Gartner 2026 dan 5 Tren Robotika yang Akan Mengubah Dunia Industri

- 23 Oktober 2025 - 10:35

Robot bukan lagi sekadar alat mekanis yang bekerja di pabrik. Pada 2026, kecerdasan buatan (AI), sistem otonom, dan robot fisik akan menjadi tulang punggung ekonomi digital global. Laporan Bernard Marr dan Gartner memetakan lima tren utama—dari AI fisik hingga kolaborasi manusia-mesin—yang akan menentukan arah industri manufaktur, kesehatan, logistik, hingga keamanan siber. Dunia memasuki era di mana robot tak hanya menggantikan tenaga kerja, tetapi juga berkolaborasi, belajar, dan beradaptasi dalam sistem bisnis yang sepenuhnya cerdas.


Fokus Utama:

1. Fusi AI dan robotika mengubah peran manusia di tempat kerja. Robot tak lagi sekadar alat, tetapi mitra otonom yang mampu mengambil keputusan dan berkolaborasi dalam lingkungan nyata.
2. Lima tren kunci robotika 2026 versi Gartner dan Bernard Marr. Mulai dari physical AI hingga human-centric robotics, semua diarahkan untuk menciptakan efisiensi dan keselamatan kerja yang lebih tinggi.
3. Dampak sosial dan ekonomi. Transformasi robotika menuntut kebijakan baru, keterampilan baru, dan etika baru di tengah disrupsi pasar tenaga kerja global.


Lima tren robotika 2026 versi Gartner dan Bernard Marr menandai era baru di mana AI fisik, cobots, dan sistem otonom menjadi inti bisnis global. Dunia industri harus siap menyambut revolusi kolaborasi manusia dan mesin.



Ketika kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi menembus batas industri tradisional, 2026 diperkirakan akan menjadi titik balik revolusi robotika global. Menurut analis teknologi Bernard Marr, integrasi antara AI, robot, dan sistem fisik cerdas akan menciptakan bentuk kolaborasi baru antara manusia dan mesin—lebih adaptif, mandiri, dan bernilai bisnis tinggi.

“Robot tidak lagi hanya menggantikan manusia. Mereka belajar bekerja bersama manusia, memahami lingkungan, dan membuat keputusan sendiri,” tulis Marr dalam analisisnya seperti dikuti Forbes.

Laporan Gartner 2026 memperkuat pandangan itu. Lembaga riset global ini menyoroti bagaimana physical AI, sistem multiagen, dan otomatisasi otonom akan mengubah cara perusahaan beroperasi dan bersaing di dekade mendatang.

1. Physical AI: Kecerdasan yang Hidup di Dunia Nyata

Gartner menyebut “Physical AI” sebagai tren utama 2026. Ini adalah fase di mana kecerdasan buatan meninggalkan ruang digital dan masuk ke dunia fisik—menyatu dengan mesin, kendaraan, perangkat medis, hingga robot industri.

Contohnya terlihat pada Tesla Optimus, robot humanoid yang kini tengah diuji untuk tugas logistik di pabrik Fremont, atau Boston Dynamics Stretch, yang digunakan dalam gudang Amazon. AI fisik memungkinkan robot beradaptasi terhadap lingkungan, memprediksi risiko, dan menyesuaikan gerak tanpa campur tangan manusia.

Pasar robot industri global diperkirakan akan mencapai US$45 miliar pada 2026, naik dari US$35 miliar tahun ini, menurut International Federation of Robotics (IFR). Sektor logistik, kesehatan, dan konstruksi menjadi pendorong utama.

2. Collaborative and Social Robotics

Robot sosial dan kolaboratif—dikenal sebagai cobots—menjadi pilar kedua revolusi ini. Tidak lagi dikurung di pabrik, cobots kini bekerja berdampingan dengan manusia di rumah sakit, restoran, hingga kantor layanan publik.

Menurut data Markets and Markets (2025), pasar cobots tumbuh rata-rata 35% per tahun dan diperkirakan menembus US$12,3 miliar pada 2026.
Marr menekankan, “Kunci keberhasilan robot kolaboratif adalah empati digital—kemampuan untuk memahami isyarat manusia dan menyesuaikan tindakan.”

Teknologi computer vision dan sensor canggih kini memungkinkan robot mengenali wajah, gerakan, hingga nada suara. Perusahaan seperti ABB, Fanuc, dan Universal Robots sedang memperluas riset agar cobots bisa digunakan di UMKM dan industri jasa.

3. Autonomous Mobility and Drones

Era robot otonom bergerak cepat. Dari kendaraan tanpa sopir hingga drone pengiriman, sistem otonom menjadi tulang punggung logistik global.
Pada 2025, Amazon Prime Air mulai beroperasi di beberapa kota di AS, sementara JD.com di Tiongkok menggunakan armada drone untuk pengiriman pedesaan.

