Meski margin terus tergerus, bank digital masih sibuk gaet nasabah dengan iming-iming bunga tinggi

- 24 November 2021 - 07:09

digitalbank.id – MEDIA SOSIAL, utamanya Instagram dan Facebook terasa semarak belakangan ini. Terutama di group, komunitas dan peminat bank digital dari generasi milenial dan gen Z. Bank digital masih terus memompa jumlah nasabahnya dengan iming-iming bunga tinggi meski risiko margin tergerus tak mungkin dihindari. Ini seperti tren yang entah sampai kapan.

Dengan suka cita dan antusias, mereka saling membanggakan aplikasi bank digital yang sudah di unduh a.l. Bank Jago, Allo Bank, Jenius, Aladin, Raya, DBS dan sebagainya. Rata- rata merasa puas, sebagian lain bilang banyak untungnya. Itu karena bank digital banyak kasih bonus dan bunga simpanan yang tinggi.

Baca juga: Tak paham selera “High Earners, Not Rich Yet”, jangan harap bank dapat cuan

Bukan hanya itu, ada gratis biaya transfer dan tarik tunai. Belum lagi potongan belanja, cash back, hadiah pulsa internet, sampai bunga simpanan yang besarannya, 4%-8% buat nasabahnya tanpa jumlah saldo minimal.

Beberapa bank digital memang tengah memanjakan nasabahnya saat ini. Seabank memberikan bunga tabungannya 7%, Bank Neo Commerce 6-8%, BTPN, Bank Jago DBS, dan TMRW UOB pada kisaran 4%. Akrobat besaran tingkat bunga juga terjadi pada rentang waktu dan jumlah simpanan atau deposito.

Semakin lama dan besarnya saldo, tentu saja bakal mendapat bunga yang tinggi. Misalnya taruh uang Rp1 juta atau Rp50 juta, direntang waktu yang mana, tingkat bunga yang diberikan akan berbeda.

Baca juga: Bank digital sebagai pandemic native, sebuah survei

Karuan saja, kaum milenial dan generasi Z gembira menyambut era bank digital ini. “buka rekening gampang, ada hadiah, ada cashback, ada kupon belanja Rp200.000 hingga Rp500.000 dalam 2 bulan ini,” kata Wulan, seorang nasabah Bank UOB yang membesut TMRW sebagai digital banking-nya.

Transaksi digital melonjak

Sementara itu, Bank Indonesia mencatat, nilai transaksi bank digital hingga Oktober 2021 ini, melonjak hingga Rp3.910 triliun atau naik 63,31% yoy. Pesatnya pertumbuhan transaksi bank digital itu, tak lepas pula dari pengamatan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), terutama dalam hal penerapan tingginya tingkat suku bunga di atas 3,5% sesuai ketentuan OJK.

Menurut OJK, pihaknya sudah melakukan teguran kepada bank-bank yang menikam suku bunga di atas ketentuan. “Saya sudah tegur, tolong diturunkan, bunga yang sekarang ditawarkan terlalu tinggi,” ujar Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo.

LPS sendiri melalui Ketua Dewan Komisionernya, Purbaya Yudhi Sadewa, mewanti-wanti, simpanan dengan bunga di atas ketentuan yang ada, tidak akan mendapat jaminan dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).

Baca juga: Survei membuktikan, lebih dari 50% generasi milenial pilih bank digital

Strategi bank berlomba-lomba memberikan bunga simpanan atau deposito yang tinggi, mau tak mau memang memicu perang bunga di arena bisnis perbankan. Seperti diakui oleh pengamat perbankan, Paul Sutaryono, sebenarnya, bank yang menaikkan suku bunga tinggi, bisa dikatakan bahwa bank tersebut sedang membutuhkan banyak dana.

Dengan kata lain, bank sangat membutuhkan likuiditas. “Bisa juga dibilang bank itu sebenarnya kurang perkasa secara likuiditas. Kalau ada apa-apa, yang
dirugikan adalah nasabahnya. Jadi nasabah yang menanggung risikonya,” jelasnya.

Risiko bank adalah tipisnya margin akibat penerapan suku bunga tinggi. Namun tak semua bank menghadapi hal itu. PT Bank BTPN Tbk. yang membesut Jenius misalnya, mencatatkan pertumbuhan laba pada kuartal ketiga tahun 2021. Laba BTPN tercatat tumbuh sebesar 32% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Direktur Utama BTPN Ongki Wanadjati Dana mengungkapkan, total laba bersih yang mereka raup kuartal ini mencapai Rp2,05 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu (yoy) laba BTPN tercatat sebesar Rp 1,54 triliun. “Ini didukung kondisi ekonomi membaik dan optimisme masyarakat yang meningkat terhadap pemulihan. Serta strategi BTPN mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam beradaptasi,” jelas Ongki belum lama ini.

Pihak BTPN juga mengakui peningkatan pengguna Jenius memberikan kontribusi signifikan terhadap laba BTPN.

Sementara itu suhu marketing, Hermawan Kartajaya. Keberadaan bank digital, apalagi yang berkolaborasi dengan startup atau usaha rintisan, menjadikan bank sudah tidak berorientasi pada profit seperti bank konvensional dulu.

“Yang dikejar oleh model bank digital saat ini adalah pertumbuhan yang harus cepat. Profit memang penting, tapi mereka sekarang mengejar pertumbuhan. Kalau perlu bakar uang pun dilakukan untuk menggaet investor,” ujarnya.

Sinyalemen Suhu marketing dari Markplus Inc ini boleh jadi ada benarnya. Perang di bisnis
perbankan, telah mengundang banyak investor kelas dunia masuk ke Indonesia, meskipun risikonya perang suku bunga ini akan membuat margin bank tergerus. Apa boleh buat? (LUK)

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.