Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan bank dan lembaga keuangan non-bank (LKNB) untuk meninjau ulang biaya administrasi, provisi, suku bunga, dan biaya lain terkait kredit setiap tiga bulan. Aturan ini ditegaskan dalam POJK No. 19 Tahun 2025 guna mempercepat akses pembiayaan bagi UMKM dengan biaya yang lebih transparan, adil, dan inklusif, sembari tetap menjaga prinsip kehati-hatian perbankan.
Fokus Utama:
1. Evaluasi Berkala Biaya Kredit: Bank dan LKNB wajib meninjau ulang seluruh komponen biaya kredit, termasuk bunga, provisi, dan asuransi, minimal setiap tiga bulan.
2. Dorongan Inklusi UMKM: Kebijakan ini diarahkan untuk mempercepat akses pembiayaan UMKM dengan biaya lebih murah, mudah, dan adil.
3. Penguatan SDM Perbankan: Bank diminta meningkatkan kapasitas pegawai melalui pelatihan tahunan agar lebih paham dalam menyalurkan kredit kepada sektor UMKM, terutama dari sektor informal.
OJK mewajibkan bank dan lembaga keuangan mengevaluasi biaya kredit, termasuk bunga, admin, dan provisi, setiap tiga bulan sekali. Aturan ini ditujukan untuk memperluas akses pembiayaan UMKM yang lebih murah, transparan, dan inklusif.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat aturan biaya kredit perbankan. Melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2025, regulator kini mewajibkan bank dan lembaga keuangan non-bank (LKNB) untuk mengevaluasi seluruh biaya kredit—mulai dari suku bunga, administrasi, provisi, hingga asuransi—setidaknya setiap tiga bulan sekali.
Kebijakan ini berlaku sejak November 2025, dua bulan setelah aturan tersebut diundangkan pada 2 September lalu. Targetnya jelas: memberi napas baru bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar lebih mudah mengakses pembiayaan tanpa terbebani biaya tinggi yang kerap dianggap tidak transparan.
“Kita lihat mungkin ada biaya yaitu misalkan admin, provisi, asuransi penjaminan. Yang kita minta adalah wajib melakukan evaluasi biaya yang dibebankan kepada nasabah atau calon nasabah atau debitur, di mana evaluasinya itu harus dilakukan minimal satu kali dalam tiga bulan,” ujar Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini, dalam media briefing di Jakarta, akhir pekan lalu.
Indah menekankan, bank tak hanya diminta sekadar memeriksa angka-angka. Evaluasi juga harus mencakup kewajaran biaya, perhitungan sumber dana, hingga analisis dampak terhadap UMKM. “Tiga bulan harus ditinjau apakah biaya tersebut masih wajar, apakah suku bunga yang diberikan kepada UMKM ini masih wajar dan juga wajib memiliki kebijakan prosedur untuk mengevaluasi tata cara evaluasi kewajaran,” tambahnya.
Menurut data OJK, UMKM menyumbang lebih dari 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional. Namun, laporan Bank Indonesia 2024 menunjukkan, baru sekitar 21% UMKM yang mendapatkan akses pembiayaan formal dari bank. Tingginya biaya administrasi dan provisi menjadi salah satu kendala utama.
Dengan aturan baru ini, pemerintah berharap akses pembiayaan UMKM bisa tumbuh lebih cepat. Riset McKinsey (2024) menyebutkan, inklusi keuangan yang lebih baik dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional hingga 1,5% per tahun.
Selain kewajiban evaluasi biaya, OJK juga menuntut bank dan LKNB memperkuat kapasitas sumber daya manusia (SDM) mereka. Minimal satu kali dalam setahun, bank harus menggelar pelatihan atau workshop khusus bagi pegawai yang menangani UMKM. Tujuannya agar mereka lebih piawai dalam menganalisis risiko kredit, memahami karakter sektor informal, dan melakukan edukasi keuangan kepada nasabah UMKM.
“Peningkatan pemahaman pegawai atas sektor ekonomi tertentu yang menjadi target penyaluran UMKM itu penting. Biasanya bank juga menugaskan pegawainya untuk melakukan edukasi kepada UMKM, apalagi banyak pelaku berasal dari sektor informal,” kata Indah.
Kebijakan ini dinilai sejalan dengan agenda pemerintah mempercepat transformasi digital di sektor keuangan. Dengan biaya kredit yang lebih rasional, serta tenaga perbankan yang semakin terlatih, UMKM diharapkan bisa lebih kompetitif, baik di pasar domestik maupun global. ■
Digionary:
● Administrasi Kredit: Biaya yang dikenakan bank untuk pengurusan dokumen pinjaman.
● Asuransi Penjaminan: Proteksi terhadap risiko gagal bayar debitur yang biasanya diwajibkan dalam kredit.
● BPR (Bank Perkreditan Rakyat): Bank skala kecil yang berfokus pada layanan kredit bagi masyarakat di daerah.
● Inklusi Keuangan: Upaya agar seluruh lapisan masyarakat bisa mengakses layanan keuangan formal.
● LKNB (Lembaga Keuangan Non Bank): Institusi keuangan di luar bank, seperti leasing, multifinance, atau koperasi simpan pinjam.
● Margin Bagi Hasil: Kompensasi keuntungan dalam pembiayaan syariah yang menggantikan konsep bunga.
● POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan): Regulasi resmi yang diterbitkan OJK untuk mengatur sektor jasa keuangan.
● Provisi Kredit: Biaya awal yang dikenakan bank kepada debitur sebagai imbalan atas pemberian kredit.
● Sektor Informal: Kegiatan ekonomi yang tidak tercatat secara resmi, misalnya pedagang kaki lima atau usaha rumahan.
● UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah): Sektor usaha dengan modal terbatas yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
#OJK #Perbankan #UMKM #PembiayaanUMKM #InklusiKeuangan #BiayaKredit #Provisi #AdministrasiKredit #BankIndonesia #EkonomiNasional #PertumbuhanEkonomi #Finansial #RegulasiPerbankan #TransformasiDigital #AsuransiPenjaminan #KreditUMKM #LembagaKeuangan #POJK2025 #EkonomiKerakyatan #BisnisUMKM
