Survei HSBC mengungkap 48% divisi keuangan di Indonesia menganggap keamanan siber sebagai hambatan utama dalam penerapan treasury real-time, tertinggi di antara delapan negara yang disurvei, dengan tantangan tambahan berupa kurangnya SDM terampil dan ketergantungan pada dokumen kertas.
Fokus Utama:
1. Keamanan siber jadi hambatan utama treasury real-time di Indonesia (48%).
2. Kurangnya SDM terampil dan anggaran memadai untuk adopsi teknologi.
3. Ketergantungan pada dokumen kertas dan kekhawatiran data menghambat transformasi digital.
Survei HSBC ungkap 48% divisi keuangan Indonesia hadapi hambatan keamanan siber dalam terapkan treasury real-time. Ketergantungan dokumen kertas jadi tantangan.
Tingkat kekhawatiran yang tinggi terhadap keamanan siber menjadi penghambat utama transformasi digital di sektor keuangan korporat Indonesia. Survei terbaru HSBC mengungkapkan 48% divisi keuangan perusahaan di Indonesia menyebut keamanan siber sebagai tantangan terbesar dalam mewujudkan treasury real-time—angka tertinggi di antara delapan negara yang disurvei.
“Di tengah ketidakpastian global saat ini, tim divisi keuangan perusahaan di kawasan Asia Pasifik kini dihadapkan pada tuntutan yang terus berkembang sehingga ada kebutuhan untuk beralih ke kapabilitas perbendaharaan yang lebih real-time,” jelas Ray Suvrodeep, Head of Treasury Solutions Group HSBC Singapura dalam media briefing di Jakarta, Kamis (16/10).
Yang menarik, hambatan utama bukanlah kurangnya teknologi, melainkan faktor sumber daya manusia dan keamanan. Ray mengakui bahwa tantangan terbesar justru datang dari “kurangnya sumber daya terampil dan orang-orang terampil untuk memanfaatkan teknologi secara optimal.”
Survei HSBC: “AI dan Tren Digitalisasi Keuangan Perusahaan Masa Depan” menunjukkan bahwa perlindungan dan keamanan data menjadi isu kritis. Seorang bendahara mengungkapkan kesulitan praktis: “Penerapan sistem treasury real-time ke dalam sistem yang sudah ada sangat sulit dilakukan di Indonesia.”
Masalah mendasar lainnya adalah ketergantungan yang masih tinggi pada proses manual. “Kami masih memasukkan faktur kertas ke sistem secara manual, jadi AI tidak bisa membaca data jika masih dalam bentuk kertas,” keluh seorang bendahara.
Meski menghadapi berbagai tantangan, para bendahara perusahaan di Indonesia sebenarnya menyadari manfaat besar dari otomatisasi dan AI. Namun realitasnya, hanya 18% bendahara yang menganggap AI akan menjadi sangat berguna dalam tiga tahun ke depan—jauh lebih rendah dibandingkan dengan pasar lain di kawasan Asia.
#HSBC#TreasuryRealTime #KeamananSiber #DigitalisasiKeuangan #FintechIndonesia #TransformasiDigital #KeuanganKorporat #Cybersecurity #AIIndonesia #FinancialTechnology #RiskManagement #DataSecurity #DigitalTransformation #SektorKeuangan #TreasuryManagement #FinancialInnovation #BankingTechnology #CorporateFinance #IndonesiaDigital #TechAdoption
