Kredit UMKM Seret, NPL Tembus Rp66,3 Triliun: Tanda Bahaya bagi Ekonomi Rakyat

- 17 September 2025 - 10:20

Rasio kredit bermasalah (NPL) usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia terus meningkat hingga menembus Rp66,3 triliun per Juni 2025, setara 4,41% dari total kredit. Pertumbuhan kredit yang melambat hanya 2,1% menunjukkan rapuhnya fundamental sektor yang menyerap 97% tenaga kerja nasional. Para ekonom menilai, tanpa perbaikan di sisi permintaan, integrasi rantai pasok, serta insentif pembinaan dari perusahaan besar, UMKM berisiko stagnan dan menambah beban perbankan.


Fokus utama:

1. Lonjakan kredit bermasalah – NPL UMKM per Juni 2025 mencapai Rp66,3 triliun, naik 17,19% hanya dalam enam bulan, menandakan risiko tinggi di sektor produktif rakyat.

2. Pertumbuhan kredit yang lesu – Kredit UMKM hanya tumbuh 2,1% yoy, melambat signifikan dibandingkan kebutuhan pembiayaan yang besar untuk menopang ekonomi nasional.

3. Akar masalah dan solusi – Daya beli yang belum pulih, lemahnya integrasi ke rantai pasok industri besar, hingga akses pasar terbatas menjadi penghambat, dengan rekomendasi solusi berupa insentif, subsidi kredit, hingga koneksi dengan korporasi besar.


NPL kredit UMKM di Indonesia melonjak ke Rp66,3 triliun per Juni 2025, tumbuh 17% hanya dalam enam bulan. Pertumbuhan kredit melambat, daya beli lemah, dan akses pasar minim menjadi tantangan utama. Apa solusi agar UMKM tidak makin terpuruk?


Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kembali menghadapi ujian berat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) UMKM perbankan per Juni 2025 melonjak menjadi Rp66,3 triliun atau 4,41% dari total portofolio kredit. Angka ini naik Rp9,73 triliun hanya dalam enam bulan, setara lonjakan 17,19% dari akhir 2024.

Sementara itu, pertumbuhan kredit UMKM melambat tajam. Outstanding kredit per Juni 2025 tercatat Rp1.503,6 triliun, hanya tumbuh 2,1% secara tahunan. Bank Indonesia bahkan melaporkan angka lebih rendah, yakni 1,6% per Juli 2025. Kondisi ini menunjukkan rapuhnya fondasi UMKM, yang sejatinya menyerap hingga 97% tenaga kerja Indonesia.

Jika dilihat dari jenis bank, kredit UMKM paling lambat tumbuh di bank milik negara, hanya 0,59% menjadi Rp927,9 triliun. Bank Pembangunan Daerah (BPD) mencatat pertumbuhan 4,35% ke Rp118,9 triliun, sementara bank swasta 4,96% ke Rp456,5 triliun. Namun, kualitas kredit tidak kalah memprihatinkan: NPL UMKM bank milik negara sudah mencapai Rp37,5 triliun (4,04%), BPD Rp9,9 triliun (8,3%), dan bank swasta Rp18,87 triliun (4,13%).

Ekonom Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai masalah utamanya ada pada daya beli masyarakat yang belum pulih serta banyaknya UMKM yang belum bankable. “Kredit UMKM akan tetap tumbuh lambat bahkan cenderung stagnan jika tidak ada perbaikan pada sisi permintaan,” ujarnya. Ia menyarankan pemerintah memberi insentif ekonomi, mempermudah legalisasi UMKM, memberantas pungli, serta memperluas akses kredit bersubsidi.

Sementara itu, ekonom senior Aviliani menyoroti keterbatasan akses pasar UMKM. Menurutnya, berbeda dengan Korea Selatan atau Jepang, UMKM Indonesia jarang terhubung dengan rantai pasok perusahaan besar. “Yang paling penting adalah mendorong permintaan. Harus ada koneksi dengan perusahaan besar. Itu yang harus dibenahi jika ingin UMKM berkembang,” katanya.

Aviliani memperingatkan, pembiayaan tanpa pengembangan pasar justru berpotensi memperburuk rasio NPL. Ia menekankan perlunya integrasi UMKM dalam rantai pasok industri besar, dengan insentif bagi perusahaan yang mau membina UMKM. Skema semacam ini terbukti berhasil di banyak negara maju, di mana UMKM mendapatkan pasar pasti sementara korporasi besar memperoleh pasokan lebih stabil dan mengurangi ketergantungan impor.

Tren memburuknya kualitas kredit UMKM ini tidak hanya menjadi alarm bagi perbankan, tetapi juga bagi perekonomian nasional. Sektor UMKM, yang selama ini dianggap tulang punggung ekonomi rakyat, bisa berubah menjadi titik lemah jika tidak segera diperkuat dengan strategi permintaan yang lebih agresif dan integrasi pasar yang nyata. (TRI)


Digionary:

● BPD (Bank Pembangunan Daerah) – Bank milik pemerintah daerah yang fokus membiayai pembangunan di wilayahnya.
● Kredit Bermasalah (NPL) – Pinjaman bank yang mengalami gagal bayar atau berpotensi tidak tertagih.
● Kredit Usaha Rakyat (KUR) – Skema kredit bersubsidi dari pemerintah untuk membantu UMKM.
● Outstanding Kredit – Total nilai pinjaman yang masih berjalan dan belum dilunasi.
● Rantai Pasok – Jaringan proses produksi hingga distribusi barang/jasa dari pemasok ke konsumen akhir.
● Rasio NPL – Persentase kredit bermasalah terhadap total kredit yang disalurkan bank.
● UMKM – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, sektor usaha dengan jumlah tenaga kerja dan modal terbatas namun berperan besar dalam perekonomian.

#UMKM #KreditUMKM #NPL #EkonomiIndonesia #Perbankan #KreditBermasalah #UMKMIndonesia #KUR #BankIndonesia #OJK #PertumbuhanEkonomi #InvestasiUMKM #UMKMBankable #UMKMGoDigital #RantaiPasok #PembiayaanUMKM #EkonomiRakyat #UMKMSurvive #BisnisUMKM #StabilisasiEkonomi

Comments are closed.