Senja Kala Entry-Level: AI Mulai Gusur Gen Z dari Pintu Masuk Dunia Kerja

- 11 Oktober 2025 - 11:13

Sebuah studi global yang dirilis oleh British Standards Institution (BSI) mengungkap tantangan eksistensial bagi Generasi Z (Gen Z) dalam memasuki pasar kerja: ‘Kiamat Pekerjaan’ akibat masifnya investasi perusahaan dalam Kecerdasan Buatan (AI). Survei terhadap lebih dari 850 pemimpin bisnis di tujuh negara menunjukkan bahwa 41% bos menggunakan AI sebagai alat untuk memangkas jumlah karyawan, dan hampir sepertiga (31%) mempertimbangkan solusi AI sebelum membuka lowongan baru. Kondisi ini secara khusus mengancam posisi entry-level, di mana seperempat pimpinan percaya AI mampu mengambil alih sebagian besar tugas yang biasanya diemban oleh karyawan pemula.


Fokus Utama:

1. ​AI sebagai Alat Pemangkasan Karyawan: Hasil survei di tujuh negara menunjukkan bahwa 41% dari pemimpin bisnis secara eksplisit mengakui bahwa investasi dalam AI telah memungkinkan mereka untuk mengurangi jumlah karyawan, menjadikannya solusi utama daripada pelatihan staf junior.
2. ​Ancaman Nyata pada Posisi Pemula: Pekerjaan entry-level, yang seharusnya menjadi gerbang bagi Gen Z (kelahiran 1997-2012), paling rentan. Seperempat pimpinan percaya AI dapat mengambil alih sebagian besar tugas yang dilakukan oleh karyawan tingkat pemula dalam waktu lima tahun.
3. ​Ketegangan Produktivitas vs Ketenagakerjaan: Adanya desakan mendesak bagi perusahaan untuk menyeimbangkan antara mengejar produktivitas dan efisiensi tinggi melalui AI dengan kebutuhan investasi jangka panjang pada pengembangan tenaga kerja manusia untuk menjamin keberlanjutan.


Kiamat Pekerjaan Gen Z: Survei BSI Ungkap 41% Bos Pangkas Karyawan Berkat AI. Posisi Entry-Level Paling Terancam. Baca analisis tajam tentang masa depan pekerjaan di era otomatisasi.
Gelombang Kecerdasan Buatan (AI) yang sebelumnya hanya dikhawatirkan, kini terbukti menjadi realitas yang menggerus peluang kerja bagi Generasi Z. Laporan terbaru dari British Standards Institution (BSI) membunyikan alarm keras: dunia usaha global secara aktif memilih investasi dalam otomatisasi AI daripada membuka pintu bagi pekerja baru, memicu apa yang disebut sejumlah analis sebagai ‘kiamat pekerjaan’ untuk Gen Z.

​Studi yang dilakukan di tujuh ekonomi utama—meliputi Inggris, AS, Prancis, Jerman, Australia, China, dan Jepang—terhadap lebih dari 850 pemimpin bisnis mengungkap tren yang suram. Empat dari 10 bos, atau setara 41%, secara terang-terangan mengakui bahwa AI telah menjadi alat strategis yang memungkinkan mereka memangkas jumlah karyawan. Tren ini menjadi pilihan utama ketimbang investasi dalam pelatihan dan pengembangan staf junior.

​Data BSI juga menyoroti titik balik dalam proses perekrutan: hampir sepertiga (31%) dari organisasi global kini mempertimbangkan solusi otomatisasi AI sebelum mereka bahkan memikirkan untuk merekrut seseorang. Proyeksi mereka tidak main-main; dua per lima eksekutif memperkirakan kecenderungan ini akan menjadi norma dalam waktu kurang dari lima tahun.

​Ancaman terbesar terfokus pada posisi entry-level—gerbang masuk bagi Gen Z (mereka yang lahir antara 1997 dan 2012) ke dalam dunia profesional. Seperempat dari pimpinan bisnis yang disurvei menyatakan keyakinan bahwa semua atau sebagian besar tugas yang dilakukan oleh karyawan tingkat pemula dapat sepenuhnya dieksekusi oleh AI.

