Mau Disuntik Pemerintah Rp275 Triliun, OJK Minta BPD Perkuat Manajemen Risiko

- 11 Oktober 2025 - 09:29

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, berencana memindahkan dana pemerintah senilai Rp275 triliun yang saat ini ‘menganggur’ di Bank Indonesia (BI) ke Bank Pembangunan Daerah (BPD), termasuk Bank Jakarta dan Bank Jatim. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut positif wacana ini sebagai stimulus jangka menengah untuk perekonomian daerah, namun menekankan agar kebijakan penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) ini mempertimbangkan aspek pricing seperti suku bunga dan jangka waktu yang lebih panjang. OJK juga mewanti-wanti BPD agar segera memperkuat infrastruktur SDM dan manajemen risiko demi mengoptimalkan penyaluran kredit tanpa memicu masalah kredit macet.


Fokus Utama:

1. ​Dukungan Penuh dengan Catatan Kritis: OJK mendukung penempatan dana pemerintah (SAL) yang ‘menganggur’ senilai Rp 275 triliun ke BPD, namun memberi catatan penting, khususnya mengenai aspek suku bunga (pricing) dan jangka waktu penempatan agar efektif menekan biaya kredit di daerah.
2. ​Kesiapan Infrastruktur BPD: Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK mewajibkan BPD untuk segera menguatkan infrastruktur seperti SDM, kebijakan, dan manajemen risiko, sebagai prasyarat utama agar dana stimulus tersebut dapat disalurkan secara optimal dan tidak menimbulkan kredit macet.
3. ​Kondisi Likuiditas BPD Memadai: Data per Agustus 2025 menunjukkan likuiditas BPD secara agregat berada dalam kondisi sangat memadai, dengan LDR agregat 78,70% yang lebih rendah dari rata-rata industri, menandakan adanya ruang ekspansi kredit yang signifikan sebelum menerima suntikan dana.


Menkeu Purbaya akan tempatkan Rp 275 triliun dana ‘nganggur’ ke BPD. OJK dukung, tapi minta syarat: bunga rendah dan jangka waktu panjang. Analisis bagaimana BPD harus perkuat manajemen risiko!


Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mendistribusikan dana segar pemerintah sebesar Rp 275 triliun—yang saat ini teronggok ‘menganggur’ di Bank Indonesia—ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) disambut dengan apresiasi dan peringatan tegas.

​Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat langkah ini sebagai potensi stimulus fiskal jangka menengah yang dapat didayagunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah. Namun, OJK menekankan bahwa kebijakan penempatan dana, yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), harus dilaksanakan dengan perhitungan matang.

​Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, memastikan bahwa secara agregat, kondisi likuiditas BPD per Agustus 2025 sudah sangat memadai. ​”Seluruh indikator likuiditas berada di atas ambang batas. Selain itu, rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) secara agregat juga tercatat sebesar di 78,70%, berada di bawah rata-rata industri,” kata Dian dalam Konferensi Pers RDK Bulanan (RDKB) September 2025, Kamis (9/10).

​Data LDR yang relatif rendah tersebut, lanjut Dian, justru mencerminkan sebuah peluang. “Hal ini mencerminkan ruang ekspansi kredit BPD posisi Agustus lebih tinggi dibandingkan industri perbankan secara umum,” tegasnya.

​Meski likuiditas BPD dinilai siap, OJK menuntut pemerintah mempertimbangkan aspek pricing (penetapan harga) penempatan dana ini. Dian secara spesifik menyoroti tingkat suku bunga. Diharapkan pricing yang tepat dapat menurunkan biaya dana BPD, yang pada gilirannya akan menekan biaya kredit yang disalurkan ke masyarakat dan pelaku usaha daerah. Aspek krusial lain yang wajib dikaji adalah jangka waktu penempatan dana.

​”Kemudian jangka waktu, kalau dilihat jangka waktu mungkin tentu saja ini sebaiknya tidak pendek karena proyek itu bervariasi. Ada yang mungkin 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, mungkin juga 10 tahun. Sehingga, memang ini yang kalau kita ingin menjamin bisa lebih bisa menjangkau berbagai proyek, ini mesti lebih panjang,” ujar Dian.

