Agentic AI: Babak Baru Persaingan Global, Si Cepat Menang, Si Lambat Akan Tertinggal

- 30 September 2025 - 14:30

Laporan terbaru Bain & Company 2025 menegaskan bahwa perusahaan yang cepat mengadopsi kecerdasan buatan (AI) kini mampu mencatat kenaikan EBITDA 10%–25%. Namun, mayoritas perusahaan global masih tertinggal di tahap uji coba. Kehadiran agentic AI—AI yang mampu mengambil keputusan dan berkolaborasi lintas sistem—menjadi babak baru yang bisa memperlebar jurang antara pemimpin pasar dan pengikutnya.


Fokus Utama:

1. Perusahaan pionir sudah panen keuntungan AI, sementara mayoritas masih terjebak di tahap eksperimen.
2. Agentic AI menjadi tonggak baru, memungkinkan agen-agen digital bekerja sama, tapi memunculkan tantangan privasi, keamanan, dan kepemilikan data.
3. Strategi pragmatis lebih penting daripada mimpi ideal, perusahaan perlu fleksibel dengan solusi spesifik dan human-in-the-loop agar tidak semakin tertinggal.


Dunia bisnis memasuki era baru kecerdasan buatan. Jika sebelumnya AI hanya dipakai untuk otomatisasi sederhana, kini agentic AI menawarkan kemampuan lebih: agen digital yang bisa bekerja sama, memahami konteks, dan menyelesaikan masalah kompleks. Perusahaan yang gesit sudah menikmati lonjakan keuntungan, sementara yang lambat kian terancam tertinggal.


Bain & Company dalam Technology Report 2025 mencatat bahwa pada 2023–2024, perusahaan yang proaktif menerapkan AI berhasil meningkatkan EBITDA antara 10% hingga 25%. Keberhasilan ini diperoleh setelah mereka keluar dari fase pilot project dan berani mengintegrasikan AI ke proses inti bisnis, mulai dari penjualan, pengembangan produk, hingga manajemen data.

“Setiap hari perusahaan menunda transformasi AI, berarti satu hari lagi mereka tertinggal,” tulis tim peneliti Bain.

Namun, realitasnya sebagian besar perusahaan global masih berkutat pada proyek uji coba dengan hasil terbatas. Sementara itu, raksasa teknologi seperti Microsoft, Alphabet, OpenAI, Anthropic, hingga Salesforce pada paruh pertama 2025 sudah memperkenalkan agentic AI. Teknologi ini memungkinkan agen-agen digital tidak hanya mengerjakan satu tugas, tapi juga berkolaborasi lintas sistem dan aplikasi.

Bain mengklasifikasikan perkembangan agentic AI dalam empat level:

  • Level 1: agen berbasis LLM untuk pencarian informasi.
  • Level 2: agen tunggal dengan kemampuan menyelesaikan satu tugas mandiri.
  • Level 3: orkestrasi alur kerja lintas sistem.
  • Level 4: kolaborasi multi-agen yang lebih kompleks.

Saat ini, investasi terbesar mengalir ke Level 2 dan 3, sedangkan Level 4 masih terkendala masalah privasi data, keamanan, dan motivasi vendor yang cenderung membangun walled garden.

Bain menilai bahwa kunci sukses bukan hanya pada teknologi, tetapi juga pada keberanian perusahaan mendesain ulang alur kerja dan membersihkan data. Mereka yang menunggu “versi sempurna” AI berisiko tak pernah mengecap manfaat nyata.

Di sisi lain, arsitektur AI ideal ala Web3.0 dinilai terlalu utopis. Dunia nyata penuh dengan kepentingan vendor, data yang kotor, serta isu privasi. Solusi pragmatis berupa aplikasi human-in-the-loop diprediksi akan mendominasi dalam beberapa tahun ke depan.

Menurut laporan IDC, belanja global untuk AI diperkirakan menembus US$500 miliar pada 2025, dengan pertumbuhan tahunan rata-rata 27%. Sementara McKinsey memperkirakan AI dapat menyumbang nilai ekonomi hingga US$4,4 triliun per tahun secara global. Angka ini memperkuat urgensi bagi perusahaan untuk segera mengambil langkah.

“Pemenang era AI adalah mereka yang cepat beradaptasi, bukan yang menunggu kondisi ideal,” tegas laporan Bain.


Digionary:

● Agentic AI: teknologi AI dengan agen-agen digital yang bisa bekerja sama, memahami konteks, dan menyelesaikan tugas kompleks.
● EBITDA: indikator keuangan perusahaan, singkatan dari Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization.
● Human-in-the-loop: pendekatan AI yang tetap melibatkan manusia dalam pengawasan atau pengambilan keputusan.
● LLM (Large Language Model): model bahasa berskala besar yang menjadi basis banyak aplikasi AI modern.
● MCP (Model Context Protocol): standar komunikasi AI yang masih dalam pengembangan, mirip USB untuk perangkat keras.
● SaaS (Software as a Service): model distribusi perangkat lunak berbasis langganan yang diakses melalui cloud.
● Walled Garden: ekosistem tertutup yang dikelola vendor teknologi untuk mengunci pengguna agar tetap berada dalam platformnya.
● Web 3.0: visi internet terdesentralisasi dengan standar terbuka, sering dianggap idealis namun sulit diwujudkan penuh.

#AgenticAI #ArtificialIntelligence #BainReport2025 #TransformasiDigital #BisnisGlobal #KeuntunganAI #TeknologiMasaDepan #BigData #MachineLearning #CloudComputing #DataSecurity #AIIndonesia #DigitalTransformation #Automation #AIWorkflow #EnterpriseAI #FutureOfWork #AILeaders #TechTrends2025 #KecerdasanBuatan

Comments are closed.