Pertumbuhan kredit perbankan Indonesia melambat menjadi 7,3% (yoy) pada Oktober 2025, turun dari 7,7% di bulan sebelumnya. Meski pemerintah telah menyuntikkan Rp200 triliun ke perbankan, dampaknya baru akan terasa Desember 2025 karena pelaku usaha masih bersikap wait and see.
Fokus Utama:
■ Perlambatan kredit menjadi 7,3% (yoy) di Oktober 2025 meski ada injeksi likuiditas Rp200 triliun.
■ Sikap wait and see pelaku usaha jadi penyebab utama lesunya penyaluran kredit.
■ Ekspektasi pemulihan baru terlihat Desember 2025 dengan proyeksi 2026 lebih optimis.
Kredit perbankan tumbuh 7,3%(yoy) di Oktober 2025, turun dari 7,7% sebelumnya. Suntikan Rp200 triliun pemerintah belum berdampak, baru terasa Desember.
Di tengah upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi, sektor perbankan justru menunjukkan sinyal yang mengkhawatirkan. Data Bank Indonesia mengungkap pertumbuhan kredit pada Oktober 2025 melambat menjadi 7,3% (year-on-year), turun dari posisi September yang mencapai 7,7%.
Yang membuat situasi ini mencemaskan, perlambatan terjadi justru setelah pemerintah menyuntikkan dana segar Rp200 triliun ke perbankan pada September lalu. Fakta ini mempertanyakan efektivitas kebijakan stimulus di tengah lesunya permintaan kredit dari dunia usaha.
“Hal ini disebabkan permintaan kredit yang belum kuat, antara lain dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih menahan ekspansi, istilahnya wait and see,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo pekan ini.
Undisbursed Loan Membengkak
Data BI menunjukkan fasilitas kredit yang belum ditarik atau undisbursed loan hingga Oktober 2025 mencapai Rp2.450,7 triliun—angka yang sangat signifikan dan mencerminkan keengganan pelaku usaha untuk berinvestasi.
Persoalan ini semakin kompleks dengan lambatnya penurunan suku bunga kredit. Perry Warjiyo mengungkap, meski BI Rate sudah turun 125 basis poin, suku bunga kredit perbankan hanya turun 20 basis poin dari 9,20% di awal tahun menjadi 9% pada Oktober 2025.
Efek Suntikan Dana Baru Terasa Desember
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa dampak injeksi dana Rp200 triliun belum terlihat. Namun dia meminta semua pihak bersabar.
“Setidaknya dampak penuh dari tambahnya likuiditas itu sampai 2 sampai 3 bulan setelah uang itu diinjeksikan. Jadi, baru kita lihat impact penuhnya di Desember [2025], Januari [2026], kalau dilihat pertumbuhannya,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Purbaya tetap optimistis dengan mencatat beberapa indikator positif. Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 11,48% pada Oktober 2025, sementara suku bunga deposito 6 bulan turun dari 6% menjadi 5,2% pada September 2025.
Proyeksi 2026 Lebih Optimis
Meski kinerja 2025 diperkirakan berada di batas bawah target 8%-11%, BI memproyeksikan pertumbuhan kredit 2026 akan lebih baik. Optimisme ini ditopang oleh ekspektasi membaiknya kondisi ekonomi global dan konsistensi belanja pemerintah.
Namun untuk mencapai itu, koordinasi antara fiskal dan moneter harus lebih solid. Sementara menunggu dampak suntikan dana pemerintah, perbankan masih harus berhadapan dengan realitas: likuiditas melimpah tapi minut pinjam masih lesu.
Digionary:
● BI Rate: Suku bunga kebijakan yang ditetapkan Bank Indonesia
● DPK (Dana Pihak Ketiga): Dana masyarakat yang dihimpun bank melalui giro, tabungan, dan deposito
● Undisbursed Loan: Fasilitas kredit yang sudah disetujui bank namun belum ditarik nasabah
● Wait and See: Sikap menunggu dan melihat kondisi sebelum mengambil keputusan bisnis
● Year-on-Year (YoY): Perbandingan data dengan periode sama tahun sebelumnya
#KreditPerbankan#BI #PerryWarjiyo #Purbaya #EkonomiIndonesia #Perbankan #PertumbuhanKredit #SukuBungaKredit #WaitAndSee #Likuiditas #DPK #UndisbursedLoan #StimulusEkonomi #BankIndonesia #Kemenkeu #BCA #Danamon #Proyeksi2026 #SektorRiil #Investasi
