Citigroup memutuskan bergabung dalam koalisi sembilan bank Eropa untuk mengembangkan stablecoin yang dipatok pada euro — langkah strategis untuk terjun lebih jauh ke ranah aset digital. Keputusan ini sejalan dengan upaya bank tersebut memperkuat kapabilitas blockchain dan tokenisasi, serta merespons regulasi baru yang memungkinkan bank tradisional memasuki ranah keuangan digital dengan lebih sah. Di tengah dominasi stablecoin berbasis dolar AS, inisiatif ini bisa menjadi katalis baru dalam persaingan mata uang digital lintas benua.
Fokus Utama:
1. Alasan dan strategi Citigroup bergabung dalam koalisi euro-stablecoin.
2. Tantangan regulasi dan dominasi dolar dalam ekosistem stablecoin global.
3. Implikasi untuk pasar keuangan Indonesia dan potensi adopsi stablecoin lokal.
Citigroup resmi bergabung dengan koalisi bank Eropa untuk mengembangkan stablecoin berbasis euro. Apakah ini sinyal bahwa bank tradisional semakin agresif di ranah kripto — dan apa artinya bagi Indonesia?
Citigroup Inc. resmi menyatakan keikutsertaannya dalam koalisi bank Eropa yang tengah merancang stablecoin yang dipatok pada euro. Ini bukan sekadar gesture simbolik — bank berbasis New York itu memandang ini sebagai bagian dari strategi lebih luas di ranah blockchain dan aset digital.
Seorang juru bicara Citigroup menyebut bahwa keputusan ini merupakan langkah lanjutan dari upaya mereka memperluas kapabilitas digital. Inisiatif ini sudah dirancang melalui pembentukan entitas baru di Belanda yang akan mengelola penerbitan token.
Citigroup bukan bank Eropa, sehingga kehadirannya dalam koalisi ini cukup mencuri perhatian. Dengan bergabung, Citi memperoleh akses ke jaringan regulasi dan teknologi blockchain Eropa, sekaligus menunjukkan bahwa partisipasi lintas wilayah dalam keuangan digital semakin nyata.
Sebelumnya, CEO Citigroup Jane Fraser menyatakan bahwa mereka memang sedang mempertimbangkan penerbitan stablecoin Citigroup, tetapi yang lebih penting adalah ruang deposit yang ditokenisasi, di mana kami sangat aktif.
Selain itu, Citigroup juga meninjau layanan kustodian untuk aset cadangan yang mendukung stablecoin, seperti obligasi pemerintah dan kas, untuk memberi kepercayaan bahwa stablecoin tersebut “di-back up” oleh aset nyata.
Dominasi stablecoin berbasis dolar AS selama ini sangat kuat. Menurut data, stablecoin dalam peredaran global saat ini mencapai sekitar US$ 300 miliar, sebagian besar berbasis dolar. Sementara itu, volume stablecoin yang terpatok pada euro masih relatif kecil — hanya sekitar US$ 620 juta dari total pasar global.
Di kawasan Eropa sendiri, langkah ini muncul di tengah diskusi para menteri keuangan yang akan mendorong agar regulasi MiCA (Markets in Crypto-Assets) diadaptasi agar lebih mendukung penerbitan stablecoin euro.
Regulator di AS pun semakin membuka ruang regulasi stablecoin melalui undang-undang seperti Genius Act, yang mewajibkan penerbit stablecoin untuk menjaga aset pendukung berkualitas. Hal ini memberi dasar hukum yang lebih jelas bagi bank tradisional untuk turun ke ranah ini.
Implikasi untuk Indonesia
Inisiatif seperti ini bisa memberi sinyal penting kepada Indonesia. Bank sentral dan regulator keuangan di Tanah Air — Bank Indonesia dan OJK — sedang mempercepat studi terkait rupiah digital dan peran tokenisasi dalam ekosistem keuangan. Jika bank besar internasional mulai menerbitkan stablecoin yang sah, maka persaingan layanan digital dalam negeri akan semakin ketat.
Bank di Indonesia bisa mempertimbangkan kerjasama atau adaptasi model tokenisasi untuk mempermudah transfer lintas negara, mempercepat settlement, dan menekan biaya transaksi. Namun, tantangan kapasitas teknis, kepercayaan publik, serta regulasi lokal tetap akan menjadi penghalang besar.
Digionary:
● Deposit ditokenisasi (tokenized deposit): representasi digital dari simpanan bank yang dapat diperdagangkan atau dipindahkan di blockchain
● G7 currencies: mata uang negara kelompok G7 (Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, Kanada)
● Kustodian aset (custody): layanan penyimpanan dan pengamanan aset keuangan pihak ketiga
● MiCA: Markets in Crypto-Assets, regulasi Uni Eropa untuk aset kripto dan stablecoin
● Penopang aset (reserve backing): aset nyata (kas, obligasi) yang mendukung nilai stablecoin
● Rupiah digital (digital rupiah): bentuk digital rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (CBDC)
● Stablecoin berpatokan (pegged stablecoin): token digital yang dirancang agar nilainya setara 1:1 dengan mata uang fiat
● Tokenisasi: proses mengubah aset nyata menjadi token digital di blockchain
● Uniswap / DefiLlama: platform atau penyedia data di ekosistem keuangan desentralisasi (DeFi)
● Volatilitas: besarnya fluktuasi harga aset dalam jangka waktu singkat
#Citigroup #Stablecoin #EuroStablecoin #BlockchainBanking #DigitalAssets #FintechIndonesia #BankDigital #Tokenisasi #CryptoRegulation #MiCA #BankInternasional #Kripto #AsetDigital #RupiahDigital #KeuanganDigital #InovasiFintech #LayananBank #PasarGlobal #TeknologiKeuangan #MasaDepanBank
