Lebih dari Emas atau Gadget: 45% Gen Z AS Pilih Bitcoin dan Kripto sebagai Hadiah Natal

- 10 Desember 2025 - 15:57

Survei terbaru Visa dan Morning Consult mengungkap pergeseran budaya hadiah di Amerika Serikat: 45% Generasi Z (usia 18-27 tahun) menyatakan ingin menerima aset kripto sebagai hadiah Natal 2025. Minat ini menguat di tengah tekanan inflasi dan gaya hidup digital-native, sekaligus menandai masuknya kripto ke dalam arus utama budaya konsumsi di kalangan anak muda.


Fokus Utama:

■ Pergeseran Budaya Hadiah: Survei menunjukkan perubahan mendasar dalam preferensi hadiah, di mana aset digital (kripto) kini menjadi pilihan yang signifikan, khususnya bagi 45% Generasi Z, menandai masuknya kripto ke dalam arus utama budaya konsumsi.
■ Faktor Pendorong Ekonomi dan Digital: Minat terhadap kripto sebagai hadiah didorong oleh konteks ekonomi (inflasi, biaya hidup tinggi) yang membuat anak muda mencari alternatif nilai, serta identitas sebagai digital native yang merasa natural dengan kepemilikan aset virtual.
■ Konvergensi Teknologi dalam Konsumsi: Artikel menyoroti bagaimana tren ini adalah bagian dari ekosistem perilaku konsumen baru yang lebih luas, yang memadukan kripto, AI untuk rekomendasi belanja, dan belanja lintas negara, menciptakan pengalaman Natal yang sepenuhnya terdigitalisasi.


Di saat daftar keinginan Natal biasanya dipenuhi permintaan gadget terbaru, pakaian merek ternama, atau liburan, muncul sebuah kategori hadiah yang tak terduga di kalangan anak muda Amerika Serikat: aset kripto.

Temuan ini bukan sekadar anekdot, melainkan hasil survei nasional yang dirilis oleh Visa dan Morning Consult pada awal Desember 2025. Survei terhadap 1.000 responden dewasa AS itu mengungkap sebuah perubahan sikap yang signifikan, terutama di kalangan Generasi Z (mereka yang berusia 18-27 tahun pada 2025).

Data menunjukkan, 45% dari Generasi Z menyatakan antusias jika menerima aset kripto seperti Bitcoin, Ethereum, atau stablecoin sebagai hadiah. Angka ini hampir dua kali lipat dari rata-rata nasional, yang berada di 28%. Sementara itu, minat di kalangan generasi yang lebih tua seperti Gen X dan Baby Boomers jauh lebih rendah, mempertegas jurang generasi dalam memandang kelas aset digital ini.

“Kripto telah memasuki arus utama budaya hadiah pada 2025,” demikian simpulan laporan Visa. Pernyataan itu bukan hiperbola. Survei ini menangkap sebuah momen di mana aset virtual mulai dianggap sebagai hadiah yang legitimate, bahkan diinginkan, setara dengan barang fisik.

Konteks Inflasi dan Mentalitas “Digital Native”

Lalu, apa yang mendorong keinginan ini? Analisis para ahli menyoroti dua faktor utama: tekanan ekonomi dan identitas digital generasi muda.

Di satu sisi, Generasi Z menghadapi realitas ekonomi yang menantang. Data Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) menunjukkan inflasi tahunan tetap di kisaran 3%, dengan biaya tempat tinggal—beban terbesar bagi banyak penyewa muda—melonjak 3,8%. Dalam lingkungan ini, kripto dipandang oleh sebagian anak muda bukan hanya sebagai aset spekulatif, tetapi juga sebagai alternatif penyimpanan nilai (store of value) yang lebih sesuai dengan gaya hidup mereka yang serba online, dibandingkan dengan emas atau instrumen tradisional lainnya.