​Tugas-tugas administratif, riset dasar, hingga penyusunan draf awal—yang biasanya menjadi tanggung jawab staf baru—kini rentan terhadap efisiensi AI. Hasilnya, 39% pemimpin telah menyaksikan pemotongan atau pengurangan peran entry-level akibat AI yang mampu menjalankan tugas-tugas tersebut dengan biaya operasional yang jauh lebih rendah dan tanpa batas waktu kerja.

​Fenomena ini semakin diperkuat oleh kecepatan adopsi AI. Di Inggris, misalnya, tiga per empat (76%) perusahaan mengharapkan perangkat AI baru dapat memberikan manfaat nyata bagi organisasi mereka hanya dalam 12 bulan ke depan. Motivasi utama: peningkatan produktivitas dan efisiensi, sekaligus pemangkasan biaya dan, ironisnya, pengisian kesenjangan keterampilan tanpa harus merekrut manusia.

​Menanggapi temuan yang mengkhawatirkan ini, Susan Taylor Martin, Chief Executive BSI, mengeluarkan peringatan penting. Ia menekankan bahwa fokus berlebihan pada efisiensi AI dapat melupakan elemen krusial dalam pertumbuhan. ​”AI menghadirkan peluang sangat besar bagi bisnis secara global, tapi seiring mereka mengejar produktivitas dan efisiensi lebih tinggi, kita tidak boleh melupakan fakta bahwa pada akhirnya manusialah yang mendorong kemajuan,” cetus Susan Taylor Martin.

​Martin menambahkan bahwa penelitian mereka mengungkap sebuah “ketegangan menentukan zaman kita” antara memaksimalkan AI dan kebutuhan untuk mengembangkan tenaga kerja. Solusi yang ditawarkan bukan menolak AI, melainkan menyandingkannya dengan pemikiran jangka panjang dan investasi berkelanjutan pada tenaga kerja manusia—sebuah langkah yang mendesak untuk menjamin keberlanjutan dan produktivitas pekerjaan.

​Kecemasan ini selaras dengan jajak pendapat terpisah oleh Kongres Serikat Buruh Inggris, yang menunjukkan bahwa separuh orang dewasa di negara tersebut kini khawatir akan dampak AI pada pekerjaan, takut posisinya akan diambil alih atau diubah secara drastis. Pasar kerja kini berada di persimpangan: antara inovasi robotik yang tak terhindarkan dan upaya untuk menyelamatkan jalan masuk bagi generasi pekerja berikutnya.

Digionary:

​● Chief Executive (CEO): Jabatan eksekutif tertinggi dalam sebuah perusahaan atau organisasi, bertanggung jawab atas manajemen keseluruhan.
● Entry-level: Posisi atau pekerjaan tingkat pemula dalam suatu organisasi yang biasanya tidak memerlukan pengalaman kerja yang signifikan.
● Generasi Z (Gen Z): Kelompok demografis yang lahir kira-kira antara tahun 1997 dan 2012, yang merupakan generasi pertama yang tumbuh sepenuhnya di era internet dan teknologi digital.
● Kecerdasan Buatan (AI – Artificial Intelligence): Sistem komputer yang mampu meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan belajar, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan pengenalan pola.
● Otomatisasi: Penggunaan sistem atau peralatan yang dioperasikan secara elektronik atau mekanik untuk melakukan tugas atau proses tanpa intervensi manusia secara langsung, sering kali didorong oleh AI.
● Produktivitas: Ukuran efisiensi produksi yang diukur dari hasil output yang dihasilkan per unit input (misalnya, per jam kerja atau per karyawan).

​#KiamatPekerjaan #GenZ #KecerdasanBuatan #AI #PasarKerja #FutureofWork #EntryLevel #Otomatisasi #PemangkasanKaryawan #EfisiensiBisnis #SurveiBSI #EkonomiGlobal #Teknologi #GenerasiZ #HRD #KeteganganAI #InvestasiAI #Digitalisasi #JobCrisis #DetikInet

Comments are closed.