Bank digital kecuali mengisi pasar ritel, didorong segera masuk ke pinjaman sektor produktif

- 22 Desember 2021 - 07:00

Bank digital disarankan untuk segera penetrasi ke pinjaman produktif yang membuka banyak lapangan kerja.

digitalbank.id — BANK DIGITAL DIHARAPKAN mampu mendorong kenaikan literasi keuangan digital, sekaligus penetrasi pinjaman ke sektor-sektor produktif yang menciptakan lapangan kerja.

Demikian disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, menanggapi maraknya pertumbuhan bank digital di indonesia belakangan ini.

“Visi jangka panjang bank digital sudah sesuai dengan inti layanan perbankan yaitu menjadi lembaga intermediasi yang pada akhirnya meningkatkan budaya literasi tidak hanya soal tabungan tapi bagaimana memanfaatkan platform untuk pinjaman produktif, dan berdampak pada munculnya wirausaha-wirausaha baru yang menyerap tenaga kerja secara masif,” tutur Bhima.

Bhima menilai, saat ini kebanyakan investor tertarik berinvestasi pada bank digital memiliki faktor yang cukup beragam. “Salah satu yang dilihat investor adalah prospek perkembangan perbankan digital di Indonesia sangat menjanjikan. Dalam kurun waktu 10 tahun kedepan, bank digital diperkirakan membuat persaingan industri perbankan menjadi lebih efisien, jumlah sektor usaha yang dibiayai pinjaman meningkat, serta mampu menciptakan ekosistem digital yang semakin lengkap,” kata Bhima.

Faktor demografi menurut Bhima bukan satu-satu nya yang mampu mendorong masyarakat beralih menggunakan bank digital. “Tidak hanya generasi milenial dan Z yang tertarik menjadi nasabah bank digital, generasi yang lebih senior pun melihat bank digital sebagai sebuah kebutuhan karena layanan cukup lengkap dari tabungan, pinjaman hingga layanan investasi dalam satu platform.” ujar Bhima.

Kedepan, bank digital yang mampu meningkatkan integrasi layanan dengan platform digital lain serta mampu menjadi leader dalam inovasi teknologi berpotensi menjadi market movers.

“Integrasi layanan yang dimaksud misalnya nasabah cukup membuka tabungan bank digital di platform e-commerce, sebaliknya nasabah juga bisa lakukan investasi reksadana saham di bank digital tanpa harus membuka akun baru di platform khusus investasi. Ini akan memberikan user experiences yang berbeda dari bank tradisional,” sebut dia.

Regulated industry
Di bagian lain, banyak kalangan menilai bahwa di masa depan semuanya akan serba digital, termasuk perbankan. Diketahui sektor perbankan ini sangat regulated industry, prudent, konservatif alias sulit sekali untuk berubah. Namun era digital mampu meruntuhkan kekakuan tersebut.
Poltak Hotradero, Advisor Pengembangan Bisnis Bursa Efek Indonesia (BEI), mengatakan selama 600 tahun sektor perbankan tidak mengalami perubahan signifikan. Justru, hal itu baru terjadi dalam 10 tahun terakhir ini.

Poltak menyebut, bank dimasa depan akan berada di awan atau cloud. “Sejak awal adanya bank, prinsip perbankan tidak berubah namun yang berubah adalah alatnya. Nantinya perbankan konvensional akan bertransformasi menuju platform digital demi peningkatan efisiensi. Di saat yang sama, akan muncul pula fenomena bank digital baru yang berasal dari perusahaan teknologi. Akan ada segmen pasar baru yang belum tergarap sebelumnya dan hanya bisa terlayani oleh arsitektur digital,” ungkapnya.

Pada saat yang sama, banking as a service juga akan muncul sebagai bagian dari plumbing system jasa keuangan korporasi atau individu. Dengan bank yang berada di latar belakang dan embedded, justru layanan perbankan menjadi lebih penting lagi.

“Persaingan ketiga bank akan menjadi semakin sengit, namun akan sangat menguntungkan konsumen sektor perbankan akibat tersedianya ragam pilihan kompetitif. Adapun bank yang mengalami persaingan yaitu bank konvensional, bank digital, dan embedded bank,” tegasnya.

Selanjutnya, dalam persaingan bank digital saat ini diketahui industri banking lebih besar mengeluarkan biaya untuk IT dibandingkan industri lainnya yakni sebesar 8,7%. Di mana system IT menjadi faktor penting bagi perbankan yang ingin go digital.

“Di masa depan, perbankan sudah akan memasuki era perbankan digital. Yang mana nantinya sudah tidak ada lagi yang mengantri untuk mengambil dan berusuan dengan bank karena segala sistem tranksaksinya sudah serba digital,” tandasnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun secara khusus mendukung digitalisasi ekonomi, dan mendorong semua perbankan menerapkan proses digital sehingga nasabah tidak perlu lagi bertransaksi di kantor cabang atau antre di bank.

OJK menargetkan aturan soal bank digital dapat dirilis sebelum semester pertama tahun ini berakhir. Proses penyusunan regulasi tersebut saat ini dalam tahap menerima masukan dari berbagai pihak.

Namun secara umum, pendirian bank digital akan terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, pendirian bank baru yang beroperasi sebagai bank digital dengan modal inti minimal Rp10 triliun, kedua yakni bank konvensional yang bertransformasi menjadi bank digital.
Plt. Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Tony menilai, kehadiran bank digital tidak serta merta menjadi ancaman bagi bank konvensional.

Pasalnya, bank memiliki segmen pasar yang beragam, mulai dari korporasi, ritel, UMKM, maupun Wealth Management. Sementara itu, segmen pasar bank digital masih mengarah kepada segmen ritel. Pada sisi lain, bank-bank besar umumnya juga telah memperkuat teknologi digitalnya.

“Jadi apakah Neo Bank akan menjadi ancaman bagi bank konvensional? Kalau di segmen ritel, mungkin iya. Nantinya akan terjadi persaingan di segmen ritel,” kata dia.(SAF)

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.