Sejak menjabat sebagai CEO pada Maret 2025, Tan Su Shan memulai babak baru transformasi DBS dengan pilar AI, integrasi lintas bisnis, dan akuisisi cermat. Di tengah kondisi pasar global yang volatil dan persaingan ketat, ia berusaha menjaga momentum pertumbuhan dengan fokus pada ketangguhan, sinergi operasional, dan inovasi keuangan digital.
Fokus Utama:
1. Strategi “One Bank” dan reformasi struktur organisasi.
2. Ambisi AI dan manfaat ekonominya bagi DBS.
3. Tantangan makro, ekspansi geografis, dan integrasi lintas bisnis.
Tan Su Shan memimpin DBS ke era baru dengan integrasi struktur “One Bank”, AI produktif, dan ekspansi strategis. Baca bagaimana ia mengubah bank menjadi institusi keuangan masa depan sambil menjaga ketahanan di tengah dunia yang tak pasti.
Ketika sebagian besar bank menghindar dari risiko transformasi, Tan Su Shan malah memilih mempercepatnya. Di ponselnya tersimpan foto masa kecil—sebuah simbol kesinambungan kekuatan perempuan dalam keluarganya—yang mengiringi langkahnya menjadi CEO pertama wanita DBS. Menangkap peluang di tengah ketidakpastian global, Tan tak sekadar menjaga warisan pendahulu, tapi mengubah DBS menjadi institusi keuangan masa depan yang menggabungkan kapabilitas AI, integrasi bisnis, dan strategi akuisisi terukur.
Salah satu gebrakan awal Tan adalah menciptakan peran Chief Operating Officer (COO) — dipercayakan kepada Derrick Goh — yang bertanggung jawab atas penyelarasan fungsi, operasi, dan bisnis di seluruh unit. Dengan cara ini, Tan ingin DBS tidak lagi beroperasi sebagai barisan unit-unit terpisah, tetapi sebagai satu lembaga yang holistik. “Jika seorang nasabah ingin membuka rekening di tempat lain [di DBS], saya seharusnya tidak perlu meminta data mereka lagi dari awal,” tuturnya.
Model “One Bank, One Customer” yang diusung Tan memadukan layanan konsumer, korporasi, wealth, treasury, hingga operasional pasar dalam sebuah ekosistem yang terhubung dan responsif. Upaya ini memberikan DBS kapasitas untuk mengenali sinergi antar-unit — misalnya, membariskan aktivitas klien wealth dengan layanan korporasi — dan menyederhanakan pengalaman pelanggan.
Dalam praktiknya, DBS memang sudah menunjukkan tanda-tanda integrasi, dimana mereka mencatat pertumbuhan dalam pinjaman lintas negara, serta akuisisi terukur di kepemilikan usaha wealth untuk memperkuat kapabilitas nilai tambah.
Ambisi AI dan Manfaat Ekonomi Bagi DBS
Di bawah kepemimpinan Tan, AI telah melesat menjadi jantung transformasi DBS. Bank ini mengklaim telah mengembangkan lebih dari 350 use cases AI, mulai dari deteksi penipuan, scoring kredit algoritmik, pelatihan karyawan, hingga personalisasi saran layanan (nudges).
Pada 2024, inisiatif AI memberikan dampak ekonomi sebesar S$750 juta, dan DBS berharap nilai ini akan melewati S$1 miliar pada 2025. Tan memastikan bahwa AI bukanlah semata teknologi, melainkan bagian dari arsitektur budaya dimana penggunaan AI harus transparan, adil, dan tetap beradab dalam prinsip PURE mereka (Purposeful, Unsurprising, Respectful, Explainable).
Untuk memastikan AI tidak “meledak sendiri”, Tan menegaskan pentingnya peran human in the loop. Penggunaan DBS-GPT — versi AI internal — juga menunjukkan bagaimana AI dipakai untuk membantu staf menjawab pertanyaan lintas domain, mempercepat analisis, dan menyederhanakan alur kerja tanpa menunggu intervensi teknis berat.
Tan mengambil alih di tengah kondisi global yang tak mudah: tekanan geopolitik, volatilitas suku bunga, dan risiko regulasi digital. Kuartak I 2025, laba bersih DBS menurun 2% menjadi S$2,9 miliar karena beban pajak global minimum — meskipun hasil ini masih melampaui ekspektasi pasar.
Meski demikian, integrasi dan pertumbuhan masih terjaga. Dalam enam bulan pertama 2025, DBS membukukan laba sebelum pajak sebesar S$3,39 miliar (naik 5% YoY) dan ROE sebesar 17,0%. Bank juga membukukan modal yang kuat (CET1 ratio 17%) serta NPL stabil sekitar 1%.
