Dinamika inovasi AI dalam industri perbankan di Indonesia (2)

- 28 November 2023 - 08:06

DI BAGIAN PERTAMA artikel, kita telah menjelajahi potensi luar biasa dari artificial intelligence (AI) dalam meningkatkan efisiensi, keamanan, dan membawa inovasi baru di sektor perbankan Indonesia. Namun, ada satu aspek kritis lain yang tidak boleh terlewatkan ketika mempertimbangkan adopsi AI: mitigasi risiko dan kepatuhan terhadap regulasi. Aspek ini sangat penting, terutama mengingat bahwa industri perbankan merupakan sektor yang diatur dengan ketat dan setiap langkahnya diawasi secara cermat.

Memahami dinamika mitigasi risiko dan kepatuhan regulasi bukan hanya sekadar tugas, melainkan sebuah keharusan strategis yang menentukan berhasil tidaknya integrasi AI dalam jantung operasional perbankan. Kita harus menavigasi labirin ini dengan bijak, memastikan bahwa setiap langkah ke arah adopsi AI tidak hanya berjalan efisien, tetapi juga selaras dengan tatanan hukum dan etika yang berlaku.
Mitigasi Risiko dalam Pemanfaatan AI.

Dalam penerapan AI di sektor perbankan Indonesia, mitigasi risiko dan kepatuhan terhadap regulasi menjadi aspek penting yang tidak bisa diabaikan. Dengan meningkatnya penggunaan AI untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan inovasi, bank harus memastikan bahwa sistem keamanan data mereka kuat dan sesuai dengan regulasi yang ada. Ini termasuk penerapan standar keamanan tinggi seperti enkripsi data, pengamanan jaringan, dan kontrol akses yang ketat. Langkah-langkah ini harus sesuai dengan peraturan OJK terkait manajemen risiko dan keamanan teknologi informasi, dan juga siap menyesuaikan diri dengan aturan baru seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang akan segera diberlakukan di Indonesia.

Baca juga: BRI hadirkan BRIBrain Academy dan kembangkan artificial intelligence

Di sisi lain, pengembangan AI yang etis dan transparan juga sangat penting untuk memastikan penggunaan teknologi ini adil dan efektif. Hal ini melibatkan penerapan prinsip-prinsip etika seperti keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan privasi dalam setiap tahap pengembangan AI. Penting bagi pengembang AI untuk menghindari bias dalam algoritma, yang seringkali muncul dari data yang digunakan untuk melatih AI.

Oleh karena itu, bank harus melakukan audit dan pemantauan secara berkala untuk mengidentifikasi dan mengatasi potensi risiko seperti kebocoran data, bias algoritmik, dan kegagalan sistem, serta mengembangkan kesadaran dan pemahaman terhadap keamanan data dan AI di kalangan staf bank.

Dengan meningkatnya penggunaan AI untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan inovasi, bank harus memastikan bahwa sistem keamanan data mereka kuat dan sesuai dengan regulasi yang ada. Ini termasuk penerapan standar keamanan tinggi seperti enkripsi data, pengamanan jaringan, dan kontrol akses yang ketat.

Baca juga: Jadi game changer di dunia bisnis, pasar AI pada 2030 akan sentuh US$16 triliun

Kasus diskriminasi dalam penilaian kelayakan kredit adalah contoh nyata dari risiko yang mungkin terjadi akibat bias dalam AI. Ini menunjukkan pentingnya integrasi prinsip keadilan dan anti-diskriminasi dalam pengembangan dan pelatihan AI. Bank perlu secara rutin meninjau dan mengaudit algoritma AI untuk memastikan tidak ada bias yang tidak adil dan semua nasabah mendapat perlakuan yang setara dan adil. Langkah-langkah ini tidak hanya penting untuk menjaga integritas sistem perbankan tetapi juga untuk membangun kepercayaan publik terhadap pemanfaatan AI di sektor ini.

Kepatuhan regulasi AI di sektor perbankan

Meskipun hingga saat ini belum ada aturan khusus yang secara eksplisit mengatur pemanfaatan AI di sektor perbankan Indonesia, beberapa regulasi yang ada dapat dijadikan patokan dalam tata kelola AI. Regulasi-regulasi ini, terutama yang berkaitan dengan teknologi dan data, memberikan kerangka kerja yang dapat diadaptasi untuk penggunaan AI yang bertanggung jawab dan sesuai hukum.
Salah satu contoh adalah POJK No. 38/POJK.03/2016, yang mengatur tentang manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh bank umum.

