Revisi UU P2SK: Kripto Didukung Jadi Alat Bayar Sah di Indonesia

- 25 September 2025 - 17:37

Rapat Panja Revisi UU P2SK di DPR pekan ini membuka wacana besar: menjadikan aset kripto sebagai alat pembayaran sah di Indonesia. Usulan ini muncul di tengah lonjakan minat masyarakat terhadap kripto, namun sebagian besar transaksi justru lari ke platform global. Selain kripto, sektor asuransi juga mengajukan revisi regulasi untuk memperkuat perlindungan konsumen dan manajemen risiko.


Fokus Utama:

1. Aset kripto sebagai alat pembayaran – Usulan agar kripto tidak sekadar instrumen investasi, tetapi bisa dipakai dalam transaksi sehari-hari.
2. Penindakan exchange ilegal – Perlunya satgas khusus untuk menindak platform perdagangan kripto tanpa izin resmi di Indonesia.
3. Revisi regulasi asuransi – Penguatan skema risk sharing, cadangan teknis, dan transparansi manfaat bagi konsumen.


Revisi UU P2SK membuka peluang kripto jadi alat pembayaran sah di Indonesia. DPR bahas regulasi, exchange ilegal, hingga pajak kripto. Simak perkembangan terbaru!


Peta industri keuangan digital Indonesia berpotensi berubah drastis. Komisi XI DPR kini tengah membahas revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dengan salah satu usulan paling kontroversial: menjadikan aset kripto sebagai alat pembayaran sah di dalam negeri.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Revisi UU P2SK, Rabu (24/9/2025), berbagai asosiasi industri hadir menyampaikan masukan. Dari sektor kripto, Wakil Ketua Umum Aspakrindo-ABI, Yudhono Rawis, menegaskan perlunya inovasi agar kripto tak hanya jadi instrumen spekulasi, tetapi juga alat transaksi sehari-hari.

“Kami research dari blockchain monitoring tool di mana ada transaksi global user Indonesia itu US$157 miliar. Jadi selisihnya US$115 miliar atau sekitar Rp2.000 triliun ya, tidak terjadi di exchange di Indonesia,” kata Yudhono.

Ia menekankan, dualisme regulasi saat ini membuat potensi besar itu tak tergarap maksimal. Bank Indonesia mengatur sisi pembayaran, sementara exchange dan blockchain ada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Harmonisasi regulasi, menurutnya, bisa membuka jalan agar Indonesia tidak sekadar jadi pasar konsumen kripto global.

Yudhono memberi contoh Amerika Serikat yang baru meloloskan Genuine Stablecoin Act, aturan yang memberi kerangka hukum bagi stablecoin untuk dipakai sebagai alat pembayaran harian. “Produknya itu memang masih sangat terbatas di Indonesia, inovasi juga masih sangat terbatas,” ujarnya.

Selain soal legalitas kripto, Aspakrindo juga menyoroti maraknya exchange ilegal. Banyak platform tanpa izin yang menampung mayoritas transaksi warga Indonesia. “Usulan kami, ini penindakan tegas oleh lembaga atau satuan tugas khusus terhadap exchange ilegal, termasuk memblokirkan akses platform, dan mungkin memang efek pidana ya untuk aktivitas ilegal,” tegas Yudhono.

Usulan ketiga terkait pajak kripto. Saat ini, transaksi kripto di Indonesia dikenakan pajak final 0,21%. Namun karena banyak pengguna memilih exchange global atau decentralized exchange (DEX), pajak tersebut sulit dipungut. “Sayangnya banyak memang transaksi yang tidak membayar pajak, mereka langsung akses ke exchange global,” kata Yudhono.

Dari sektor lain, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, juga mengajukan sejumlah revisi regulasi asuransi, mulai dari skema risk sharing yang lebih ringan bagi peserta (turun dari 10% menjadi 5%), penguatan manajemen risiko underwriting, hingga kewajiban cadangan teknis untuk produk jangka panjang. Transparansi manfaat dan klaim juga ditekankan sebagai bagian dari perlindungan konsumen.

Revisi UU P2SK ini dinilai strategis karena menyentuh dua sektor yang sedang mengalami perubahan besar: kripto yang semakin diminati, dan asuransi yang menuntut tata kelola lebih ketat. Data Kementerian Keuangan mencatat, per Agustus 2025 jumlah investor kripto di Indonesia mencapai 15,85 juta orang, naik lebih dari 5% dibandingkan awal tahun. Sementara nilai transaksi kripto nasional sepanjang 2024 mencapai lebih dari Rp149 triliun, meski sebagian besar aktivitas masih mengalir ke platform luar negeri.

Jika revisi UU P2SK benar-benar mengakomodasi kripto sebagai alat pembayaran, Indonesia bisa menjadi salah satu negara pertama di Asia Tenggara yang memberikan legitimasi penuh pada aset digital dalam ekonomi sehari-hari.


Digionary:

● Aspakrindo-ABI – Asosiasi Blockchain Indonesia, wadah perusahaan dan pelaku industri blockchain dan aset kripto.
● Blockchain – Teknologi buku besar terdistribusi yang mendasari transaksi kripto.
● Decentralized Exchange (DEX) – Platform perdagangan kripto tanpa perantara atau otoritas pusat.
● Exchange – Bursa tempat memperdagangkan aset kripto.
● Genuine Stablecoin Act – Regulasi di AS yang mengatur penggunaan stablecoin sebagai alat pembayaran.
● OJK – Otoritas Jasa Keuangan, lembaga pengawas sektor jasa keuangan di Indonesia.
● P2SK – Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
● Risk Sharing – Skema pembagian risiko antara peserta dan penyedia asuransi.
● Stablecoin – Jenis aset kripto yang nilainya dipatok pada aset stabil, seperti dolar AS.
● Underwriting – Proses penilaian risiko oleh perusahaan asuransi sebelum memberi perlindungan.

#KriptoIndonesia #UURevisiP2SK #AsetDigital #BlockchainIndonesia #ExchangeKripto #PajakKripto #Fintech #KeuanganDigital #AsuransiIndonesia #RiskSharing #Stablecoin #DigitalPayment #InovasiKeuangan #InvestasiKripto #EkonomiDigital #BankIndonesia #OJK #RegulasiKeuangan #TransaksiDigital #InvestorMuda

Comments are closed.