Dalam langkah ekspansi, Tan telah menyatakan minatnya pada akuisisi tambahan “bolt-on” di bisnis wealth dan transaksi agar bisnis yang sudah menguntungkan menjadi lebih besar — namun selalu dengan syarat nilai tambah dan kesesuaian strategis. Selain itu, DBS juga ingin menggandakan kreditnya ke Australia dalam lima tahun ke depan sebagai bagian dari konektivitas lintas regional.
Salah satu tantangan terbesar adalah merespons otomatisasi — DBS sempat mengumumkan akan memangkas sekitar 4.000 posisi (sekitar 10 % tenaga kerja) dalam kurun tiga tahun, sambil menciptakan sekitar 1.000 posisi baru di area AI. Tan, sebagai CEO baru, harus menghadirkan keseimbangan antara inovasi dan kesejahteraan karyawan, karena pihak Direksi pernah menyampaikan bahwa peran CEO pun suatu saat bisa tergantikan oleh AI.
Tan Su Shan memimpin pengambilalihan tongkat kepemimpinan DBS di saat momentum digital sedang bergegas. Dengan strategi menyeluruh: struktur yang tersambung antar unit, pemanfaatan AI secara etis dan produktif, serta ekspansi yang selektif, Tan memberi sinyal bahwa perubahan besar bisa terjadi tanpa kehilangan pijakan. Tantangannya bukan lagi memulai transformasi, tetapi menjaga keseimbangan antara kecepatan inovasi dan stabilitas dalam badai global.
Seperti ditulis Fortune, Tan memulai karier perbankannya di kantor Morgan Stanley di Singapura tak lama setelah meraih gelar sarjananya dari Universitas Oxford di bidang politik, filsafat, dan ekonomi. Ia berfokus pada perbankan investasi dan manajemen kekayaan, dan setelah bekerja di ING Barings, ia bergabung dengan Citi Private Bank. Di sana, ia dengan cepat naik jabatan menjadi kepala perbankan swasta untuk Singapura, Malaysia, dan Brunei, serta membangun reputasi sebagai salah satu bankir swasta paling cerdas di Asia.
Gupta, bos DBS sebelumnya merayunya ke DBS pada tahun 2010 untuk memperluas dan memodernisasi waralaba manajemen kekayaan DBS. Pada tahun 2013, ia dipromosikan menjadi kepala perbankan konsumen sekaligus manajemen kekayaan. Tan mendapatkan pujian atas fokusnya yang tak kenal lelah pada pengalaman pelanggan dan semangatnya dalam memanfaatkan data dan kecerdasan buatan untuk mengembangkan produk keuangan yang inovatif dan lebih personal. Di bawah kepemimpinannya, DBS menjadi bank swasta terkemuka di Asia.
Pada tahun 2019, Gupta meminta Tan untuk memimpin grup perbankan institusional DBS, yang melayani klien korporat dan pemerintah besar dan, bersama dengan manajemen kekayaan dan perbankan konsumer, merupakan pendorong utama pendapatan grup lainnya. Dalam peran tersebut, ia mendesak rekan-rekannya untuk mencari cara menerapkan model AI dan pembelajaran mesin untuk mengevaluasi arus kas perusahaan—sebuah tindakan yang menurutnya membantu DBS menghindari sejumlah transaksi yang tidak menguntungkan dan menghindari dampak terburuk dari keruntuhan pasar properti residensial di Tiongkok daratan.
Digionary:
● Bolt-on acquisitions: Akuisisi kecil-kecilan yang ditujukan untuk memperkuat lini bisnis yang sudah ada.
● COO (Chief Operating Officer): Jabatan eksekutif yang mengawasi operasi sehari-hari dan integrasi fungsi organisasi.
● One Bank initiative: Pendekatan agar seluruh unit bisnis di bank terhubung dan beroperasi sebagai kesatuan terpadu.
● NPL (Non-Performing Loan): Pinjaman bermasalah atau macet, yakni pinjaman yang gagal dibayar.
● PURE framework: Prinsip DBS untuk penggunaan data yang Purposeful, Unsurprising, Respectful, dan Explainable.
● ROE (Return on Equity): Rasio tingkat pengembalian atas ekuitas — efisiensi dalam menghasilkan laba dibanding modal sendiri.
● Use case AI: Aplikasi spesifik kecerdasan buatan dalam fungsi bank, seperti scoring kredit, fraud detection, dan personalisasi layanan.
#TanSuShan #DBS #BankDigital #AIinBanking #OneBank #TransformasiFintech #EkspansiAsia #KepemimpinanPerempuan #InovasiFinansial #IntegrasiBisnis #AIProduktif #BoltOnAcquisition #Keuangan2025 #BudayaDigital #TeknologiBanking #BankAsia #StrategiBank #KetahananKeuangan #TransformasiOrganisasi #BankMasaDepan