Di sisi lain, ini adalah generasi yang lahir dan besar di dunia digital. Mereka tidak melihat perbedaan yang tajam antara aset “nyata” dan “digital”. Kepemilikan token kripto di dompet digital dirasakan sama naturalnya dengan memiliki saldo di aplikasi mobile banking.

Fenomena ini diperkuat oleh temuan lain dalam survei yang sama: 44% Gen Z mengaku pernah membeli barang menggunakan kripto, dan 71% lebih memilih autentikasi biometrik (seperti sidik jari atau pengenalan wajah) daripada kata sandi. Preferensi mereka terhadap dompet digital (36%) juga hampir menyamai kartu fisik (34%).

Natal yang Dipermudah AI dan Global

Survei Visa juga mengungkap bagaimana teknologi lain, khususnya Kecerdasan Buatan (AI), membentuk tradisi belanja Natal. Sebanyak 47% pembelanja di AS telah menggunakan alat berbasis AI—seperti chatbot rekomendasi hadiah—untuk membantu aktivitas belanja mereka.

Perpaduan antara minat pada kripto, adopsi AI, dan kebiasaan belanja lintas batas (60% membeli hadiah dari luar negeri via e-commerce global) menggambarkan sebuah pola konsumsi baru yang benar-benar terdigitalisasi. Bruce Cundiff, Vice President Consumer Insights di Visa, menyebutnya sebagai pergeseran penting menuju perilaku belanja digital yang lebih matang.

Yang menarik, meski survei dilakukan saat pasar kripto sedang mengalami volatilitas—harga Bitcoin turun sekitar 20% sejak survei berakhir pada pertengahan Oktober—minat justru tidak surut. Bagi sebagian Gen Z, penurunan harga justru dilihat sebagai peluang untuk “buy the dip” atau membeli saat harga turun, membuat hadiah berupa kripto dianggap memiliki potensi apresiasi yang menarik.

Survei ini bukan hanya tentang hadiah. Ia adalah cermin dari sebuah perubahan sosial yang lebih besar: bagaimana sebuah generasi mendefinisikan ulang nilai, kepemilikan, dan tradisi dalam ekonomi yang semakin tak berwujud. Ketika kripto masuk ke dalam kaus kaki Natal, itu artinya ia sudah benar-benar meninggalkan dunia niche para tech-savvy dan masuk ke ruang keluarga.


Digionary:

● Buy the Dip: Strategi investasi dengan membeli suatu aset (seperti saham atau kripto) saat harganya mengalami penurunan, dengan harapan harga akan naik kembali di masa depan.
● Digital Native: Generasi yang lahir dan tumbuh di era digital sehingga sangat akrab dengan teknologi internet, komputer, dan perangkat mobile sejak kecil.
● Dompet Digital (Digital Wallet): Aplikasi atau perangkat lunak yang menyimpan informasi pembayaran digital (seperti kartu kredit, aset kripto) untuk melakukan transaksi elektronik.
● Generasi Z (Gen Z): Kelompok demografi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an (sekitar 1997-2012), dikenal sebagai generasi digital native sejati.
● Inflasi: Kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus dalam suatu perekonomian, yang mengurangi daya beli uang.
● Stablecoin: Jenis aset kripto yang nilainya dirancang untuk tetap stabil, biasanya dipatok (pegged) dengan aset lain seperti mata uang fiat (contoh: US Dollar) atau emas.
● Store of Value (Penyimpan Nilai): Aset yang dapat disimpan, diambil, dan ditukarkan di masa depan tanpa mengalami penurunan nilai yang signifikan, seperti emas atau properti.

#Kripto#Bitcoin #GenerasiZ #GenZ #Natal2025 #Survei #Visa #MorningConsult #HadiahDigital #Investasi #EkonomiDigital #Inflasi #DigitalNative #DompetDigital #BelanjaOnline #AI #Fintech #AmerikaSerikat #BudayaKonsumsi #AsetDigital

Comments are closed.