Bank digital mulai menurunkan bunga simpanan mengikuti arah kebijakan Bank Indonesia (BI) yang memangkas BI Rate menjadi 5% dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menurunkan bunga penjaminan menjadi 3,5%. Bank Raya, Krom Bank, dan Allo Bank sudah mengambil langkah penyesuaian, sementara analis memperkirakan strategi “bunga tinggi” yang selama ini jadi andalan bank digital akan tergeser oleh inovasi produk, ekosistem layanan, dan teknologi.
Fokus Utama:
- Penurunan BI Rate dan LPS Rate mendorong bank digital menyesuaikan bunga simpanan.
- Bank Raya, Krom Bank, dan Allo Bank mengubah strategi untuk tetap kompetitif di tengah bunga rendah.
- Analis menilai bank digital harus bertransformasi dari sekadar adu bunga ke inovasi produk dan layanan agar tetap tumbuh.
Era bunga tinggi di bank digital tampaknya berakhir lebih cepat dari perkiraan. Setelah Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5% dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurunkan bunga penjaminan simpanan rupiah menjadi 3,5%, bank-bank digital pun serentak menyesuaikan bunga simpanannya.
Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) sudah mulai melakukan penyesuaian sejak semester II/2025. Direktur Keuangan Bank Raya, Rustarti Suri Pertiwi, menyebut langkah ini dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kondisi likuiditas dan strategi jangka panjang. “Untuk penyesuaian suku bunga sudah mulai dilakukan secara bertahap dan beragam di semester II [2025],” ujarnya.
Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI) menempuh langkah serupa. Presiden Direktur Anton Hermawan menegaskan bunga simpanan tetap dijaga kompetitif agar tidak kehilangan daya tarik. “Kami secara berkesinambungan meninjau pricing agar selaras dengan dinamika pasar dan strategi jangka panjang kami,” katanya.
Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) juga mengumumkan rencana penurunan bunga tabungan dan deposito sejak awal September, efektif per Oktober 2025. “Sesuai aturan OJK, bank telah mengumumkan rencana penurunan suku bunga di awal bulan September yang akan efektif di awal Oktober,” ungkap Direktur Risiko, Legal, dan Kepatuhan Allo Bank, Ganda Raharja Rusli.
Kontras dengan Bank Konvensional
Langkah bank digital ini menandai fase baru kompetisi perbankan. Selama dua tahun terakhir, bank digital dikenal berani memberi bunga simpanan tinggi, bahkan 6–7%, jauh di atas bank konvensional besar seperti BCA, Mandiri, dan BRI yang rata-rata hanya 2–3%. Strategi ini sukses mendongkrak jumlah nasabah baru, khususnya generasi muda.
Namun dengan BI Rate turun ke 5% dan LPS Rate ke 3,5%, ruang manuver bank digital semakin terbatas. Jika mempertahankan bunga tinggi, margin tergerus. Jika menurunkan bunga, daya tarik simpanan melemah dan nasabah bisa kembali ke bank besar yang menawarkan stabilitas dan jaringan luas.
Bank konvensional punya keunggulan basis dana murah (CASA). Bank Mandiri kini sudah mencatat CASA lebih dari 70% dari total dana pihak ketiga (DPK). BCA tetap mengandalkan loyalitas nasabah lewat ekosistem pembayaran, sedangkan BRI fokus memperkuat UMKM. Dengan pondasi dana yang kuat, mereka tidak perlu mengandalkan bunga simpanan tinggi untuk menarik nasabah.
Analisis Ekonom & Prediksi
Ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardhana, menilai, penurunan suku bunga memang menekan biaya dana, tetapi model bisnis bank digital harus berubah. “Jika hanya bertumpu pada suku bunga, mereka bisa kehilangan daya saing. Bank digital perlu mengimbangi dengan diversifikasi produk, misalnya menawarkan investasi ritel, wealth management berbasis digital, atau layanan kredit yang lebih inovatif,” katanya.
Bank digital mulai turunkan bunga simpanan usai BI dan LPS pangkas suku bunga. Strategi “bunga tinggi” berakhir, analis sebut inovasi produk dan layanan jadi kunci pertumbuhan.
Mandiri Sekuritas dalam riset terbarunya menilai, penurunan BI Rate justru lebih menguntungkan bank konvensional yang memiliki basis CASA besar. Bank digital, sebaliknya, harus bertransformasi dari strategi akuisisi nasabah berbasis bunga ke retensi nasabah berbasis layanan.
Meski begitu, peluang tetap terbuka. Penurunan BI Rate diproyeksikan mempercepat pertumbuhan kredit, dengan target OJK mencapai 10% pada 2025, lebih tinggi dari realisasi 2024 sebesar 8,5%. Bank digital punya ruang masuk ke segmen kredit konsumsi dan pembiayaan mikro, area yang dinilai cocok dengan kekuatan digitalisasi mereka.
Artinya, meski keuntungan dari bunga simpanan menipis, kompetisi bank digital belum berakhir. Pertarungan berikutnya bukan lagi soal siapa paling tinggi memberi bunga, melainkan siapa paling cepat menghadirkan ekosistem layanan, teknologi keuangan, dan pengalaman nasabah yang unggul.
Digionary
● Allo Bank: Bank digital di bawah grup CT Corp yang berfokus pada layanan perbankan berbasis aplikasi.
● BI Rate: Suku bunga acuan Bank Indonesia yang menjadi panduan perbankan nasional.
● BPS (Basis Poin): Satuan ukuran perubahan suku bunga, 1 bps = 0,01%.
● CASA (Current Account Saving Account): Dana murah bank berupa tabungan dan giro.
● Deposito: Simpanan berjangka dengan bunga lebih tinggi dibanding tabungan biasa.
● DPK (Dana Pihak Ketiga): Total dana yang dihimpun bank dari nasabah, baik tabungan, giro, maupun deposito.
● Krom Bank: Bank digital Indonesia yang menawarkan layanan simpanan dan pembiayaan berbasis digital.
● Lending Facility: Fasilitas pinjaman BI ke bank untuk menjaga likuiditas jangka pendek.
● Likuiditas: Kemampuan bank menyediakan dana tunai untuk kewajiban jangka pendek.
● LPS Rate (TBP): Tingkat bunga penjaminan simpanan yang ditetapkan LPS.
● Mandiri Sekuritas: Perusahaan sekuritas milik Bank Mandiri yang juga merilis riset pasar keuangan.
● OJK: Otoritas Jasa Keuangan, regulator sektor keuangan di Indonesia.
● Suku bunga simpanan: Imbal hasil nasabah atas tabungan atau deposito.
#BankDigital #BIrate #LPSrate #BankRaya #KromBank #AlloBank #PerbankanIndonesia #Deposito #CASA #BankKonvensional #BCA #Mandiri #BRI #SukuBunga #EkonomiIndonesia #Kredit #Likuiditas #Investasi #OJK #PertumbuhanEkonomi
