Setelah Jiwasraya dan Bumiputera, Tujuh Asuransi Lain Terancam Rugi Rp19,34 Triliun

- 25 September 2025 - 16:05

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap tujuh perusahaan asuransi berada dalam kondisi kritis dengan potensi kerugian Rp19,34 triliun. Situasi ini mempertegas rapuhnya industri asuransi nasional setelah sebelumnya sepuluh perusahaan dicabut izinnya, sementara Jiwasraya dan Bumiputera masih terjerat restrukturisasi berkepanjangan. Krisis ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas pengawasan serta kepercayaan publik terhadap industri asuransi di Indonesia.


Fokus Utama:

1. Potensi kerugian Rp19,34 triliun: OJK menempatkan tujuh perusahaan asuransi dalam pengawasan khusus karena risiko gagal bayar dan penurunan manfaat polis hingga 52,91%.
2. Sejarah krisis berulang: Sejak 2015, sepuluh perusahaan asuransi telah dicabut izinnya dengan kerugian Rp19,41 triliun dan 30 ribu nasabah terdampak.
3. Restrukturisasi belum tuntas: Kasus Jiwasraya dan Bumiputera masih membebani kepercayaan publik, dengan nilai manfaat turun Rp13,2 triliun di Bumiputera dan Rp15,8 triliun di Jiwasraya.


OJK mengungkap tujuh perusahaan asuransi terancam rugi Rp19,34 triliun. Kasus ini menambah daftar panjang krisis asuransi setelah Jiwasraya dan Bumiputera. Bagaimana dampaknya terhadap kepercayaan publik dan stabilitas keuangan nasional?

Industri asuransi nasional kembali diterpa badai. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan ada tujuh perusahaan asuransi yang kini berada dalam kategori pengawasan intensif dan khusus. Potensi kerugian yang membayangi perusahaan-perusahaan itu mencapai Rp19,34 triliun, dengan penurunan nilai manfaat polis hingga 52,91%.

“Kami mencatat tujuh perusahaan berpotensi mengalami kerugian Rp19,34 triliun, penurunan nilai manfaat sebesar 52,91%,” ujar Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, dalam rapat Panja Revisi UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK dengan Komisi XI DPR, Selasa (23/9).

Meski demikian, Ogi enggan menyebutkan nama perusahaan yang dimaksud. Transparansi terbatas ini kembali memunculkan kegelisahan publik, mengingat pengalaman pahit kasus Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) yang hingga kini masih membekas.

Krisis yang Berulang

Sejak 2015, OJK sudah mencabut izin usaha sepuluh perusahaan asuransi yang terbukti insolvent atau tidak mampu memenuhi kewajibannya. Kerugian dari kasus-kasus itu ditaksir Rp19,41 triliun dengan jumlah pemegang polis terdampak mencapai 30.170 orang.

Di saat yang sama, dua perusahaan besar masih berkutat dalam proses restrukturisasi panjang. AJBB mengalami penurunan manfaat rata-rata 47,3% atau setara Rp13,2 triliun dengan 1,9 juta pemegang polis terdampak. Sementara Jiwasraya, meski sudah melakukan program restrukturisasi sejak 2020, tetap membebani negara dengan penurunan manfaat sekitar 30% atau Rp15,8 triliun yang menjerat lebih dari 314 ribu nasabah.

“Dua perusahaan saat ini masih dalam proses restrukturisasi. Jiwasraya dan Bumiputera masih berjalan restrukturisasinya,” kata Ogi.

Ancaman Kepercayaan Publik

Kondisi ini mencerminkan rapuhnya fondasi industri asuransi nasional. Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan penetrasi asuransi jiwa di Indonesia pada 2024 hanya 1,2% dari PDB—jauh tertinggal dibandingkan Malaysia (3,3%) dan Singapura (6,6%). Dengan maraknya kasus gagal bayar, kepercayaan masyarakat semakin tergerus.

Ekonom senior Indef, Bhima Yudhistira, menilai lemahnya tata kelola menjadi sumber masalah utama. “Selama praktik manajemen risiko dan pengawasan tidak dibenahi, kasus gagal bayar akan terus berulang,” ujarnya.

Selain itu, hasil riset Deloitte 2025 menegaskan bahwa industri asuransi di Asia Tenggara menghadapi risiko besar akibat ketidakmampuan perusahaan beradaptasi dengan teknologi digital dan manajemen risiko modern.

Revisi UU P2SK diharapkan bisa memperkuat perlindungan nasabah dan memperketat tata kelola industri asuransi. Namun, implementasi di lapangan akan menjadi ujian. Tanpa langkah konkret, potensi krisis asuransi bisa melebar dan mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional. ■

Foto: Antara.


Digionary:

● AJBB (Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912): perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia yang tengah menghadapi krisis keuangan.
● Insolvent: kondisi ketika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya.
● Jiwasraya: BUMN asuransi jiwa yang terjerat kasus gagal bayar terbesar dalam sejarah Indonesia.
● Nilai Manfaat: jumlah klaim atau manfaat polis yang seharusnya diterima pemegang polis.
● OJK (Otoritas Jasa Keuangan): lembaga negara yang mengawasi sektor jasa keuangan di Indonesia.
● P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan): regulasi yang mengatur penguatan sistem keuangan nasional.
● Pengawasan Intensif dan Khusus: kategori pemantauan OJK terhadap perusahaan yang dinilai memiliki risiko keuangan tinggi.
● Restrukturisasi: upaya perbaikan keuangan perusahaan dengan mengubah struktur kewajiban dan aset.

#Asuransi #OJK #Jiwasraya #Bumiputera #Restrukturisasi #EkonomiIndonesia #KrisisAsuransi #SektorKeuangan #UUKeuangan #Investasi #KerugianAsuransi #AsuransiJiwa #Nasabah #Insolvensi #KeuanganNasional #StabilitasEkonomi #ReformasiAsuransi #IndustriAsuransi #PerlindunganNasabah #RegulasiKeuangan

Comments are closed.