Bitcoin anjlok di bawah US$108.000 akibat pengetatan likuiditas di sistem keuangan AS,namun potensi rebound hingga US$120.000-130.000 masih terbuka jika The Fed melonggarkan kebijakan moneter, sementara investor disarankan strategi DCA untuk akumulasi aset kripto blue chip.
Fokus Utama:
1. Penurunan Bitcoin dipicu pengetatan likuiditas sistem keuangan AS.
2. Potensi rebound jika The Fed lakukan pelonggaran kebijakan moneter.
3. Strategi DCA dan akumulasi aset kripto blue chip di saat koreksi.
Bitcoin anjlok ke US$107.900 akibat krisis likuiditas AS!Tapi potensi rebound ke US$130.000 masih terbuka.
Pasar kripto kembali diguncang koreksi tajam. Bitcoin (BTC) merosot di bawah level psikologis US$108.000, tepatnya ke posisi US$107.900, mencerminkan tekanan jual yang masih membayangi aset digital meski emas dan perak justru mencetak rekor tertinggi baru.
Fahmi Almuttaqin, Analyst Reku, mengungkapkan analisis mendalam di balik pelemahan ini. “Pengetatan likuiditas di sistem keuangan Amerika Serikat dan kekhawatiran terkait meningkatnya ketegangan perang dagang China-AS menjadi faktor utama di balik melemahnya performa aset berisiko tinggi saat ini,” jelas Fahmi.
Yang menjadi perhatian adalah sinyal pengetatan likuiditas yang tampak dari beberapa indikator kunci. Data TradingView mencatat selisih antara Secured Overnight Financing Rate (SOFR) dan Effective Federal Funds Rate (EFFR) melonjak menjadi 0,19 poin dari sebelumnya 0,02 poin—level tertinggi sejak Desember 2024.
“Kenaikan selisih ini menandakan biaya pendanaan antar bank yang meningkat, bahkan untuk pinjaman yang dijamin dengan surat utang pemerintah AS,” imbuh Fahmi.
Sinyal lain datang dari meningkatnya penggunaan Standing Repo Facility (SRF) milik The Fed. Pada Rabu (15/10), bank-bank komersial menarik dana sebesar US$6,75 miliar dari SRF—level tertinggi sejak akhir pandemi COVID-19.
Meski The Fed telah memangkas suku bunga pada September lalu, kondisi likuiditas justru mengetat. “Pemangkasan suku bunga oleh The Fed belum diikuti oleh perluasan neraca. Data FRED menunjukkan total aset bank sentral per 16 Oktober 2025 tercatat US$6,59 triliun, masih jauh di bawah puncak pandemi sekitar US$9 triliun,” papar Fahmi.
Faktor memperparah adalah saldo Treasury General Account (TGA) di The Fed yang tetap tinggi di kisaran US$800 miliar, menandakan pemerintah AS masih menarik dana dari pasar lewat penerbitan obligasi.
Di tengaw badai likuiditas ini, ada secercah harapan. Fahmi memperkirakan The Fed bisa kembali melonggarkan kebijakan jika tekanan pendanaan makin berat. “Jika langkah itu benar terjadi, Bitcoin berpotensi rebound ke kisaran US$120.000-130.000 di sisa tahun ini,” ujarnya.
Optimisme ini didukung tren akumulasi yang masih solid di BTC dan ETH, seiring berkembangnya naratif DATs (Digital Asset Treasuries).
Untuk investor jangka panjang, Fahmi menyarankan memanfaatkan momentum pelemahan untuk akumulasi aset kripto dengan fundamental kuat. “Strategi Dollar Cost Averaging (DCA) masih relevan, khususnya mengingat potensi terciptanya level harga tertinggi baru bagi Bitcoin dan Ethereum masih cukup terbuka jika pelonggaran moneter AS terjadi.”
Dengan fitur Packs di Reku yang dilengkapi sistem Rebalancing, investor bisa mengoptimalkan strategi DCA secara otomatis menyesuaikan dengan kondisi pasar, membuat akumulasi aset kripto blue chip menjadi lebih mudah dan optimal di tengah volatilitas.
Digionary:
● Dollar Cost Averaging (DCA): Strategi investasi rutin dengan jumlah tetap secara berkala
●Safe Haven Assets: Aset pelindung nilai seperti emas dan perak
●Digital Asset Treasuries (DATs): Konsep treasuri digital menggunakan aset kripto
#Bitcoin#Kripto #BitcoinAnjlok #InvestasiKripto #Reku #AnalisisKripto #BTC #ETH #DCAStrategy #ReboundBitcoin #LikuiditasAS #TheFed #PasarKripto #CryptoInvestment #VolatilitasKripto #SafeHaven #GoldRally #FinancialAnalysis #CryptoMarket #DigitalAsset