Regulasi ini menekankan pentingnya memiliki kerangka kerja manajemen risiko yang komprehensif, meliputi keamanan siber, pengelolaan data, dan pemulihan bencana. Prinsip-prinsip dalam regulasi ini dapat diterapkan dalam pengelolaan risiko yang berkaitan dengan AI, terutama dalam hal keamanan data dan infrastruktur TI. Selain itu, POJK No. 39/POJK.03/2019 yang mengatur penggunaan layanan komputasi awan oleh lembaga jasa keuangan juga relevan, mengingat banyak sistem AI yang beroperasi di cloud, memerlukan keamanan data dan informasi yang ketat.

OJK juga telah menyediakan panduan dan rekomendasi keamanan siber yang dapat dijadikan acuan bagi bank dalam mengelola keamanan sistem AI mereka. Panduan ini meliputi aspek kerjasama dengan penyedia layanan keamanan siber yang kompeten, pelaksanaan audit keamanan siber secara berkala, dan pemantauan sistem untuk memastikan fungsi keamanan yang efektif. Selain itu, pentingnya pelatihan dan peningkatan kesadaran keamanan siber bagi karyawan bank juga menekankan aspek manusia dalam tata kelola AI, termasuk cara mengidentifikasi dan merespons ancaman siber yang mungkin berkaitan dengan AI.

Baca juga: HSBC investasikan US$2 miliar untuk pengembangan teknologi digital selama 2023

Meskipun regulasi khusus mengenai AI belum ada, aturan-aturan ini memberikan dasar yang solid untuk tata kelola AI di sektor perbankan Indonesia. Dengan mengikuti kerangka kerja ini, bank dapat memastikan bahwa penerapan AI mereka tidak hanya inovatif dan efisien, tetapi juga aman, etis, dan sesuai dengan standar hukum dan keamanan yang berlaku.

Meskipun hingga saat ini belum ada aturan khusus yang secara eksplisit mengatur pemanfaatan AI di sektor perbankan Indonesia, beberapa regulasi yang ada dapat dijadikan patokan dalam tata kelola AI. Regulasi-regulasi ini, terutama yang berkaitan dengan teknologi dan data, memberikan kerangka kerja yang dapat diadaptasi untuk penggunaan AI yang bertanggung jawab dan sesuai hukum.
Salah satu contoh adalah POJK No. 38/POJK.03/2016, yang mengatur tentang manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh bank umum.

Penutup

Dalam pemanfaatan AI di sektor perbankan, penting untuk mencapai keseimbangan antara inovasi teknologi dan proteksi yang bertanggung jawab, sejalan dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Pemanfaatan AI tidak hanya tentang memanfaatkan potensi teknologinya untuk meningkatkan operasional dan layanan nasabah, tetapi juga tentang menerapkan praktik yang aman, etis, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hal ini penting untuk mempertahankan integritas dan membangun kepercayaan dalam sistem keuangan.

Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan keseimbangan antara inovasi dan proteksi, bank di Indonesia dapat memanfaatkan AI dengan cara yang tidak hanya menguntungkan secara bisnis, tetapi juga bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan. Ini akan membuka wawasan baru dalam era perbankan digital yang terus berkembang, memastikan bahwa sektor perbankan tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga bertumbuh secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Bank di Indonesia harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengembangan dan penerapan AI, memastikan bahwa segala risiko terkait keamanan data, privasi, dan potensi bias algoritmik dikelola secara efektif. Ini mencakup penerapan kerangka kerja keamanan siber yang solid, pelaksanaan audit dan pemantauan AI secara berkala, serta pelatihan staf untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapan dalam menghadapi tantangan keamanan siber. Penting juga untuk memastikan bahwa AI dikembangkan dan dioperasikan dengan transparansi, mematuhi regulasi yang berlaku, dan mempertimbangkan dampak sosial dari teknologi tersebut.

Baca juga: Dinamika inovasi AI dalam industri perbankan di Indonesia (1)

Seiring dengan itu, bank perlu menyesuaikan strategi mereka dengan prinsip ESG, memastikan bahwa pemanfaatan AI tidak hanya memberikan keuntungan operasional, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Hal ini termasuk mempertimbangkan dampak lingkungan dari operasional teknologi, menjaga praktik bisnis yang adil dan etis, serta memperhatikan dampak sosial dari keputusan yang diambil oleh sistem AI.

Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan keseimbangan antara inovasi dan proteksi, bank di Indonesia dapat memanfaatkan AI dengan cara yang tidak hanya menguntungkan secara bisnis, tetapi juga bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan. Ini akan membuka wawasan baru dalam era perbankan digital yang terus berkembang, memastikan bahwa sektor perbankan tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga bertumbuh secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. ■

*) Tuhu Nugraha, pengamat teknologi, principal IADERN.

Ilustrasi: springboard.com

Comments are closed.