Singapura mengambil langkah terobosan dalam mengatur teknologi Artificial Intelligence (AI) otonom (agentic AI) dan komputasi kuantum yang dinilai berpotensi mengganggu stabilitas digital. Menteri Digital, Josephine Teo, menekankan pendekatan proaktif dan kolaboratif dengan meluncurkan sejumlah inisiatif baru, termasuk panduan keamanan AI yang diperbarui dan kerangka kesiapan menghadapi komputasi kuantum, untuk membangun kepercayaan publik dan mengantisipasi risiko sebelum teknologi ini digunakan secara masif.
Fokus Utama:
1. Pendekatan Baru untuk Ancaman Baru: Pemerintah Singapura mengakui bahwa AI otonom dan komputasi kuantum membutuhkan paradigma regulasi yang sama sekali baru, di mana kebijakan harus dibuat sebelum semua implikasi teknologinya dapat diprediksi sepenuhnya.
2. Inisiatif Nyata untuk Membangun Kepercayaan: Tiga terobosan konkret diumumkan: pembaruan pedoman keamanan AI untuk mencakup sistem otonom, kemitraan dengan raksasa teknologi untuk berbagi intelijen siber, dan konsultasi publik mengenai indeks kesiapan dan keamanan kuantum.
3. Kolaborasi sebagai Kunci: Baik di tingkat nasional maupun internasional, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan badan global dianggap vital untuk menciptakan standar yang robust sehingga inovasi dapat berjalan beriringan dengan keamanan.
Singapura tak menunggu hingga krisis terjadi. Dalam langkah strategis, pemerintah melalui Josephine Teo mengumumkan sejumlah inisiatif untuk menjinakkan AI otonom dan komputasi kuantum. Simak panduan baru, kolaborasi dengan Google & Amazon, serta strategi antisipasi ancaman siber masa depan di sini.
Di tengah laju perkembangan teknologi yang kian tak terbendung, pemerintah Singapura memilih untuk tidak berdiam diri. Menghadapi era di mana kecerdasan artifisial (AI) tidak hanya menganalisis tetapi juga mengambil tindakan secara mandiri—sebuah konsep yang dikenal sebagai agentic AI—dan bangkitnya komputasi kuantum yang dapat merobek enkripsi terkuat sekalipun, negara kota ini mengambil posisi depan.
“Siapa yang bertanggung jawab ketika agentic AI mengalami malfungsi?” gugat Menteri Pengembangan Digital dan Informasi, Josephine Teo, dalam pidato kuncinya di Singapore International Cyber Week, Rabu (22/10). Pertanyaan retoris itu menggambarkan kegelisahan yang tengah menyergap para regulator global.
Menurut Teo, kedua teknologi disruptif ini menuntut pendekatan kebijakan yang baru. Bukan menunggu hingga dampaknya terlihat, Singapura justru akan menerapkan strategi yang proaktif, praktis, dan kolaboratif, bahkan sebelum konsekuensi penuhnya dapat dipetakan.
“Dalam beberapa area, kita tahu betapa mahalnya akibat tidak bertindak lebih awal—seperti kesenjangan digital, misinformasi, disinformasi, bahaya online, dan penipuan. Mari kita coba untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan agentic AI dan kuantum,” tegasnya seperti dilansir The Straits Times. Ia memberikan sinyal kuat tentang pentingnya belajar dari masa lalu.
Pidato Teo tidak hanya berisi peringatan, tetapi juga diiringi dengan sejumlah pengumuman kebijakan yang konkret. Tiga inisiatif utama diluncurkan untuk menjadi penjaga etika dan keamanan di garis depan teknologi.
Pertama, pedoman Badan Keamanan Siber (CSA) tentang Pengamanan Sistem AI akan diperbarui untuk memasukkan jaringan agentic AI. Pembaruan ini menjadi kerangka vital mengingat potensi agentic AI dalam meningkatkan layanan publik dan keamanan siber nasional, sekaligus risiko sistemik yang dibawanya.
“Dengan mengamati bagaimana sistem ini berperilaku—dan terkadang gagal—kita belajar pagar pembatas seperti apa yang benar-benar dibutuhkan,” ujar Teo, seraya menyebut inisiatas sandbox antara GovTech dan Google Cloud sebagai contoh “belajar dengan melakukan” yang efektif.
