Dewan direksi perusahaan-perusahaan terbesar Amerika Serikat menghadapi dilema signifikan dalam menghadapi revolusi Artificial Intelligence (AI). Sementara mereka sepakat bahwa AI berkembang lebih cepat dari teknologi manapun, tidak ada konsensus mengenai strategi implementasinya—mulai dari perlunya kolaborasi versus budaya debat, kecepatan implementasi, hingga penentuan pemegang tanggung jawab utama.
Fokus Utama:
■ Perbedaan Pendapat Strategis di Tingkat Dewan: Terjadi polarisasi pendapat di kalangan dewan direksi antara yang mendorong percepatan adopsi AI dengan yang menekankan kehati-hatian dan pendekatan bertahap.
■ Tantangan Tata Kelola dan Akuntabilitas: Perusahaan kesulitan menentukan pemegang tanggung jawab utama untuk strategi AI, menghadapi risiko tumpang-tindih wewenang dan konflik kepentingan antar departemen.
■ Tekanan Transformasi Budaya Organisasi: AI memaksa perubahan budaya perusahaan dari birokratis menjadi lebih argumentatif dan adaptif, sekaligus mengatasi resistensi internal akibat ketakutan karyawan.
Dewan direksi perusahaan AS seperti JPMorgan, Disney, dan Apple menghadapi kebingungan strategis menghadapi AI. Simak perdebatan para direktur antara percepatan transformasi versus kehati-hatian.
Di balik pintu tertutup ballroom mewah Florida, para dewan direksi perusahaan-perusahaan terbesar Wall Street sedang menghadapi ujian terberat dalam karier mereka. Bukan resesi, bukan geopolitik, melainkan sesuatu yang lebih fundamental: bagaimana mengelola disrupsi Artificial Intelligence yang bergerak lebih cepat dari kapasitas adaptasi organisasi mereka.
Dalam pertemuan tertutup WSJ Leadership Institute’s Board of Directors Council Summit, Selasa (11/11/2025), para direktur dari JPMorgan Chase, Walt Disney, Amgen, dan raksasa korporasi AS lainnya mengakui satu hal: mereka belum pernah menyaksikan perubahan secepat ini.
“Saya tidak pernah melihat teknologi berubah secepat sekarang,” ujar Dan Schulman, CEO Verizon Communications yang juga menjabat direktur di Cisco Systems dan Lazard. Pernyataan ini seperti menggambarkan kegelisahan kolektif di ruang itu.
Pertarungan Dua Kutub Strategi
Yang menarik, tidak ada konsensus tentang cara terbaik menghadapi tsunami AI. Schulman justru menganjurkan pendekatan yang bertolak belakang dengan budaya korporat tradisional.
“Perusahaan paling sukses saat ini justru lebih argumentatif,” tegasnya. “Harus ada lebih sedikit birokrasi dan lebih banyak debat serta saling menantang.”
Carolyn Everson, direktur Coca-Cola, Under Armour, dan Disney, sepakat dengan kebutuhan urgensi. “Anda harus mendorong perubahan dan dewan harus memahami bahwa akan ada keputusan-keputusan besar yang terasa sangat berisiko,” katanya.
Namun di seberang meja, Alex Gorsky—direktur JPMorgan Chase, Apple, dan IBM—justru memperingatkan bahaya terburu-buru. “Kadang peran dewan justru memperlambat perusahaan yang mungkin membawa diri ke wilayah berisiko dengan bergerak terlalu cepat.”
Masalah Tata Kelola: Siapa Pemilik Strategi AI?
Di balik perdebatan kecepatan, tersembunyi masalah lebih pelik: siapa sebenarnya yang harus memegang kendali strategi AI dalam organisasi?
“Ini bukan Burger King, tidak semua orang bisa dapat semuanya sesuai keinginan,” cetus Gorsky, menyoroti potensi tumpang-tindih wewenang dan konflik anggaran antar departemen.
Ellen Kullman, direktur Amgen dan Goldman Sachs, mengingatkan tantangan human capital. “Prioritas utama adalah mengatasi ketakutan dan kurangnya kepercayaan diri dalam organisasi terkait AI,” ujarnya.
Artificial General Intelligence: Ancaman yang Semakin Nyata
Dengan Artificial General Intelligence—dimana mesin mencapai kecerdasan setara manusia—diprediksi muncul dalam 2-4 tahun mendatang menurut Schulman, tekanan pada dewan direksi semakin intens.
“Jika kecepatan perubahan di luar perusahaan lebih besar daripada kecepatan perubahan internal, Anda dalam masalah besar,” tandas Schulman. “Anda harus sedikit kejam tentang hal ini.”
Bob Moritz, direktur Walmart dan Northern Trust, bahkan mengajukan skenario lebih radikal: “Haruskah kita meminta AI mendengarkan percakapan kita dan berada di ruang dewan sebagai agen masa depan?”
Pertanyaan itu menggambarkan betapa dalamnya transformasi yang dihadapi dunia korporasi. Bagi para dewan direksi yang terbiasa dengan kepastian, era AI membawa mereka ke wilayah tak dikenal dimana peta navigasi belum lagi tergambar.
Digionary:
· Artificial General Intelligence (AGI): Kecerdasan buatan yang memiliki kemampuan setara atau melebihi kecerdasan manusia dalam melakukan tugas apa pun.
· Artificial Intelligence (AI): Simulasi proses kecerdasan manusia oleh mesin, terutama sistem komputer.
· Board of Directors: Dewan direksi yang bertanggung jawab atas pengawasan strategi dan tata kelola perusahaan.
· Generative AI: Teknologi AI yang mampu menghasilkan konten baru seperti teks, gambar, atau suara.
· WSJ Leadership Institute: Lembaga yang menyelenggarakan program pengembangan kepemimpinan untuk eksekutif perusahaan.
#ArtificialIntelligence #DewanDireksi #TataKelolaPerusahaan #StrategiAI #TransformasiDigital #KorporasiAS #WSJ #RevolusiAI #BoardOfDirectors #DisrupsiTeknologi #JPMorgan #Disney #Apple #IBM #Verizon #CocaCola #Innovation #DigitalTransformation #CorporateGovernance #BusinessStrategy
