Bias Algoritma dan Deepfake Kian Nyata, digitalbank.id dan IADERN Adakan Pelatihan AI Governance untuk Perbankan

- 20 Oktober 2025 - 10:20

Di tengah percepatan adopsi AI di sektor finansial, risiko bias algoritma, serangan deepfake, dan kegagalan tata kelola kini menjadi ancaman serius bagi reputasi dan ketahanan institusi keuangan. Pelatihan in-house dua hari yang digagas digitalbank.id dan IADERN ini hadir bukan sebagai program teknis biasa, tetapi sebagai investasi strategis untuk membangun kapabilitas governance dan risk management AI yang terukur dan siap audit.


Fokus Utama:

1. Pergeseran paradigma: Dari euforia AI menuju kesadaran akan risiko dan tanggung jawab hukum.
2. Pelatihan strategis dua hari yang dirancang bukan sekadar teknis, melainkan membangun budaya governance yang siap diuji regulator.
3. Investasi yang dikeluarkan perusahaan bukanlah biaya, melainkan langkah mitigasi risiko reputasi dan kepatuhan yang bernilai jauh lebih besar.


Pelatihan in-house dua hari dari digitalbank.id dan IADERN akan membekali bank dengan framework tata kelola risiko AI. Bahas bias kredit, ancaman deepfake, dan risk tolerance AI bersama pakar AI yang memahami ‘big picture’ AI di tingkat global dan nasional dan mampu mengimplementasikannya di sektor perbankan nasional.


AI bukan lagi sekadar proyek inovasi — ia sudah menjadi variabel risiko baru dalam laporan governance dan audit internal. Di sektor finansial, utamanya perbankan, kesalahan algoritma bukan hanya berujung kerugian operasional, tetapi bisa berimplikasi hukum dan reputasi. Bank of England dalam laporan 2024 menyatakan, “AI bukan hanya menambah efisiensi, tetapi membuka front risiko baru yang belum tersentuh oleh sistem pengawasan tradisional.” Kondisi ini menggambarkan konteks mengapa pelatihan tata kelola AI kini bukan pilihan, melainkan keharusan.

Apalagi pemerintah saat ini tengah menyiapkan Perpres AI dan OJK pada April lalu sudah mengeluarkan Tata Kelola Kecerdasan Artifisial Perbankan Indoneaia. Aturan ini akan mengubah cara bank memperlakukan AI, dari sekadar alat teknologi menjadi objek pengawasan setara keputusan kredit. Bank yang tidak segera membangun struktur tata kelola, inventarisasi model AI, dan mekanisme pelaporan risiko akan dinilai tidak siap secara kepatuhan digital.

Untuk menjawab urgensi itu, digitalbank.id bersama Indonesia Applied Digital Economy & Regulatory Network (IADERN) telah menyusun program “AI Governance & Responsible AI for Banking Executive & Management”, sebuah program in-house training strategis yang dirancang khusus untuk memastikan dewan komisaris, dewan direksi dan jajaran eksekutif perbankan mampu membangun dan menguatkan “Kerangka Kerja AI yang Bertanggung Jawab” (Responsible AI Framework) secara komprehensif, memenuhi standar kepatuhan, dan siap memenuhi kewajiban pelaporan OJK. “Program ini menempatkan risiko AI bukan sebagai bahasan teknis IT, tetapi sebagai isu strategis bisnis dan reputasi,” ujar Deddy H. Pakpahan, founder digitalbank.id.

Dia mengatakan, fase awal adopsi AI di banyak institusi finansial di Indonesia masih terjebak pada narasi euforia, yakni chatbot, scoring otomatis, fraud detection. Namun, riset Deloitte Global 2024 memperingatkan bahwa 72% lembaga finansial yang menerapkan AI belum memiliki framework manajemen risiko AI yang terdokumentasi dan siap audit.

Suasana in-house training “AI Governance & Responsible AI for Banking Executive & Management” yang diselenggarakan digitalbank.id dan IADERN dan diikuti direksi serta puluhan kepala divisi dari satu bank digital. (Foto: digitalbank.id)

Pelatihan ini memaksa peserta mengganti pertanyaan “Apa yang bisa dilakukan AI?” menjadi “Sejauh mana kita siap menerima konsekuensi risikonya?”

