Hanya 11% Perusahaan Sukses Pakai Agen AI: Deloitte Ungkap Jurang Besar Antara Hype dan Realita

- 13 Desember 2025 - 18:45

Prediksi “tahunnya agen AI” pada 2025 gagal terwujud. Laporan Deloitte mengungkap hanya 11% organisasi yang secara aktif menggunakannya, terhambat oleh sistem warisan, arsitektur data berantakan, dan kegagalan mengalokasikan investasi untuk pelatihan manusia—sebuah pola klasik dalam transformasi teknologi.


Fokus Utama:

■ Kesenjangan Besar Antara Hype dan Realitas: Meski diprediksi bakal revolusioner, adopsi agen AI mandiri sangat rendah (11%), dengan 35% perusahaan bahkan belum punya strategi sama sekali.
■ Tiga Rintangan Utama: Sistem TI warisan, arsitektur data yang tidak siap dikonsumsi AI, serta tata kelola dan pengawasan yang belum diadaptasi untuk agen otonom menjadi penghalang terbesar.
■ Kesalahan Fatal dalam Alokasi Sumber Daya: 93% anggaran AI masih dialokasikan untuk teknologi, hanya 7% untuk pelatihan dan perubahan budaya—ketimpangan yang disebut sebagai “cerita lama yang terus berulang”.


2025 disebut-sebut sebagai tahunnya agen AI. Kenyataannya? Hanya 11% perusahaan yang benar-benar menggunakannya. Temuan Deloitte ini ungkap akar masalahnya yang klasik dan bagaimana menyiasatinya.


Ramai-ramai, para pakar dan pemimpin industri memproklamirkan 2025 sebagai “tahunnya agen AI”. Asisten digital otonom itu dijanjikan bakal merevolusi cara kerja dan melambungkan produktivitas. Namun, saat tahun hampir berakhir, klaim itu terasa seperti sirene yang nyaring tapi kosong. Kenyataannya, revolusi itu mandek di tempat.

Laporan terbaru Deloitte dalam Tech Trends 2025 mengonfirmasi kegagalan itu. Hanya 11% organisasi yang secara aktif menggunakan sistem agen AI dalam produksi. Angka itu jauh lebih kecil dari yang membayangkan (30%) atau yang baru memulai pilot (38%). Bahkan, 35% perusahaan mengaku sama sekali belum memiliki strategi untuk agen AI. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?

“Dalam banyak hal, AI, terutama tiga tahun lalu, memicu gelombang kegembiraan dan antusiasme dari jajaran C-suite dan dewan… tetapi itu diperlakukan seolah-olah itu adalah sesuatu yang terpisah dengan sendirinya, dan dampak serta pengembaliannya cukup rendah — dan sekarang agen mengalami hal yang sama,” kata Bill Briggs, CTO di Deloitte.

Sistem Warisan: Batu Sandungan Terbesar

Masalah utamanya, menurut laporan itu, bukan pada kecerdasan buatan itu sendiri, melainkan pada fondasi digital perusahaan yang sudah uzur. Agen AI, secerdas apa pun, tetap perlu “memanggil” sistem pemesanan, keuangan, SDM, atau penetapan harga yang ada di belakang layar untuk benar-benar menyelesaikan pekerjaan.

“Anda harus memiliki investasi dalam sistem inti, perangkat lunak perusahaan, sistem warisan, SAS, untuk memiliki layanan yang dapat dikonsumsi dan benar-benar dapat menyelesaikan pekerjaan apa pun karena, pada akhirnya, mereka [agen AI] masih memanggil sistem pesanan, sistem penetapan harga, sistem keuangan, sistem SDM yang sama di belakang layar, dan sebagian besar organisasi tidak mengeluarkan biaya untuk menjaga kebersihan agar mereka siap berpartisipasi,” jelas Briggs.

Survei Deloitte 2025 memperkuat hal ini: 48% organisasi mengidentifikasi keterjangkauan data sebagai tantangan bagi strategi otomatisasi AI mereka, dan 47% menyebut kemampuan penggunaan ulang data sebagai penghalang. Arsitektur data yang berantakan membuat agen AI “kelaparan informasi” atau mengonsumsi data yang salah.

