, menilai risiko, dan melakukan tindakan korektif secara mandiri berdasarkan data yang terus diperbarui.
“Dalam beberapa tahun ke depan, agentic AI tidak hanya akan mendukung proses perbankan, tetapi menjadi inti dari cara bank beroperasi,” tulis McKinsey dalam laporan riset terbarunya.
Konsultan global itu memperkirakan bank akan memanfaatkan agentic AI untuk mempercepat proses penilaian kredit, deteksi fraud real time, manajemen risiko dinamis, hingga pengelolaan portofolio investasi otomatis. Di sisi layanan, teknologi ini berpotensi menghadirkan personalized banking dengan interaksi yang lebih manusiawi namun sepenuhnya dijalankan oleh mesin.
McKinsey menilai penerapan agentic AI juga akan memangkas biaya operasional bank secara signifikan — terutama di fungsi middle dan back office — sekaligus meningkatkan kecepatan pengambilan keputusan.
Namun demikian, laporan tersebut mengingatkan bahwa transformasi ini membutuhkan tata kelola risiko dan etika yang ketat, mengingat sistem AI yang bertindak mandiri membawa konsekuensi besar terhadap keamanan data dan kepatuhan regulasi. “Bank harus membangun arsitektur tata kelola yang memastikan AI bertindak dalam koridor hukum dan prinsip kehati-hatian,” tegas McKinsey.
Dengan investasi AI global yang kini menembus US$200 miliar per tahun, McKinsey menilai perbankan akan menjadi sektor pertama yang benar-benar beroperasi dengan basis agentic AI — menjadikannya tonggak lahirnya era baru “AI-native banking”.
Agentic AI mampu “mengotomatiskan proses bisnis kompleks, merencanakan strategi, dan berkolaborasi dengan manusia secara proaktif.”
“Waktu untuk bereksperimen sudah berakhir; kini saatnya bergerak menuju dampak nyata di tingkat enterprise,” kata Dave Kerr, Partner di McKinsey, dalam diskusi McKinsey Live bersama Klemens Hjartar, Senior Partner McKinsey.
McKinsey mencatat sekitar 80% perusahaan global sudah menggunakan generative AI di setidaknya satu fungsi bisnis. Namun, dampaknya terhadap profitabilitas perusahaan masih terbatas. Tantangannya bukan lagi di teknologi, melainkan di transformasi organisasi dan integrasi lintas sistem.
Dari Alat ke Kolaborator
Tidak seperti generative AI yang bersifat reaktif, agentic AI memiliki empat kemampuan utama: autonomi, perencanaan, memori, dan integrasi sistem. Dengan kombinasi ini, agentic AI bisa menjadi kolaborator virtual yang memahami tujuan bisnis, mengambil inisiatif, dan menyesuaikan strategi berdasarkan konteks.
Perusahaan yang memimpin adopsi agentic AI kini mulai merombak struktur kerja mereka dari dasar, menggantikan sistem silo menjadi ekosistem terintegrasi yang diorkestrasi oleh agen-agen AI.
McKinsey memperkenalkan konsep “Agentic AI Mesh”, yakni arsitektur komposabel dan terdistribusi yang memungkinkan berbagai agen AI berinteraksi, berkolaborasi, dan mengambil keputusan secara aman dalam skala besar. Sistem ini menjadi semacam “jaringan saraf” perusahaan modern—menghubungkan operasi lintas divisi, dari supply chain hingga layanan pelanggan.
Transformasi Total, Bukan Tambalan
McKinsey menekankan bahwa keberhasilan implementasi agentic AI membutuhkan reset menyeluruh terhadap strategi AI perusahaan. Ada empat pilar utama:
1. Strategi enterprise-wide – manajemen puncak harus menyelaraskan penggunaan AI dengan prioritas bisnis.
2. Sumber daya manusia – muncul peran baru seperti agent orchestrator dan human-in-the-loop designer yang menjembatani kolaborasi manusia dan AI.
3. Tata kelola (governance) – perusahaan wajib menetapkan batas keputusan dan tingkat otonomi bagi agen AI.
4. Arsitektur teknologi dan data – sistem IT harus mampu mendukung kolaborasi multi-agen dengan keamanan dan efisiensi tinggi.
“AI yang efektif hanya sekuat data yang menopangnya,” tulis laporan tersebut. Karena itu, perusahaan perlu membangun fondasi data yang bersih, terintegrasi, dan mudah diakses.
Tantangan Skalabilitas
McKinsey juga menyoroti bahwa banyak perusahaan masih terjebak di fase “pilot project” AI. Untuk mencapai dampak industri yang luas, sistem integrasi dan monitoring harus dirancang dari awal agar efisien dan berkelanjutan, baik secara teknis maupun ekonomi.
Dalam laporannya, McKinsey memprediksi agentic AI akan menjadi standar operasional baru di berbagai sektor — dari perbankan, manufaktur, logistik, hingga layanan publik — dalam 3–5 tahun ke depan.
Laporan terpisah McKinsey berjudul “Seizing the Agentic AI Advantage” juga menegaskan bahwa perusahaan yang bergerak cepat menjadi early adopter akan menikmati keunggulan kompetitif jangka panjang, mirip dengan perusahaan yang lebih dahulu mengadopsi cloud computing satu dekade lalu.
Digionary:
● Agentic AI – Kecerdasan buatan yang memiliki kemampuan bertindak secara mandiri berdasarkan tujuan yang diberikan.
● Agentic AI Mesh – Arsitektur teknologi yang memungkinkan banyak agen AI berkolaborasi dan berkomunikasi secara otonom dalam satu sistem perusahaan.
● Autonomi AI – Kemampuan AI untuk mengambil keputusan tanpa perintah langsung manusia.
● Generative AI – Jenis AI yang menghasilkan konten baru seperti teks, gambar, atau video berdasarkan data pelatihan.
● Governance AI – Kerangka tata kelola yang mengatur batasan, etika, dan pengawasan sistem AI.
● Human-in-the-loop – Konsep kolaborasi di mana manusia tetap mengawasi dan mengarahkan keputusan AI.
● Orkestrasi AI – Pengaturan koordinasi antara berbagai sistem dan agen AI agar bekerja selaras mencapai tujuan bisnis.
● Pilot Project – Uji coba terbatas untuk menguji efektivitas teknologi sebelum diimplementasikan secara luas.
#AgenticAI #GenerativeAI #ArtificialIntelligence #McKinsey #DigitalTransformation #AIRevolution #EnterpriseAI #TechGovernance #AIInnovation #AITrends #Automation #FutureOfWork #AIEthics #BusinessTransformation #AIinBusiness #HumanAICollaboration #AIMesh #AIOrchestration #DigitalStrategy #AIIndonesia