“Pada tier eksekutif, sesi diarahkan untuk menetapkan Risk Tolerance terkait AI — sebuah indikator yang akan menentukan seberapa agresif atau konservatif sebuah bank dalam adopsi teknologi cerdas,” tambah Deddy.

Salah satu sesi interaktif akan mengupas kasus nyata: model AI scoring kredit di sebuah institusi keuangan global yang dianggap diskriminatif dan digugat class action. Di Indonesia, potensi ini relevan — terutama dalam pembiayaan UMKM, KPR, dan layanan digital lending.

Selain itu, ancaman deepfake telah meningkat signifikan. Laporan Europol 2024 menyebut peningkatan 325% upaya penipuan finansial menggunakan deepfake voice dan video dalam dua tahun terakhir. Sesi ini akan memperlihatkan simulasi bagaimana deepfake bisa menyusup ke otoritas persetujuan kredit atau proses KYC digital.

Pelatihan ini akan dipandu oleh Tuhu Nugraha, salah satu sosok yang terlibat dalam penyusunan framework risiko AI untuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta pedoman etika Generative AI nasional. Dengan pengalaman lebih dari 3.000 jam pelatihan dan dipercaya oleh lebih dari 150 institusi, pendekatannya bukan sekadar edukatif, tetapi langsung menyentuh aspek compliance dan forensik risiko yang dicari regulator.

“Di Indonesia ini sedikit sekali pakar AI yang paham big picture AI dalam kontek global dan nasional lalu mampu mengimplementasikannya secara tepat di sektor perbankan,” tandas Deddy.

Beberapa bank yang telah mengikuti program in-house training ini mengaku mendapat banyak insight seputar AI governance. “Ini bukan sekadar training, kami juga memberikan pendampingan bagi bank untuk membuat Komite AI yang telah diwajibkan OJK serta roadmap AI bank 3-5 tahun ke depan,” kata Deddy.

Bank di Eropa yang gagal mengelola bias algoritma, tambah dia,  dilaporkan menanggung biaya hukum rata-rata US$2 juta per kasus, belum termasuk tekanan reputasi dan intervensi regulator.

“Melihat studi kasus global tersebut, pendekatan investasi dalam mitigasi risiko menjadi sangat relevan untuk sektor keuangan Indonesia yang tengah masuk fase pengawasan AI oleh OJK dan BSSN dan kami melihat pelatihan tata kelola AI sudah menjadi kebutuhan mendesak bagi perbankan,” tutupnya.


Untuk informasi lebih lanjut mengenai program in-house training ini bisa menghubungi kami di nomor WA 081314188319 atau HP 087882915126.


Digionary:

● AI Governance – Kerangka kebijakan dan pengawasan untuk memastikan penggunaan AI sejalan dengan etika dan regulasi.
● Bias Algoritma – Kecacatan dalam AI yang menghasilkan keputusan tidak adil terhadap kelompok tertentu.
● Deepfake – Manipulasi suara atau video berbasis AI yang digunakan untuk penipuan.
● GRC (Governance, Risk & Compliance) – Fungsi tata kelola, risiko, dan kepatuhan dalam korporasi.
● Risk Tolerance – Ambang batas risiko yang bisa diterima organisasi dalam pengambilan keputusan AI.
● Audit AI – Evaluasi menyeluruh terhadap proses, data, dan dampak AI dalam operasional bisnis.
● BSSN – Badan Siber dan Sandi Negara, regulator keamanan siber Indonesia.
● KYC (Know Your Customer) – Proses verifikasi identitas nasabah yang rentan disusupi deepfake.
● Class Action – Gugatan hukum kolektif terhadap institusi akibat dampak kebijakan atau sistem.
● Compliance AI – Kesiapan dokumen, data, dan proses AI menghadapi audit regulator.

#PelatihanAI #TataKelolaAI #RiskAI #GovernanceAI #DigitalBanking #FintechID #MitigasiRisikoAI #DeepfakeFinansial #BiasAlgoritmaKredit #TransformasiDigital #BUMNGoDigital #PerbankanDigital #BSSN #RegulasiAI #OJKAI #CorporateTraining #InHouseTrainingAI #GRC #AuditAI #AIForBanking

Comments are closed.