Lompatan DBS di Pasar Modal: Senjata Andalan Hadapi Tekanan Suku Bunga 2026

- 8 November 2025 - 07:44

DBS Group Holdings, bank terbesar di Singapura, memproyeksikan pendapatan total 2026 akan stabil di level 2025 meski tekanan suku bunga, dengan mengandalkan pertumbuhan deposit dan pendapatan fee yang kuat di tengah ekspansi pasar modal dan diversifikasi rantai pasok korporasi Asia.


Fokus Utama:

■ Strategi Bertahan di Era Suku Bunga Turun: DBS mengantisipasi penurunan pendapatan bunga bersih dengan menggenjot pertumbuhan volume deposit dan diversifikasi pendapatan fee.
■ Momentum Pasar Modal dan Perdagangan Regional: Bank memanfaatkan kebangkitan pasar ekuitas & utang serta diversifikasi rantai pasok korporasi Asia sebagai mesin pertumbuhan baru.
■ Kinerja Kuartal III yang Melampaui Ekspektasi: Laba bersih S$2,95 miliar (-2% yoy) unggul dari proyeksi analis, didorong pendapatan fee rekor dan treasury customer sales yang melonjak 22%.


DBS proyeksikan pendapatan 2026 stabil meski tekanan suku bunga, andalkan pertumbuhan deposit & fee income. Laba Q3 S$2,95B lampaui ekspektasi dengan dividend yield menarik.


Di tengah bayang-bayang penurunan suku bunga global yang menggerus profitabilitas perbankan, DBS Group Holdings justru menyiapkan senjata ampuh untuk mempertahankan kinerja. Raksasa perbankan Singapura ini tak hanya mengandalkan pertumbuhan deposit, tetapi juga membidik kebangkitan pasar modal Asia dan arus perdagangan regional sebagai penyangga pendapatan di tahun 2026.

“Pendapatan total untuk 2026 diperkirakan akan berada di sekitar level 2025,” tegas CEO DBS Tan Su Shan dalam paparan hasil kuartal III, Kamis (6/11), dikutip dari businesstimes.com. Proyeksi optimistis ini mengemuka meski bank mengakui pendapatan bunga bersih (NII) akan tertekan oleh potensi pemotongan suku bunga AS, penguatan dolar Singapura, dan level Singapore Overnight Rate Average (SORA) yang lebih rendah.

Namun DBS punya rencana. “Kami akan menutupinya dengan pertumbuhan volume dan pertumbuhan fee,” tandas Shan dengan percaya diri. Dia melihat peluang emas di pasar modal ekuitas dan pasar modal utang, saat korporasi kembali aktif memanfaatkan kedua segmen ini di lingkungan suku bunga yang lebih rendah.

Pasar Modal dan Rantai Pasok Jadi Andalan

Strategi DBS tidak main-main. Bank ini tak hanya memfokuskan diri pada perebutan market share, tapi juga wallet share dan mind share di kalangan korporasi. Shan mencatat “banyak momentum” dalam potensi arus perdagangan, seiring dengan diversifikasi rantai pasok dan pencarian pasar baru oleh pelanggan.

“DBS sedang mengembangkan pipeline untuk perdagangan intra-regional antara negara-negara Asia, yang termasuk negara-negara Asean dan China,” tambahnya. Fokus pada konektivitas regional ini menjadi senjata strategis di tengah fragmentasi perdagangan global.

Untuk tahun 2026, DBS memproyeksikan pertumbuhan pendapatan non-bunga buku komersial di kisaran high single-digit, sementara divisi wealth management diproyeksikan mencetak pertumbuhan mid-teens. “Kami telah menyegarkan strategi wealth digital kami, yang kini mulai ‘menghasilkan buah’ karena momentum merambat ke segmen ritel dan retail wealth DBS,” ungkap Shan.

Kinerja Kuartal III Lampaui Ekspektasi

Di kuartal III 2025, DBS membukukan laba bersih S$2,95 miliar, turun 2% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, namun mampu mengalahkan proyeksi konsensus enam analis Bloomberg sebesar S$2,79 miliar. Penurunan ini terutama disebabkan oleh dampak pajak minimum global.

Yang patut dicatat, pendapatan total justru mencapai rekor baru S$5,93 miliar. “Baik pertumbuhan struktural maupun siklikal menyatu di Q3 karena pasar modal sangat kuat, jadi kami melihat momentum yang solid,” jelas Shan.

Bank ini mencatatkan pendapatan fee dan treasury customer sales—yang dijuluki “pendapatan non-bunga yang digerakkan pelanggan”—melonjak 22% secara tahunan menjadi S$1,94 miliar. “Pendapatan fee dan penjualan treasury customer harus dilihat setara karena keduanya didorong oleh permintaan pelanggan untuk produk finansial,” tegas CFO DBS Chng Sok Hui.

Deposito nasabah tumbuh 9% menjadi S$596,07 miliar, yang kemudian ditempatkan ke aset likuid berkualitas tinggi. Namun, margin bunga bersih (NIM) grup turun menjadi 1,96% dari 2,11% pada kuartal yang sama tahun lalu.

Dividen dan Respons Pasar

DBS membagikan dividen ordiner S$0,60 per saham dan dividen pengembalian modal S$0,15 per saham, membuat total pembayaran dividen kuartal ini menjadi S$0,75 per saham—jauh lebih tinggi dari S$0,54 per saham pada periode sama tahun sebelumnya.

Respons pasar pun positif. Saham DBS melonjak 3,4% menjadi S$55,29 pada jeda tengah hari Kamis, menyentuh level tertinggi sepanjang masa. Rasio kredit bermasalah (NPL) bank ini tetap stabil di 1%.

Dalam lingkungan suku bunga yang tidak menentu, strategi DBS yang berfokus pada pertumbuhan volume, diversifikasi pendapatan, dan kekuatan regional tampaknya mulai membuahkan hasil. Tantangan sekarang adalah mempertahankan momentum ini ketika tekanan suku bunga global semakin nyata di tahun depan.


Digionary:

● Net Interest Margin (NIM): Selisih antara pendapatan bunga yang diterima bank dan bunga yang dibayarkan, dibagi dengan aset penghasil bunga.
●Pasar Modal Ekuitas: Pasar tempat perusahaan menjual saham kepada publik untuk memperoleh modal.
●Pasar Modal Utang: Pasar tempat perusahaan atau pemerintah menerbitkan obligasi untuk meminjam dana.
●Singapore Overnight Rate Average (SORA): Tingkat bunga acuan untuk pinjaman antar bank di Singapura.
●Treasury Customer Sales: Pendapatan dari penjualan produk treasury seperti valas, derivatif, dan instrumen keuangan lainnya kepada nasabah.
●Wealth Management: Layanan pengelolaan kekayaan untuk individu beraset tinggi, termasuk investasi, perencanaan keuangan, dan konsultasi pajak.

#DBS #PerbankanSingapura #LaporanKeuangan #KinerjaBank #SukuBunga #Investasi #PasarModal #WealthManagement #Dividen #Saham #EkonomiAsia #ASEAN #TradeFinance #FinancialResults #BankingSector #MarketUpdate #EconomicOutlook #BusinessStrategy #FinanceNews #Singapore

Comments are closed.