​Penempatan dana jangka pendek dikhawatirkan tidak akan optimal dalam mendukung proyek-proyek infrastruktur atau investasi jangka panjang di daerah.

​Di samping perhitungan pricing yang cermat, OJK memberi penekanan pada kesiapan internal BPD. Untuk memastikan dana pemerintah efektif dan optimal, BPD harus menguatkan tiga pilar utama: infrastruktur SDM, kebijakan, dan manajemen risiko.

​Dian menambahkan, “perlu ada upaya secara berkelanjutan untuk mendorong kemampuan BPD untuk bisa ekspansi kredit tanpa menimbulkan banyak persoalan. Hal ini khususnya seperti kredit macet.”

​Wacana penempatan dana ini muncul setelah Menkeu Purbaya mengungkapkan ketersediaan kas pemerintah yang besar di BI. “Saya sekarang punya Rp275 triliun cash nganggur. Jadi, kita lagi diskusi dengan mereka, mereka bisa terima berapa sih,” kata Purbaya usai menghadiri Prasasti Luncheon Talk di Jakarta Pusat, Rabu (8/10).

​Saat ini, tiga BPD secara terbuka menunjukkan minat untuk menerima suntikan dana ini: Bank Jawa Timur (Bank Jatim), Bank Jakarta, dan Bank Jabar Banten (Bank BJB). ​”Bank Jatim kemarin sudah ngomong ke Pak Menteri (Purbaya), Bank Jakarta juga. Bahkan kalau nggak salah, saya dengar ini Bank BJB juga tertarik. Nanti kita lihat,” kata Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu.

​Keputusan Purbaya untuk tidak memaksakan penempatan dana menunjukkan pendekatan negosiasi, di mana kesiapan BPD untuk menyalurkan kredit secara bertanggung jawab menjadi pertimbangan utama, sejalan dengan tuntutan penguatan manajemen risiko dari OJK.


Digionary:

​● BPD (Bank Pembangunan Daerah): Bank umum yang didirikan oleh pemerintah provinsi atau gabungan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, bertujuan utama untuk mendorong pembangunan daerah.
● Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK: Pejabat OJK yang bertanggung jawab mengawasi dan mengatur seluruh kegiatan perbankan di Indonesia.
● Kredit Macet (Non-Performing Loan/NPL): Kredit atau pinjaman yang diberikan oleh bank atau lembaga keuangan yang mengalami kesulitan penagihan dari debitur (penerima pinjaman).
● Likuiditas Perbankan: Kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya, seperti penarikan dana nasabah, tanpa mengalami kerugian besar.
● LDR (Loan to Deposit Ratio): Rasio yang menunjukkan perbandingan antara total kredit yang disalurkan bank dengan total dana pihak ketiga (simpanan nasabah) yang dihimpun bank. Rasio yang lebih rendah dari rata-rata industri mengindikasikan ruang ekspansi kredit yang lebih besar.
● Manajemen Risiko: Proses terstruktur yang diterapkan oleh bank untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan risiko (misalnya risiko kredit, risiko pasar) yang dihadapi dalam operasional bisnisnya.
● Pricing: Istilah ekonomi yang merujuk pada penetapan harga, dalam konteks ini adalah penetapan suku bunga untuk penempatan dana.
● SAL (Saldo Anggaran Lebih): Sisa lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tersimpan di rekening kas negara (dalam hal ini di BI) pada akhir tahun anggaran sebelumnya.

​#PurbayaYudhiSadewa #OJK #BPD #BankDaerah #PenempatanDana #APBN #LikuiditasPerbankan #Moneter #EkonomiDaerah #SAL #KreditMacet #ManajemenRisiko #EkonomiIndonesia #StabilitasKeuangan #Kemenkeu #Perbankan #LoanToDepositRatio #StimulusEkonomi #BankJatim #BankJakarta

Comments are closed.