Bank Mandiri mencatat laba bersih Rp37,75 triliun hingga kuartal III-2025, turun 10,14% dibanding tahun sebelumnya. Meski laba melemah, penyaluran kredit tumbuh 11% dan aset naik 10,3%, menandakan kinerja fundamental bank pelat merah ini tetap solid di tengah tekanan margin bunga dan ketatnya likuiditas perbankan nasional.
Fokus Utama
● Laba bersih Bank Mandiri turun 10,14% menjadi Rp37,75 triliun, dipicu tekanan margin bunga bersih.
● Penyaluran kredit naik 11% menjadi Rp1.764 triliun dengan fokus ke sektor ekspor, padat karya, dan UMKM.
● Rasio kredit bermasalah (NPL) tetap terkendali di 1,03%, menunjukkan manajemen risiko yang solid.
Bank Mandiri mencatat laba bersih Rp37,75 triliun pada kuartal III-2025, turun 10,14% di tengah tekanan margin bunga. Namun kredit tumbuh 11% dan aset naik 10,3%, menandakan fundamental bank pelat merah ini tetap solid.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) melaporkan laba bersih sebesar Rp37,75 triliun pada kuartal III-2025, turun 10,14% dibanding periode sama tahun lalu yang mencapai Rp42,01 triliun.
Namun di balik penurunan itu, fundamental bisnis Bank Mandiri tetap kokoh. Pendapatan bunga bersih naik 4,9% menjadi Rp78,3 triliun, sementara penyaluran kredit tumbuh dua digit, mencapai Rp1.764,32 triliun, naik 11% dibanding tahun sebelumnya.
Pertumbuhan tersebut mendorong total aset konsolidasi bank pelat merah ini meningkat menjadi Rp2.563 triliun, atau naik 10,3% hingga September 2025.
Direktur Finance & Strategy Bank Mandiri, Novita Widya Anggraini, mengatakan pertumbuhan kredit Bank Mandiri banyak disokong oleh pembiayaan di sektor produktif.
“Kami melihat sektor padat karya, industri berorientasi ekspor, serta industri makanan dan minuman masih menjadi motor pertumbuhan signifikan. Kredit di sektor-sektor tersebut memberikan multiplier effect terhadap penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli masyarakat,” ujar Novita.
Data internal bank menunjukkan kredit korporasi tumbuh paling tinggi, sejalan dengan pemulihan ekspor manufaktur dan penguatan industri domestik.
Sebagai bank milik negara, Mandiri tetap menjadi mitra strategis pemerintah dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Hingga akhir September 2025, bank ini telah menyalurkan 74% dari total Rp55 triliun dana pemerintah yang ditempatkan di bank tersebut — setara dengan Rp40,7 triliun — kepada lebih dari 24.000 pelaku usaha di 15 sektor strategis nasional.
Dana ini disalurkan terutama ke sektor ekspor, padat karya, dan UMKM, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
“Kami optimistis penempatan dana tersebut akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Bank Mandiri memastikan setiap dana pemerintah yang kami kelola benar-benar tersalurkan ke sektor produktif,” tambah Novita.
Meski ekspansi kredit tumbuh dua digit, kualitas kredit Bank Mandiri masih terjaga. Rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) secara gross tercatat di 1,03%, jauh di bawah rata-rata industri yang berada di kisaran 2,3% (data OJK September 2025).
Rasio pencadangan atau coverage ratio juga sangat kuat di level 271%, mencerminkan kemampuan bank untuk menanggung potensi kerugian kredit.
Pengamat perbankan menilai strategi Bank Mandiri menjaga keseimbangan antara ekspansi dan manajemen risiko menjadi kunci keberlanjutan kinerja di tengah fluktuasi ekonomi global dan tekanan suku bunga tinggi.
Penurunan laba bersih Bank Mandiri terjadi di tengah tren nasional yang sama: margin bunga bersih (NIM) perbankan cenderung menyempit akibat kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) ke 6,5% dan persaingan ketat dalam penghimpunan dana pihak ketiga (DPK).
Menurut data OJK, per September 2025 laba bersih industri perbankan turun 7,8% secara tahunan, dipicu oleh peningkatan biaya dana dan perlambatan kredit konsumsi.
Dalam situasi ini, Bank Mandiri memilih fokus pada pembiayaan sektor riil dan korporasi yang memiliki daya tahan tinggi, ketimbang mengejar pertumbuhan jangka pendek di sektor ritel.
Digionary:
● Aset konsolidasi — Total kekayaan yang dihitung dari seluruh anak usaha dalam satu grup perusahaan.
● Coverage ratio — Rasio pencadangan untuk menutup potensi kredit bermasalah.
● DPK (Dana Pihak Ketiga) — Dana yang dihimpun bank dari masyarakat, seperti tabungan, giro, dan deposito.
● NIM (Net Interest Margin) — Selisih antara pendapatan bunga dengan biaya bunga terhadap aset produktif.
● NPL (Non-Performing Loan) — Rasio kredit bermasalah terhadap total kredit yang disalurkan.
● Padat karya — Sektor ekonomi yang menyerap banyak tenaga kerja.
● Sektor produktif — Bidang usaha yang menciptakan nilai tambah bagi ekonomi, seperti industri, ekspor, dan UMKM.
#BankMandiri #BMRI #LabaBersihBankMandiri #PerbankanIndonesia #KreditProduktif #EkonomiNasional #BUMN #SektorPadatKarya #EksporIndonesia #UMKM #KreditBank #StabilitasKeuangan #OJK #Kemenkeu #NPL #LaporanKeuangan #BankingNews #DigitalBankID #Ekonomi2025 #PertumbuhanAset