Di Indonesia, startup seperti Aeroterrascan dan West Java Drone Academy mulai memanfaatkan teknologi ini untuk pemetaan lahan dan pengawasan infrastruktur.
McKinsey memperkirakan, nilai pasar mobilitas otonom global akan menembus US$400 miliar pada 2030, dengan pertumbuhan tercepat terjadi di Asia Tenggara.

“Perusahaan yang gagal beradaptasi dengan teknologi otonom akan kehilangan efisiensi dan daya saing logistik,” tulis Gartner.

4. Edge AI dan Robotika Real-Time

Kinerja robot masa depan tidak lagi bergantung pada pusat data jauh. Dengan edge AI, robot dapat memproses data langsung di perangkat secara real-time.
Teknologi ini memotong latensi, meningkatkan keamanan, dan memungkinkan pengambilan keputusan instan di lapangan.

Menurut IDC, 70% sistem robot industri pada 2026 akan dilengkapi edge computing, terutama untuk manufaktur dan pertambangan.
“Edge AI adalah jembatan antara kecerdasan digital dan tindakan fisik,” ujar Marr. “Robot tidak bisa menunggu perintah dari cloud untuk memutuskan kapan harus berhenti atau menghindar.”

Contoh penerapannya terlihat pada truk tambang otonom di Australia dan Indonesia yang dikendalikan sistem edge untuk efisiensi energi dan keselamatan.

5. Human-Centric Robotics dan Etika Baru

Makin cerdasnya robot membawa dilema etika baru: batas antara peran manusia dan mesin kian kabur.
Bernard Marr menilai, fokus ke depan adalah menciptakan robot yang human-centric—meningkatkan keselamatan, kenyamanan, dan kesejahteraan manusia, bukan menggantikan mereka.

“Desain robot masa depan harus mempertimbangkan nilai-nilai manusia: tanggung jawab, empati, dan keadilan,” tulis Marr.
Gartner memperingatkan, perusahaan harus menyiapkan kebijakan tata kelola AI yang transparan agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan publik.

Laporan World Economic Forum (2025) memperkirakan 85 juta pekerjaan akan tergantikan otomatisasi pada 2030, tetapi 97 juta pekerjaan baru akan tercipta, terutama di bidang pengawasan sistem, etika AI, dan desain robotika.

Implikasi Ekonomi dan Sosial

Transformasi ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sosial. Pemerintah dan industri harus menyiapkan kebijakan pendidikan ulang (reskilling) untuk menghindari kesenjangan tenaga kerja.
Di Indonesia, Kementerian Perindustrian menargetkan adopsi robotik di 40% industri manufaktur besar pada 2027, sejalan dengan inisiatif Making Indonesia 4.0.

Bank Dunia mencatat, negara yang berinvestasi di otomasi dan pelatihan digital mengalami kenaikan produktivitas hingga 30% dibanding yang tidak.

Robot tidak lagi sekadar mesin. Mereka adalah rekan kerja, pengambil keputusan, dan mitra bisnis masa depan. Gartner dan Bernard Marr menegaskan, keberhasilan era robotika bukan ditentukan oleh siapa yang paling cepat membeli teknologi, tapi siapa yang paling cepat menanamkan kecerdasan dan etika dalam sistemnya. Masa depan ekonomi global bukan hanya otomatis—tapi kolaboratif.


Digionary:

● AI Fisik (Physical AI) — Integrasi kecerdasan buatan dalam dunia nyata melalui robot, mesin, dan perangkat pintar.
● Cobots — Collaborative robots yang bekerja berdampingan dengan manusia.
● Edge AI — Pemrosesan data AI langsung di perangkat tanpa bergantung ke cloud.
● Geopatriation — Pemindahan data atau sistem ke wilayah tertentu karena regulasi atau keamanan.
● Human-Centric Robotics — Desain robot yang berfokus pada keselamatan dan nilai kemanusiaan.
● Multiagent Systems — Sistem yang mengoordinasikan beberapa agen AI dalam satu ekosistem kerja.
● Preemptive Cybersecurity — Pendekatan keamanan yang memprediksi dan mencegah ancaman sebelum terjadi.
● Reskilling — Pelatihan ulang tenaga kerja agar siap menghadapi perubahan teknologi.

#Robotika2026 #ArtificialIntelligence #PhysicalAI #GartnerTrends #BernardMarr #DigitalTransformation #Cobots #EdgeAI #HumanCentricAI #AutonomousRobots #AIinIndustry #SmartManufacturing #AIandRobotics #IndustrialAutomation #AIethics #MachineLearning #FutureofWork #AIIndonesia #TechForecast #AIRevolution

Comments are closed.