Cuan Rp80,9 Miliar, Superbank Buktikan Digitalisasi Bukan Cuma Soal Aplikasi dan User Experience

- 22 Oktober 2025 - 12:01

Superbank—bank digital hasil kolaborasi Grab, Emtek, Singtel, dan KakaoBank—menutup kuartal III 2025 dengan laba Rp80,9 miliar dan 5 juta nasabah. Model bisnis digital-first terbukti efektif mendorong efisiensi dan pertumbuhan berkelanjutan, sementara pasar menanti langkah selanjutnya: penawaran saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.


Fokus Utama:

1. Laba melonjak dan efisiensi meningkat: Superbank mencatatkan laba sebelum pajak Rp80,9 miliar dengan pendapatan bunga bersih tumbuh 176% YoY menjadi Rp1,1 triliun.
2. Basis pengguna digital masif: 5 juta nasabah aktif berkat sinergi dengan ekosistem Grab dan OVO.
3. Momentum menuju IPO: Dengan aset Rp16,5 triliun dan DPK Rp9,8 triliun, Superbank menegaskan dirinya sebagai kandidat kuat bank digital publik pertama di Indonesia.


Superbank menutup kuartal III 2025 dengan laba Rp80,9 miliar dan 5 juta nasabah. Didukung Grab, OVO, Singtel, dan KakaoBank, bank digital ini menunjukkan efisiensi tinggi dan siap menuju IPO di BEI.


Hanya dalam waktu setahun sejak meluncurkan aplikasinya pada Juni 2024, Superbank—bank digital di bawah naungan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) bersama Grab, Singtel, dan KakaoBank—menunjukkan bahwa model digital-first bukan sekadar jargon pemasaran. Di kuartal III 2025, bank ini berhasil mencetak laba sebelum pajak Rp80,9 miliar, sebuah lompatan besar untuk bank digital yang baru beroperasi penuh.

Pertumbuhan pendapatan bunga bersih mencapai 176% year-on-year (YoY) menjadi Rp1,1 triliun, didorong oleh efisiensi operasional dan ekspansi kredit ritel berbasis teknologi. “Didukung oleh integrasi layanan dengan Grab dan OVO yang tumbuh pesat, kami terus membuktikan bahwa pendekatan digital-first mampu menghadirkan pertumbuhan yang sehat sekaligus layanan yang aman dan mudah diakses oleh lebih dari 5 juta nasabah kami,” ujar Tigor M. Siahaan, Presiden Direktur Superbank, Selasa (21/10).

Sinergi Ekosistem dan Inklusi Keuangan

Kunci keberhasilan Superbank adalah kemampuannya memanfaatkan kekuatan ekosistem Grab dan OVO untuk membangun kepercayaan dan kemudahan bagi pengguna. Produk seperti OVO Nabung by Superbank memperluas akses ke tabungan digital, terutama bagi segmen masyarakat underbanked yang selama ini sulit menjangkau layanan perbankan konvensional.

Dengan pendekatan ini, jumlah transaksi harian naik lebih dari 40% dibandingkan kuartal sebelumnya, menandai adopsi digital yang kian dalam. Kredit yang disalurkan juga meningkat 84% YoY menjadi Rp9,04 triliun, dengan total aset menembus Rp16,5 triliun. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 203% YoY menjadi Rp9,8 triliun, mencerminkan lonjakan kepercayaan publik terhadap bank digital ini.

Data tersebut menempatkan Superbank sejajar dengan pemain besar seperti Bank Jago dan Bank Neo Commerce, dua bank digital yang lebih dulu mencicipi pertumbuhan eksponensial di tengah maraknya digitalisasi keuangan nasional.

Menjaga Kesehatan Finansial di Tengah Pertumbuhan

Berbeda dari tren awal bank digital yang agresif namun sering defisit, Superbank memilih strategi pertumbuhan terkendali. Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat 92%, menunjukkan keseimbangan yang sehat antara ekspansi dan likuiditas. Net Interest Margin (NIM) naik menjadi 10,64%, sementara Cost to Income Ratio (CIR) turun drastis menjadi 70,14% dari 149,65% tahun lalu. Kualitas aset pun terjaga, dengan Non-Performing Loan (NPL) Gross di 2,83% dan NPL Net hanya 1,21%.

Capaian ini merupakan indikasi kematangan model bisnis digital. Superbank berhasil menunjukkan bahwa digitalisasi bukan hanya soal aplikasi dan user experience, tapi tentang efisiensi, manajemen risiko, dan kepercayaan publik.

IPO di Depan Mata?

Meski belum ada konfirmasi resmi, rumor Initial Public Offering (IPO) Superbank di Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menguat. Dengan kinerja yang stabil, basis nasabah besar, serta dukungan ekosistem global (Grab, KakaoBank, Singtel), pasar menilai Superbank siap melangkah ke lantai bursa. Langkah ini bisa menjadikannya bank digital pertama di Indonesia yang go public dengan skala regional.

Superbank kini berdiri di persimpangan menarik, antara memperkuat fondasi digital dan memperluas pengaruh keuangan inklusif di Asia Tenggara.
Jika tren ini berlanjut, Superbank berpotensi menjadi contoh bagaimana kolaborasi lintas negara dan teknologi dapat menciptakan lembaga keuangan masa depan.


Digionary:

● CIR (Cost to Income Ratio): Rasio biaya operasional terhadap pendapatan; semakin rendah menunjukkan efisiensi tinggi.
● DPK (Dana Pihak Ketiga): Dana yang dihimpun bank dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito.
● Digital-first: Strategi bisnis yang menempatkan teknologi digital sebagai poros utama layanan dan operasional.
● IPO (Initial Public Offering): Penawaran saham perdana suatu perusahaan di bursa efek.
● LDR (Loan to Deposit Ratio): Rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun.
● NIM (Net Interest Margin): Selisih antara pendapatan bunga dan biaya bunga; indikator profitabilitas bank.
● NPL (Non-Performing Loan): Kredit bermasalah atau gagal bayar.
● OVO Nabung: Produk tabungan digital hasil kolaborasi antara OVO dan Superbank.
● Underbanked: Kelompok masyarakat yang belum memiliki akses penuh ke layanan keuangan formal.
● Year-on-Year (YoY): Perbandingan kinerja antarperiode tahunan.

#Superbank #BankDigital #Grab #OVO #Emtek #KakaoBank #Singtel #DigitalBanking #FintechIndonesia #InklusiKeuangan #IPO #BEI #PerbankanDigital #EkonomiDigital #TransformasiKeuangan #BankingInnovation #NasabahDigital #LabaSuperbank #InvestasiFintech #PertumbuhanEkonomi

Comments are closed.