Ketimpangan Anggaran yang Mengulangi Sejarah

Temuan lain yang lebih mencengangkan adalah pola alokasi anggaran yang timpang secara historis. Deloitte menemukan bahwa 93% pengeluaran untuk AI masih dialokasikan untuk teknologi—perangkat lunak, infrastruktur, lisensi. Hanya 7% yang dialokasikan untuk mengubah budaya, pelatihan, dan pembelajaran.

Ketimpangan ini, kata Briggs, “tidak seimbang, karena itulah bagian di mana hampir semuanya akan gagal.” Ia menyebut kurangnya fokus pada pelatihan ini sebagai “cerita yang sudah setua waktu”, sebuah pola yang terus berulang dalam setiap transformasi teknologi selama 30 tahun kariernya di industri.

Jalan Keluar: Redesain Proses, Bukan Sekadar Tempel Tempel

Lalu, bagaimana dengan 11% minoritas yang berhasil? Kuncinya terletak pada pendekatan yang lebih bijak dan mendasar.

Alih-alih sekadar “melapisi agen ke alur kerja yang ada”, organisasi yang sukses justru merancang ulang proses bisnisnya untuk memanfaatkan kemampuan agen AI. Mereka memanfaatkan kemampuan agen untuk menangani volume tugas yang tinggi secara kolaboratif tanpa jeda.

Lebih jauh, ini memunculkan pertanyaan struktural baru yang harus dijawab perusahaan: Siapa yang akan mengelola tim agen AI ini? Bagaimana tim SDM untuk merekrut, mengevaluasi, dan “memecat” asisten digital ini? Laporan Microsoft 2025 Work Trend Index mengonfirmasi bahwa manusia pada akhirnya akan memimpin tim agen AI, yang memerlukan proses SDM yang sama sekali baru untuk para asisten virtual ini.

“Kami harus memikirkan kembali sebagian besar proses SDM kami di dunia di mana kami akan semakin banyak orang bekerja dengan algoritma, agen, dan robot,” ujar Briggs.

Pelajaran yang muncul jelas: Revolusi agen AI bukanlah lomba memilih alat teknologi tercanggih. Ini adalah ujian kedewasaan atas fondasi digital dan kemampuan adaptasi manusia dalam sebuah organisasi. Tahun 2025 mungkin bukan tahun kemenangan agen AI, tetapi tahun di mana kita diingatkan lagi pada pelajaran lama: teknologi secanggih apa pun akan gagal, jika dijatuhkan di atas fondasi yang rapuh dan dikelola dengan pola pikir yang keliru.


Digionary:

● Agen AI (AI Agent): Sistem kecerdasan buatan otonom yang dirancang untuk melakukan tugas, membuat keputusan, atau mencapai tujuan tertentu tanpa intervensi manusia berkelanjutan, sering kali dengan kemampuan untuk berinteraksi dengan sistem lain.
●Arsitektur Data: Desain struktural yang mengatur bagaimana data dikumpulkan, disimpan, diatur, diintegrasikan, dan digunakan dalam sebuah organisasi.
●C-Suite: Istilah kolektif untuk para eksekutif tingkat tertinggi dalam sebuah perusahaan, yang jabatannya biasanya diawali huruf “C” (Chief), seperti CEO, CTO, CFO.
●Sistem Warisan (Legacy Systems): Sistem komputer, aplikasi perangkat lunak, atau teknologi yang sudah ketinggalan zaman tetapi masih digunakan karena merupakan tulang punggung operasional bisnis, sering kali sulit diintegrasikan dengan teknologi baru.
●Tech Trends Report: Laporan tahunan yang diterbitkan oleh firma konsultan seperti Deloitte yang menganalisis dan memprediksi tren teknologi terkemuka yang akan memengaruhi dunia bisnis.

#AI#AgenAI #Deloitte #TechTrends2025 #TransformasiDigital #AdopsiAI #SistemWarisan #DataArchitecture #PelatihanAI #GagalAI #StrategiTeknologi #InvestasiAI #RevolusiIndustri #AIatWork #KecerdasanBuatan #DigitalTransformation #LaporanTahunan #CTO #RealitasvsHype #TantanganTeknologi

Comments are closed.