Kedua, ditandatanganinya nota kerja sama dengan perusahaan teknologi ternama seperti Google, Amazon Web Services, dan TRM Labs. Kolaborasi ini bertujuan untuk berbagi intelijen berbasis AI tentang ancaman siber dan memungkinkan operasi bersama melawan aktivitas jahat. Hasilnya sudah terlihat: fitur perlindungan penipuan yang ditingkatkan di Google Play Protect telah memblokir 2,78 juta instalasi aplikasi berbahaya di Singapura per September 2025.
Ketiga, sebagai antisipasi terhadap ancaman eksistensial dari komputasi kuantum, CSA meluncurkan dua dokumen untuk dikonsultasikan kepada publik: Indeks Kesiapan Kuantum (Quantum Readiness Index) dan Buku Panduan Keamanan Kuantum (Quantum-Safe Handbook). Dokumen ini dirancang untuk membantu organisasi, terutama pemilik infrastruktur informasi kritikal, menilai tingkat kesiapan dan mempersiapkan transisi ke kriptografi yang tahan kuantum.
Kolaborasi Global: Satu-Satunya Jalan
Sebagai negara kecil yang terhubung erat dengan dunia, Singapura menyadari bahwa upaya domestik saja tidak cukup. “Terobosan dalam komputasi kuantum di mana pun akan mempengaruhi enkripsi di mana-mana,” tukas Teo.
Oleh karena itu, ia mendorong agar kerja sama internasional harus beralih dari prinsip ke praktik. Salah satunya dengan menciptakan kerangka tata kelola yang memungkinkan perusahaan menguji sistem agentic AI mereka sekali saja dan mematuhi standar global. Inisiatif dengan Pusat Keunggulan Keamanan Siber ASEAN-Singapura dan Microsoft menjadi bukti nyata langkah ini.
Dalam panel diskusi, para ahli menekankan hal serupa. Royal Hansen, Wakil Presiden Teknik Keamanan Google, memberikan analogi yang gamblang. “Pagar pembatas (untuk AI) itu seperti rem pada mobil. Fungsinya bukan untuk menghentikan Anda dari melakukan apa yang ingin Anda lakukan dengan mobil itu, melainkan agar Anda dapat menyesuaikan dan melaju dengan kecepatan yang tepat untuk keadaan yang tepat.”
Sementara Dr. He Ruimin, Chief Officer AI Singapura, menawarkan perspektif unik: agen AI justru bisa digunakan untuk memitigasi risikonya sendiri. “Agen-agen ini tidak berdiri sendiri. Anda dapat memiliki agen lain yang mengawasinya… yang bisa jadi lebih aman daripada yang dilakukan oleh satu agen individu,” paparnya.
Pada akhirnya, seperti disimpulkan April Chin dari Resaro, semua pemangku kepentingan harus bersama-sama mendefinisikan apa yang dianggap “cukup baik” untuk sebuah agen AI. “Ini selalu bermuara pada pertukaran, bukan? Tidak ada AI yang sempurna di dunia ini,” katanya. Singapura, dengan langkah-langkahnya yang terukur dan visioner, tampaknya sedang berusaha keras untuk mendekati kata “sempurna” itu.
Foto: The Straits Times
Digionary:
● Agentic AI (AI Otonom): Sistem kecerdasan artifisial yang tidak hanya menganalisis data tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengambil tindakan dan membuat keputusan secara mandiri untuk mencapai tujuan tertentu, dengan intervensi manusia yang minimal.
●Kriptografi Tahan Kuantum (Quantum-Safe Cryptography): Metode enkripsi yang dirancang untuk aman dari serangan yang dilakukan oleh komputer kuantum, yang dapat memecahkan kode enkripsi konvensional dengan mudah.
●Komputasi Kuantum (Quantum Computing): Teknologi komputasi yang memanfaatkan prinsip-prinsip mekanika kuantum (seperti superposisi dan belitan) untuk memproses informasi dengan kecepatan yang jauh melebihi komputer klasik, terutama untuk masalah tertentu.
●Sandbox (Kotak Pasir): Lingkungan pengujian yang terisolasi dan aman yang memungkinkan pengembang untuk menguji coba perangkat lunak atau teknologi baru, termasuk AI, tanpa membahayakan sistem operasional yang sebenarnya.
#AgenticAI #AI #KecerdasanArtifisial #KomputasiKuantum #KeamananSiber #Siber #Teknologi #Singapura #KebijakanTeknologi #RegulasiAI #Inovasi #Digital #TransformasiDigital #Cybersecurity #QuantumComputing #JosephineTeo #GovTech #MasaDepanDigital #KeamananData #Enkripsi
