Bongkar Bobroknya Kelolaan Investasi Taspen dan Asabri, OJK: Rentan Disalahgunakan

- 24 September 2025 - 09:13

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti buruknya tata kelola investasi di Taspen dan Asabri yang dinilai membuka celah penyalahgunaan dan membuat hasil investasi jauh dari optimal. Dalam rapat dengan DPR, OJK merekomendasikan reformasi mendasar, mulai dari kewenangan pengawasan penuh, penerapan GCG setara industri keuangan lain, hingga pemisahan aset sosial dan komersial agar misi layanan publik tidak tergerus kepentingan bisnis.


Fokus Utama:

1. Tata kelola investasi Taspen dan Asabri dinilai sangat buruk, berpotensi disalahgunakan dan menghasilkan return yang rendah.

2. OJK mengajukan tiga rekomendasi reformasi, yakni penguatan kewenangan pengawasan, penerapan standar GCG dan manajemen risiko, serta pemisahan aset sosial dan aset komersial.

3. Pergeseran fokus BUMN asuransi sosial ke arah komersialisasi dinilai mengaburkan misi layanan publik bagi jutaan ASN dan prajurit TNI-Polri yang menjadi peserta.


OJK menilai tata kelola investasi Taspen dan Asabri sangat buruk dan rentan disalahgunakan. OJK mendorong reformasi menyeluruh lewat penguatan kewenangan, penerapan GCG, hingga pemisahan aset sosial dan komersial.


Dua perusahaan pelat merah yang memegang mandat besar sebagai penyelenggara asuransi sosial, PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero), kini tengah menjadi sorotan tajam regulator. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tata kelola investasi kedua perusahaan tersebut sangat buruk, sehingga rentan disalahgunakan dan gagal memberikan imbal hasil maksimal.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyebut masalah utama Taspen dan Asabri justru bersumber dari pengelolaan internal. “Kita mencermati kasus-kasus yang terjadi di Taspen dan Asabri adalah karena tata kelola investasinya sangat buruk sehingga disalahgunakan oleh pihak tertentu dan return investasinya kurang maksimal,” ujarnya dalam rapat Panja Komisi XI DPR RI, Selasa (23/9/2025).

Kondisi ini diperparah oleh adanya potensi pergeseran fokus. Sebagai BUMN, Taspen dan Asabri semestinya menjalankan misi layanan publik untuk menjamin Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Namun, OJK melihat orientasi korporasi keduanya kerap berbenturan dengan kepentingan sosial.

“Sebagai BUMN terdapat potensi pergeseran fokus antara misi layanan publik asuransi sosial dan tujuan korporasi,” kata Ogi.

Rekomendasi Reformasi

Dalam forum itu, OJK menyampaikan tiga rekomendasi utama. Pertama, OJK meminta penguatan kewenangan pengawasan menyeluruh atas Taspen dan Asabri. Selama ini, hanya Asabri yang memiliki dasar hukum pengawasan berbentuk Peraturan Pemerintah, sementara Taspen masih di luar cakupan pengawasan penuh.

Kedua, kewajiban penerapan standar tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) serta manajemen risiko setara industri jasa keuangan lain. Dengan portofolio investasi besar, standar pengawasan Taspen dan Asabri mestinya tidak berbeda dengan bank, asuransi komersial, maupun dana pensiun swasta.

Ketiga, OJK mendorong aturan tegas mengenai pemisahan aset (ring-fencing). Artinya, aset program asuransi sosial harus dipisahkan dari aset perusahaan untuk kegiatan komersial lain, sehingga dana peserta tidak tercampur dengan kepentingan bisnis. “Kalau badan pengelola itu bisa dipisahkan, antara aset program dengan aset badan itu terpisah,” jelas Ogi.

Akar Masalah Lama

Isu tata kelola buruk Taspen dan Asabri bukan hal baru. Sejumlah kasus korupsi besar pernah menyeret manajemen Asabri, dengan kerugian negara ditaksir mencapai puluhan triliun rupiah. Pada 2021, Kejaksaan Agung mengungkap kerugian investasi Asabri hingga Rp22,7 triliun. Taspen pun pernah disorot karena penempatan investasi yang tidak produktif.

Menurut data Kementerian BUMN, kedua perusahaan ini mengelola dana ratusan triliun rupiah yang menyangkut hak jutaan Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri. Jika tata kelola tidak segera dibenahi, risiko finansial dan sosial bisa semakin besar.

Dari sisi regulasi, DPR dan OJK tengah membahas Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK). Revisi ini diharapkan dapat memperjelas status hukum Taspen dan Asabri, termasuk kemungkinan perubahan bentuk badan hukum agar lebih mirip dengan BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan.

Namun, perdebatan di parlemen masih berlangsung: apakah kedua BUMN asuransi sosial ini sebaiknya tetap berbentuk PT atau bertransformasi menjadi badan pengelola. Apapun pilihannya, reformasi tata kelola kini menjadi tuntutan mendesak, bukan sekadar wacana.


Digionary:

● Asabri – BUMN yang mengelola program asuransi sosial untuk prajurit TNI, anggota Polri, dan PNS Kemhan/Polri.
● BPJS – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, lembaga publik yang menyelenggarakan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan.
● BUMN – Badan Usaha Milik Negara, perusahaan yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki negara.
● GCG (Good Corporate Governance) – Prinsip tata kelola perusahaan yang baik, mencakup transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran.
● JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) – Program perlindungan sosial bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja.
● JKM (Jaminan Kematian) – Program santunan bagi ahli waris peserta yang meninggal dunia.
● OJK (Otoritas Jasa Keuangan) – Lembaga independen yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan di Indonesia.
● P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) – Rancangan Undang-Undang yang bertujuan memperkuat regulasi sektor keuangan nasional.
● Ring-fencing – Pemisahan aset antara program sosial dan aset korporasi agar tidak saling tercampur.
● Taspen – BUMN yang mengelola asuransi sosial bagi ASN dan pejabat negara.

#OJK #Taspen #Asabri #AsuransiSosial #BUMN #GCG #Investasi #ReformasiKeuangan #RUUP2SK #RingFencing #KrisisAsuransi #TataKelola #DanaPensiun #DPRRI #BPJS #KeuanganNegara #PengawasanKe

Comments are closed.