Tantangan Baru OCBC di Kuartal III 2025: DPK Melimpah, Penyaluran Kredit Seret

- 31 Oktober 2025 - 19:09

OCBC mencatat pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 15% pada kuartal III 2025, menandakan kepercayaan nasabah yang kuat. Namun, di sisi lain, penyaluran kredit hanya tumbuh 2% di tengah kondisi likuiditas yang berlebih dan bunga tinggi. Laba bersih bank pun cenderung stagnan, menjadi cerminan tekanan sektor perbankan yang masih berhati-hati menyalurkan pembiayaan.


Fokus Utama:

● Pertumbuhan DPK OCBC mencapai 15% YoY, tapi penyaluran kredit hanya naik 2%.
● Strategi konservatif bank dalam menjaga kualitas aset menekan ekspansi kredit dan margin laba.
● Perlambatan kredit mencerminkan kehati-hatian perbankan nasional di tengah suku bunga tinggi dan risiko kredit konsumtif.


OCBC mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga 15% pada kuartal III 2025, namun kredit hanya naik 2%. Perlambatan ini mencerminkan kehati-hatian perbankan di tengah bunga tinggi dan risiko ekonomi global.


PT Bank OCBC NISP Tbk (“OCBC”) menutup kuartal ketiga 2025 dengan kinerja yang solid namun berhati-hati. Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh pesat 15% YoY menjadi Rp230 triliun, tetapi penyaluran kredit hanya naik tipis 2% menjadi Rp164,74 triliun. Ketimpangan ini mencerminkan fenomena umum di industri perbankan, yakni likuiditas yang melimpah namun permintaan kredit yang masih lemah.

Di tengah tekanan suku bunga tinggi dan ketidakpastian ekonomi global, banyak bank, termasuk OCBC, memilih strategi konservatif. “Kami terus menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan manajemen risiko dengan tetap berfokus pada penguatan dana pihak ketiga serta menjaga kualitas aset yang sehat,” ujar Presiden Direktur OCBC, Parwati Surjaudaja, dalam keterangan tertulis, Jumat (31/10).

Meski ekspansi kredit melambat, OCBC masih membukukan laba bersih sebesar Rp3,82 triliun hingga September 2025 — relatif stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Pendapatan operasional naik 10% menjadi Rp9,71 triliun, sementara beban operasional turun 1%. Namun stagnasi laba menunjukkan margin bunga bersih (NIM) mulai tertekan akibat biaya dana yang meningkat.

Rasio kredit bermasalah (Gross NPL) tetap terkendali di 2%, dan Net NPL di 0,8%, menandakan disiplin pengelolaan risiko kredit tetap terjaga. Sementara itu, Rasio Kecukupan Modal (CAR) menguat ke 25,1%, mencerminkan ketahanan modal yang solid.

Namun, di balik rasio yang sehat, ada tanda perlambatan struktural. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan kredit perbankan nasional hanya sekitar 8,2% YoY hingga September 2025, turun dari 9,5% pada akhir 2024. Perlambatan terutama terjadi di sektor konsumsi dan UMKM akibat suku bunga pinjaman yang masih tinggi serta ketatnya penilaian risiko.

OCBC, yang tengah mempercepat transformasi digital, mencatat lonjakan transaksi e-channel sebesar 55% YoY. Namun, peningkatan transaksi digital ini belum banyak berkontribusi terhadap pendapatan non-bunga. “Transformasi digital OCBC menunjukkan arah positif dalam memperluas akses layanan perbankan, namun monetisasi digitalisasi masih membutuhkan waktu,” ujar seorang analis perbankan kepada digitalbank.id.

Selain itu, riset internal Financial Fitness Index (FFI) 2025 yang dirilis OCBC juga menunjukkan penurunan skor untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir. Hal ini menjadi indikasi tekanan finansial rumah tangga kelas menengah, yang berpotensi berdampak pada permintaan kredit konsumsi. Meski demikian, OCBC optimistis masyarakat bisa tetap “Win This Economy” dengan menjadi FUNanciallyFIT, seiring peningkatan pemahaman investasi seperti reksa dana dan saham.

Untuk mendukung ekspansi bisnis jangka panjang, OCBC memperkuat jaringan regional melalui forum OCBC One Connect 2025 yang digelar bersama OCBC Singapura. Forum ini membuka peluang investasi lintas negara, termasuk ke Tiongkok dan ASEAN.

Di tengah tren kredit yang melambat, langkah OCBC memperkuat fundamental dan digitalisasi dinilai tepat. Namun, tantangan ke depan adalah bagaimana bank dapat mengubah likuiditas berlebih menjadi pertumbuhan kredit yang produktif — tanpa mengorbankan kualitas aset dan profitabilitas jangka panjang.


Digionary:

● CAR (Capital Adequacy Ratio): Rasio kecukupan modal bank untuk menanggung risiko kerugian.
● CASA: Gabungan rekening giro dan tabungan (current account & saving account).
● DPK (Dana Pihak Ketiga): Dana masyarakat yang disimpan di bank, termasuk tabungan, giro, dan deposito.
● NIM (Net Interest Margin): Selisih antara pendapatan bunga dan biaya bunga terhadap total aset produktif.
● NPL (Non-Performing Loan): Kredit bermasalah yang gagal dibayar tepat waktu.
● BOPO: Perbandingan antara beban operasional dan pendapatan operasional.
● LCR (Liquidity Coverage Ratio): Rasio likuiditas untuk mengukur kemampuan bank menghadapi tekanan keuangan jangka pendek.
● Financial Fitness Index (FFI): Indeks yang mengukur kesehatan finansial individu.
● Digital Channel / e-Channel: Platform digital bank seperti mobile banking atau internet banking.

#OCBC #PerbankanIndonesia #KreditMikro #DanaPihakKetiga #DigitalBanking #PerlambatanEkonomi #SukuBungaTinggi #TransformasiDigital #LikuiditasBank #ProfitabilitasBank #NPL #CAR #BOPO #KeuanganDigital #FinansialIndonesia #BankDigital #OCBCNISP #Ekonomi2025 #PerbankanASEAN #KinerjaKeuangan

Comments are closed.