Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengambil alih pengaturan dan pengawasan derivatif keuangan berbasis efek dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Langkah ini menandai babak baru integrasi sektor keuangan Indonesia di tengah meningkatnya kompleksitas produk derivatif global. Pengawasan kini mencakup transaksi lintas bursa dan luar negeri, memperkuat kepastian hukum dan perlindungan investor di pasar derivatif nasional.
Fokus Utama:
1. Peralihan Kewenangan Strategis – OJK kini menjadi regulator tunggal untuk derivatif keuangan berbasis efek, menggantikan peran Bappebti, sesuai amanat UU P2SK.
2. Peningkatan Pengawasan dan Transparansi – OJK memperkuat sistem pelaporan elektronik (e-reporting) dan pemeriksaan onsite agar industri derivatif lebih akuntabel dan terpantau.
3. Sinergi Regulator Tiga Arah – BI, OJK, dan Bappebti membentuk mekanisme koordinasi bersama untuk menciptakan ekosistem derivatif yang efisien, aman, dan terintegrasi.
OJK resmi mengambil alih pengawasan derivatif keuangan berbasis efek dari Bappebti. Peralihan ini memperkuat kepastian hukum dan sinergi antarregulator dalam menciptakan ekosistem pasar derivatif nasional yang lebih efisien dan transparan.
Peta regulasi pasar keuangan Indonesia kembali berubah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini resmi memegang kendali penuh atas pengaturan dan pengawasan derivatif keuangan dengan aset dasar berupa efek. Peralihan kewenangan ini menandai berakhirnya peran Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dalam pengawasan produk derivatif berbasis efek, setelah kedua lembaga menandatangani addendum Berita Acara Serah Terima (BAST) di kantor OJK, Jakarta, Senin (6/10).
Penandatanganan dilakukan oleh Kepala Bappebti Tirta Karma Senjaya dan Deputi Komisioner Pengawas Emiten, Transaksi Efek, dan Pemeriksaan Khusus OJK I.B. Aditya Jayaantara. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mulai diberlakukan pada awal 2025.
“Penandatanganan addendum BAST ini memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri bahwa fungsi pengaturan dan pengawasan derivatif keuangan, termasuk penyaluran amanat nasabah ke bursa luar negeri (PALN), telah sepenuhnya beralih dari Bappebti ke OJK,” ujar Aditya.
Menurutnya, OJK telah menjalankan dua mekanisme pengawasan: offsite dan onsite. Pengawasan offsite dilakukan melalui sistem pelaporan elektronik (e-reporting), sementara pengawasan onsite dilakukan bersama tim Bappebti untuk memastikan kepatuhan industri terhadap standar regulasi.
Kepala Bappebti Tirta Karma Senjaya menambahkan, kolaborasi antara kedua lembaga akan tetap berlanjut, termasuk melalui program magang dan pertukaran keahlian antarregulator. “Produk perdagangan berjangka, mulai dari indeks, single stock, hingga PALN, kini diawasi oleh tiga regulator: BI, OJK, dan Bappebti. Karena itu, mekanisme pengawasan harus dijalankan secara terkoordinasi,” kata Tirta.
Langkah ini diharapkan mempermudah pelaku industri, meningkatkan efisiensi, dan menutup celah pengawasan di sektor derivatif yang semakin kompleks.
Dalam konteks global, pasar derivatif mengalami lonjakan signifikan. Menurut laporan Bank for International Settlements (BIS) tahun 2024, nilai nosional pasar derivatif dunia mencapai lebih dari US$700 triliun, sementara transaksi derivatif berbasis efek tumbuh hampir 15% per tahun di kawasan Asia. Kondisi ini menuntut pengawasan yang lebih adaptif terhadap risiko lintas sektor dan lintas negara.
Sesuai POJK Nomor 15 Tahun 2023, seluruh Perantara Pedagang Efek Derivatif Keuangan (PPE DK) diwajibkan memiliki Single Investor Identification (SID) bagi setiap nasabah. Kebijakan ini diharapkan memperkuat transparansi portofolio dan mitigasi risiko sistemik di pasar derivatif nasional.
Aditya menegaskan, sinergi antara OJK, Bappebti, dan BI akan terus dijaga agar proses peralihan berlangsung mulus (seamless). “Kami berkomitmen memberikan perlindungan maksimal kepada pelaku industri dan investor,” ujarnya.
Peralihan ini juga menjadi bagian dari strategi besar OJK dalam memperkuat integrasi pengawasan lintas sektor, setelah sebelumnya mengonsolidasikan regulasi aset digital dan fintech lending.
Bagi industri keuangan, langkah ini membawa harapan baru: kepastian hukum lebih kuat, prosedur pengawasan lebih sederhana, dan satu pintu kebijakan yang diharapkan mampu mendorong inovasi keuangan nasional tanpa mengorbankan stabilitas pasar.
Digionary:
● Addendum BAST: Dokumen tambahan pada Berita Acara Serah Terima yang menandai peralihan tanggung jawab antarinstansi.
● Bappebti: Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, lembaga di bawah Kementerian Perdagangan yang mengawasi perdagangan berjangka dan derivatif komoditas.
● Derivatif Keuangan: Produk keuangan yang nilainya bergantung pada aset dasar seperti saham, obligasi, atau indeks.
● E-reporting: Sistem pelaporan elektronik untuk memantau aktivitas lembaga keuangan secara daring.
● OJK: Otoritas Jasa Keuangan, lembaga independen yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan di Indonesia.
● PALN: Penyaluran Amanat Nasabah ke Bursa Berjangka Luar Negeri, mekanisme transaksi derivatif lintas negara.
● PPE DK: Perantara Pedagang Efek Derivatif Keuangan, pihak yang memperdagangkan produk derivatif atas nama nasabah.
● SID (Single Investor Identification): Nomor identifikasi tunggal bagi investor untuk memantau portofolio secara terintegrasi.
● UU P2SK: Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang menjadi dasar reformasi sistem keuangan Indonesia.
#OJK #Bappebti #DerivatifKeuangan #PasarModal #UU_P2SK #FinansialIndonesia #RegulasiKeuangan #BI #InvestorProtection #TransparansiKeuangan #EfisiensiPasar #SingleInvestorID #PALN #eReporting #SinergiRegulator #InovasiKeuangan #EkonomiIndonesia #StabilitasFinansial #OJKNews #PasarDerivatif
