PT Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk. (BBNI) membukukan laba bersih Rp15,12 triliun pada kuartal III 2025, didorong oleh pertumbuhan kredit yang sehat sebesar 10,5% dan strategi digital yang agresif yang berhasil mendongkrak dana pihak ketiga (DPK) hingga 21,4%. Meski laba turun dibanding periode sama tahun lalu, bank BUMN ini menunjukkan ketahanan dengan rasio modal (CAR) yang kuat di level 21,1% dan kualitas aset yang terjaga.
Fokus Utama:
1. Kinerja Keuangan yang Solid: Laba BNI kuartal III 2025 mencapai Rp15,12 triliun dengan pertumbuhan kredit 10,5% secara year-on-year (YoY) menjadi Rp812,2 triliun, didukung fundamental permodalan dan likuiditas yang kuat.
2. Transformasi Digital Sukses: Aplikasi wondr by BNI menjadi motor pertumbuhan dengan lonjakan pengguna dari 2,8 juta menjadi 10,5 juta dalam setahun, mendorong pertumbuhan fee-based income sebesar 11% YoY.
3. Kualitas Aset Terjaga: Rasio kredit bermasalah (NPL gross) stabil di kisaran 2,0% dengan rasio cakupan (NPL coverage ratio) yang tinggi sebesar 222,7%, mencerminkan manajemen risiko yang prudent.
Di tengah lingkungan suku bunga tinggi dan ketidakpastian global, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. justru menunjukkan taringnya. Raksasa perbankan pelat merah ini tidak hanya bertahan, tetapi tumbuh dengan fondasi yang kian kokoh, dibuktikan dengan laba bersih konsolidasi sebesar Rp15,12 triliun pada sembilan bulan pertama 2025. Kunci di balik ketangguhan ini ternyata terletak pada kesuksesan transformasi digital yang mereka galakkan secara agresif.
Lanskap perbankan nasional yang bergejolak rupanya tidak menyurutkan langkah BNI. Melalui strategi yang tepat dan disiplin dalam efisiensi, bank berkode emiten BBNI ini berhasil membukukan kinerja kuartal III 2025 yang menggembirakan. Laba bersih konsolidasi yang dicatat mencapai Rp15,12 triliun ini ditopang oleh fundamental bisnis yang solid.
Direktur Utama BNI, Putrama Wahju Setyawan, menyatakan bahwa capaian ini adalah buah dari strategi penguatan portofolio dan efisiensi pendanaan. “Keberhasilan ini menunjukkan kemampuan BNI untuk tetap adaptif dalam menghadapi tantangan, sambil terus mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan,” tegas Putrama dalam keterangan resminya, Jumat (24/10).
Yang patut dicermati, pertumbuhan BNI tidak hanya mengandalkan segmen korporasi yang selama ini menjadi andalan. Laporan keuangan hingga September 2025 menunjukkan pertumbuhan kredit yang merata dan sehat sebesar 10,5% secara tahunan menjadi Rp812,2 triliun. Segmen korporasi memang masih memimpin dengan pertumbuhan 12,4%, namun segmen menengah dan UMKM non-KUR justru menunjukkan vitalitas yang lebih tinggi, masing-masing tumbuh 14,3% dan 13,9%.
“Pertumbuhan kredit BNI kini lebih seimbang di seluruh segmen, baik korporasi, menengah, maupun UMKM. Hal ini menunjukkan efektivitas strategi pembiayaan kami dalam menjaga kualitas aset sekaligus mendorong pertumbuhan sektor produktif,” papar Direktur Finance & Strategy BNI, Hussein Paolo Kartadjoemena.

Di balik layar, ketahanan BNI diuji oleh berbagai tekanan eksternal. Sebagai perbandingan, pada kuartal III 2024, BNI sempat membukukan laba yang lebih tinggi, yakni Rp16,42 triliun. Penurunan laba ini merefleksikan tantangan industri perbankan secara keseluruhan, termasuk margin bunga yang tertekan. Namun, BNI berhasil mengimbanginya dengan efisiensi dan diversifikasi pendapatan.
Pondasi yang paling mengesankan adalah penguatan sisi pendanaan. Dana Pihak Ketiga (DPK) BNI melesat 21,4% menjadi Rp934,3 triliun, dengan dana murah CASA (Giro dan Tabungan) yang tumbuh 13,3% menjadi Rp613,4 triliun. Ini adalah modal berharga untuk menjaga biaya dana tetap kompetitif di era suku bunga tinggi.
Namun, cerita sukses terbesar kuartal ini datang dari lini bisnis digital. Aplikasi wondr by BNI telah menjadi game changer. Dalam satu tahun, basis penggunanya meroket dari 2,8 juta menjadi 10,5 juta pengguna. Nilai transaksinya mencapai Rp783 triliun melalui 866 juta transaksi. Di segmen korporasi, platform BNIdirect juga mencatatkan nilai transaksi fantastis sebesar Rp8.080 triliun, tumbuh 26,7%.
“Strategi digital transaction banking yang agresif mendorong pertumbuhan CASA yang lebih sustain dan fee income yang konsisten. Kami melihat ini sebagai awal dari fase pemulihan biaya dana yang lebih sehat dan berkelanjutan,” jelas Direktur Treasury & International Banking BNI, Abu Santosa Sudradjat. Kontribusi fee-based income dari kanal digital ini telah mencapai 30% dari total pendapatan komisi bank.
Dari sisi kesehatan bank, BNI tetap prima. Capital Adequacy Ratio (CAR) berada di level sangat aman 21,1%, jauh di atas ketentuan regulator. Likuiditas juga terjaga dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) 86,9%. Yang paling melegakan, kualitas aset terjaga dengan NPL gross stabil di 2,0% dan cadangan penghapusan yang sangat adequate (NPL coverage ratio 222,7%), menunjukkan kesiapan bank menghadapi potensi gejolak ekonomi ke depan.
Digionary:
● CASA (Current Account Saving Account): Rasio dana murah (giro dan tabungan) terhadap total dana pihak ketiga, indikator efisiensi biaya dana bank.
●CAR (Capital Adequacy Ratio): Rasio kecukupan modal yang mengukur kemampuan bank menyerap risiko.
●DPK (Dana Pihak Ketiga): Dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito.
●Fee-based Income: Pendapatan bank yang berasal dari biaya komisi dan jasa, bukan dari bunga.
●LDR (Loan to Deposit Ratio): Rasio yang membandingkan total kredit yang disalurkan dengan total DPK, mengukur likuiditas bank.
●NPL (Non-Performing Loan): Kredit bermasalah, indikator kualitas aset bank.
#BNI #BBNI #LabaBNI #KinerjaBNI #BankBNI #LaporanKeuangan #KuartalIII2025 #PerbankanIndonesia #BankDigital #wondrbyBNI #BNIdirect #TransformasiDigital #KreditUMKM #EkonomiIndonesia #Fintech #PerbankanSyariah #InvestasiSaham #BankBUMN #LaporanTahunan #DataKeuangan
