Bank Jateng membukukan laba bersih Rp1,06 triliun pada kuartal III/2025, naik 3,25% secara tahunan. Kredit dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh moderat, namun rasio kredit bermasalah (NPL) gross sedikit meningkat ke 4,06%, menandakan tantangan pengelolaan kualitas aset.
Fokus Utama
● Laba bersih naik 3,25% menjadi Rp1,06 triliun, menyiratkan pertumbuhan yang terbatas di tengah tantangan industri perbankan daerah.
● Kredit tumbuh hanya 1,33% ke Rp59,44 triliun hingga September 2025, sementara DPK naik 8,18% ke Rp80,26 triliun.
● Rasio NPL gross meningkat ke 4,06% dan KPMM naik ke 24,17%, menunjukkan tekanan pada kualitas aset dan kebutuhan modal tambahan.
Bank Jateng catat laba bersih Rp1,06 triliun hingga III/2025 dengan kredit terbatas dan NPL gross naik ke 4,06%. Bank daerah ini kini dihadapkan pada dilema ekspansi vs kualitas aset.
Bank Pembangunan Jawa Tengah (Bank Jateng) bank mencatat laba bersih Rp1,06 triliun hingga kuartal III/2025, meningkat 3,25% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pencapaian ini menunjukkan bahwa meski ada pertumbuhan, laju ekspansi masih relatif terbatas di tengah lingkungan makro yang menantang.
Laporan keuangan bank tersebut mencatat penyaluran kredit sebesar Rp59,44 triliun hingga September 2025, naik 1,33% secara tahunan dari Rp58,66 triliun pada kuartal III/2024. Sementara itu penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp80,26 triliun, naik 8,18% dibanding Rp74,19 triliun setahun sebelumnya.
Meski penghimpunan dana menunjukan perbaikan, kualitas aset mulai menimbulkan sinyal waspada. Rasio kredit bermasalah (NPL) gross meningkat menjadi 4,06% dari 3,92% pada tahun sebelumnya. NPL net pun naik menjadi 0,50% dari 0,23%. Rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) juga naik ke 24,17% dari 21,98%, yang menandakan bank sedang memperkuat modal untuk menghadapi risiko yang muncul.
Dari sisi sumber dana, simpanan deposito tumbuh sebesar 15,70% YoY menjadi Rp39,08 triliun, dan tabungan naik 4,15% ke Rp28,32 triliun. Namun simpanan giro mengalami penurunan 2,75% menjadi Rp12,84 triliun. Peningkatan simpanan deposito dan tabungan memberi sinyal bahwa nasabah mulai memilih instrumen yang lebih ‘aman’, namun penurunan giro menandakan potensi berkurangnya dana murah yang biasanya lebih fleksibel bagi bank.
Margin bunga bersih atau NIM terjun ke 5,24% dari 5,55% tahun sebelumnya, sedangkan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) memburuk menjadi 78,77% dari 77,63%. Kondisi ini menunjukkan bahwa meski bank berhasil mengumpulkan dana dan menyalurkan kredit, tekanan pada margin dan efisiensi operasional mulai terasa. Bank pembangunan daerah seperti Bank Jateng tengah dituntut untuk tidak hanya tumbuh secara kuantitas, tetapi juga menjaga kualitas di tengah persaingan likuiditas dan digitalisasi yang makin kuat.
Digionary:
● BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional): Rasio yang menunjukkan seberapa besar biaya yang dikeluarkan bank dibandingkan pendapatannya.
● DPK (Dana Pihak Ketiga): Dana yang dihimpun bank dari masyarakat yaitu tabungan, giro, dan deposito.
● KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum): Rasio modal bank yang menunjukkan seberapa kuat bank dalam menghadapi risiko.
● NIM (Net Interest Margin): Selisih antara pendapatan bunga yang diperoleh dan biaya bunga yang dibayar bank, sebagai persentase dari aset produktif.
● NPL (Non-Performing Loan): Kredit bermasalah; NPL gross mencakup total sebelum cadangan, NPL net setelah cadangan.
● YoY (Year on Year): Perbandingan kinerja pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
#BankJateng #BPD #KinerjaKeuangan #LabaBersih #KreditBankDaerah #DPK #NPL #KPMM #BOPO #PerbankanDaerah #PerbankanIndonesia #KinerjaBank #EkonomiRegional #UMKM #Likuiditas #MarginBunga #TransformasiDigitalBank #BankDaerahTumbuh #EfisiensiOperasional #KualitasAset
