OJK Ungkap Tingkat Pengembalian Dana Scam Masih 4,76% Akibat Laporan yang Lambat

- 15 Desember 2025 - 09:21

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa rata-rata korban penipuan keuangan di Indonesia baru melapor ke Indonesia Anti Scam Center (IASC) 12 jam setelah kejadian. Keterlambatan ini menjadi tantangan besar dalam upaya pemblokiran dan pengembalian dana, yang tercermin dari hanya 4,76% atau Rp389,3 miliar dana yang berhasil diselamatkan dari total kerugian Rp8,2 triliun.


Fokus Utama:

■ Keterlambatan rata-rata 12 jam dalam pelaporan oleh korban scam di Indonesia—jauh di atas standar internasional 15-20 menit—menciptakan celah yang dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk mengamankan dan melarikan dana hasil curian.
■ Data menunjukkan betapa terbatasnya ruang gerak pemulihan dana setelah penipuan terjadi. Tingkat keberhasilan pemblokiran dana yang hanya 4,76% menggarisbawahi bahwa pencegahan dan respons super-cepat adalah kunci utama, karena upaya pengembalian post-facto sangat sulit.
■ OJK menekankan perlunya intensifikasi edukasi untuk meningkatkan kewaspadaan dan pemahaman mekanisme pelaporan yang benar. Korban disarankan segera melapor ke IASC atau bank terkait. Ini bukan hanya tugas regulator, tetapi juga membutuhkan sinergi dari seluruh industri jasa keuangan dan kesadaran masyarakat.


Data terbaru OJK menyoroti masalah krusial: korban scam rata-rata baru melapor 12 jam setelah kejadian. Akibatnya, dari total kerugian Rp 8,2 triliun, hanya 4,76% dana yang berhasil diblokir. Kenapa kecepatan lapor begitu vital?


Dalam pertarungan melawan kejahatan keuangan digital, waktu bukan sekadar uang. Waktu adalah segalanya. Sayangnya, kesadaran akan prinsip sederhana ini masih menjadi titik lemah perlindungan konsumen di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengungkap fakta yang mengkhawatirkan: rata-rata korban penipuan (scam) keuangan di Tanah Air baru melaporkan kejadian tersebut ke Indonesia Anti Scam Center (IASC) sekitar 12 jam setelah mereka menjadi korban.

Angka itu bukan sekadar statistik. Ia adalah jeda kritis yang sering kali menentukan nasib dana masyarakat. Bandingkan dengan pola pelaporan di pusat anti-penipuan beberapa negara lain, yang menurut OJK, hanya membutuhkan 15 hingga 20 menit setelah kejadian. Rentang waktu pelaporan yang membentang hampir tiga perempat hari itu, dalam dunia keuangan digital yang bergerak dalam hitungan detik, telah menjadi jurang pemisah antara keselamatan dan kerugian.

“Kadang-kadang orang tidak langsung menyadari bahwa dirinya terkena scam. Oleh karena itu, keberhasilan kami melakukan pemblokiran dan pengembalian dana sangat ditentukan oleh kecepatan para korban untuk melaporkan ke IASC,” tegas Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, pekan lalu.

Dampak dari jeda 12 jam itu terpampang nyata dalam angka. Sejak berdiri pada 22 November 2024 hingga 30 November 2025, IASC telah menerima laporan kerugian dana masyarakat yang mencapai Rp 8,2 triliun. Namun, dana yang berhasil diblokir melalui koordinasi IASC baru mencapai Rp 389,3 miliar. Angka itu setara dengan hanya 4,76% dari total kerugian yang dilaporkan. Sisanya, dana sebanyak lebih dari Rp 7,8 triliun, diperkirakan telah berpindah tangan atau dicairkan oleh pelaku kejahatan.

Data lain yang patut diperhatikan adalah jumlah rekening yang terlibat. Dalam periode yang sama, tercatat 619.394 rekening dilaporkan terkait penipuan, dengan 117.301 rekening (sekitar 19%) yang berhasil diblokir. Total laporan kasus yang masuk mencapai 373.129 laporan. Angka-angka ini menggambarkan betapa masif dan tersebarnya ancaman penipuan keuangan di Indonesia.

IASC sendiri dibentuk sebagai pusat koordinasi cepat antara OJK, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), dan berbagai kementerian/lembaga. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses penundaan transaksi, pemblokiran rekening, identifikasi pelaku, dan upaya pengembalian dana yang masih mungkin diselamatkan.

Pesan dari OJK jelas: dalam menghadapi scam, setiap detik berarti. Kesadaran untuk segera melapor bukan hanya menyelamatkan aset pribadi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya kolektif mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan keuangan di Indonesia. Waktu yang hilang adalah dana yang raib.


Digionary:

● IASC (Indonesia Anti Scam Center): Pusat pelaporan dan koordinasi nasional yang dibentuk untuk menangani penipuan keuangan, dengan tujuan mempercepat pemblokiran dana dan pengembalian aset korban.
● OJK (Otoritas Jasa Keuangan): Lembaga independen yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan.
● Post-facto: Istilah Latin yang berarti “setelah peristiwa terjadi”. Dalam konteks ini, merujuk pada upaya penanganan atau pemulihan yang dilakukan setelah sebuah penipuan berhasil dieksekusi.
● RDK (Rapat Dewan Komisioner): Rapat tingkat tinggi yang diadakan oleh dewan pimpinan OJK untuk membahas berbagai kebijakan dan isu strategis di sektor jasa keuangan.
● Satgas PASTI (Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal): Satuan tugas yang dibentuk untuk memberantas aktivitas keuangan ilegal, bekerja sama dengan OJK dan lembaga penegak hukum lainnya.

#OJK #Scam #PenipuanKeuangan #IASC #KeamananFinansial #LindungiDana #CegahScam #FridericaWidyasari #EdukasiKeuangan #KepatuhanBank #PerlindunganKonsumen #KejahatanDaring #Fintech #KeuanganDigital #WaspadaPenipuan #LaporCepat #BlokirRekening #KerugianTriliunan #SatgasPASTI #KeuanganIndonesia

Comments are closed.