Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberlakukan syarat baru bagi bank kecil (KBMI 1) yang ingin naik kelas: tak hanya kecukupan modal, tetapi kesiapan transformasi digital dan manajemen risiko menjadi prasyarat wajib dalam upaya memperkuat ketahanan sektor perbankan nasional.
■ Pergeseran Paradigma Regulasi: OJK mengubah pendekatan dari sekadar penilaian modal menjadi penekanan pada kesiapan digital, infrastruktur TI, dan tata kelola risiko sebagai syarat naik kelas.
■ Strategi Konsolidasi Sistem Perbankan: Regulator mendorong penguatan fundamental melalui konsolidasi bank kecil baik secara organik maupun anorganik untuk menciptakan struktur perbankan yang lebih efisien dan berdaya saing.
■ Evolusi Kerangka Pengawasan: OJK mempertimbangkan penyempurnaan sistem kategori bank dengan memasukkan elemen kesiapan digital dan tata kelola risiko sebagai faktor signifikan dalam penilaian.
OJK ubah aturan main: bank kecil wajib siap digital dan kelola risiko untuk naik kelas, tak cukup hanya modal tebal. Simak strategi baru penguatan perbankan nasional.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mengubah haluan kebijakan perbankan nasional. Kini, ketebalan modal tak lagi menjadi tiket tunggal bagi bank-bank kecil untuk menaiki tangga klasifikasi. Kesiapan transformasi digital dan ketangguhan manajemen risiko justru menjadi penilaian utama yang akan menentukan masa depan 74 bank berklasifikasi Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 1 di Indonesia.
“Bank yang ingin naik kelas tidak hanya harus memenuhi kecukupan modal, tetapi juga menunjukkan kesiapan digital dan manajemen risiko yang lebih memadai,” tegas Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan, Jumat (7/11/2025).
Kebijakan ini merupakan bagian dari agenda strategis OJK untuk memperkuat fundamental dan mendorong konsolidasi bank-bank kecil. Langkah ini dinilai krusial untuk membangun struktur perbankan nasional yang lebih tangguh menghadapi tiga tantangan sekaligus: ketidakpastian ekonomi global, percepatan digitalisasi, dan meningkatnya ancaman serangan siber.
Dalam pernyataannya, Dian menegaskan bahwa penguatan fundamental tak lagi sekadar urusan neraca keuangan. “Penguatan fundamental tersebut tidak hanya mencakup aspek keuangan, tetapi juga kesiapan bank dalam melakukan transformasi teknologi dan memperkuat tata kelola,” ujarnya.
Pernyataan ini bukan sekadar wacana. OJK telah mengirimkan imbauan formal kepada seluruh bank KBMI 1 pada akhir Oktober lalu, meminta mereka melakukan evaluasi menyeluruh atas kinerja bisnis, kualitas aset, permodalan, dan prospek jangka panjang. Yang lebih penting, bank-bank diminta mengidentifikasi langkah penguatan modal baik secara organik maupun anorganik, termasuk peluang konsolidasi dengan pihak lain.
“Pendekatan OJK sekarang ini masih bersifat persuasif, tapi tentu bisa saja nanti diberikan insentif kepada bank-bank yang akan melakukan konsolidasi,” kata Dian, seraya menekankan bahwa proses konsolidasi harus berjalan hati-hati sesuai karakteristik masing-masing bank.
Tekanan pada Pemegang Saham Pengendali
Regulator tak hanya menyasar manajemen bank. Dian secara khusus menyoroti peran krusial Pemegang Saham Pengendali (PSP) dalam mendukung langkah strategis penguatan modal dan transformasi digital. “OJK mengharapkan teman-teman di KBMI 1 tidak semata-mata memikirkan survival bank-nya, tetapi juga kontribusinya bagi perbankan nasional yang lebih kuat ke depan,” tuturnya.
Tekanan ini muncul di saat yang tepat. Data OJK per Agustus 2025 menunjukkan bank KBMI 1—dengan modal inti kurang dari US$70 juta—masih mendominasi jumlah bank secara keseluruhan, namun kontribusinya terhadap total aset perbankan nasional tidak mencapai 5%. Ketimpangan ini yang ingin diperbaiki OJK melalui konsolidasi dan transformasi digital.
Evolusi Sistem Klasifikasi Bank
Ke depan, OJK membuka kemungkinan penyempurnaan radikal terhadap kerangka pengelompokan bank. Meski saat ini klasifikasi KBMI masih berbasis modal inti, Dian mengungkapkan regulator akan mempertimbangkan untuk menjadikan kesiapan digital dan tata kelola risiko sebagai elemen yang lebih signifikan dalam pengawasan dan kategorisasi perbankan.
Perubahan paradigma ini sejalan dengan tren global. Bank for International Settlements (BIS) dalam laporan terbarunya menekankan pentingnya integrasi teknologi dalam pengawasan perbankan, sementara di Indonesia sendiri, transformasi digital perbankan telah menunjukkan percepatan signifikan dengan nilai transaksi digital banking yang tumbuh rata-rata 35% per tahun sejak pandemi.
Dengan kebijakan baru ini, OJK berharap dapat menciptakan ekosistem perbankan nasional yang semakin efisien, adaptif, dan berdaya saing. Bagi bank-bank kecil, pilihannya jelas: bertransformasi atau tertinggal dalam persaingan yang semakin ketat.
Digionary:
● KBMI (Kelompok Bank Modal Inti): Klasifikasi bank berdasarkan modal inti yang dimiliki, terdiri dari KBMI 1 hingga 4.
●Konsolidasi Anorganik: Penguatan perusahaan melalui merger, akuisisi, atau penggabungan dengan entitas lain.
●Konsolidasi Organik: Penguatan perusahaan melalui pertumbuhan bisnis internal tanpa melibatkan entitas eksternal.
●Pemegang Saham Pengendali (PSP): Pihak yang memiliki pengaruh signifikan dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan.
●Transformasi Digital: Proses integrasi teknologi digital ke dalam semua aspek bisnis, mengubah fundamental operasional dan cara memberikan nilai kepada pelanggan.
#OJK #Perbankan #KBMI1 #TransformasiDigital #BankDigital #RegulasiPerbankan #Fintech #DigitalBanking #KonsolidasiBank #ManajemenRisiko #PerbankanNasional #SektorKeuangan #TeknologiFinansial #BankIndonesia #Digitalisasi #KebijakanPerbankan #BankKecil #SistemPerbankan #InovasiDigital #RiskManagement
