Taruhan US$1 Triliun SoftBank dan Problem Klasik Startup AI yang Tak Jelas Mencetak Uang

- 8 Desember 2025 - 07:39

Di tengah euphoria kecerdasan buatan, dua realitas paradoks muncul: investor modal ventura kebingungan menilai pendapatan startup AI yang terus berganti model bisnis, sementara di panggung geopolitik, raksasa teknologi SoftBank menggandeng pemerintahan Trump untuk mega-proyek taman industri AI senilai ratusan miliar dolar—sebuah ambisi yang diragukan banyak kalangan.


Lonjakan harga saham perusahaan AI mungkin membuat pasar euforia, tetapi di balik layar, para investor modal ventura justru harus mengernyitkan dahi. Bagaimana tidak? Mereka kesulitan mematok nilai sesungguhnya dari startup-startup AI yang seperti berganti baju setiap kuartal dalam hal model pendapatan. Sementara itu, di arena yang sama, sebuah ambisi kolosal sedang dirancang, yakni membangun kompleks industri raksasa untuk memproduksi segala kebutuhan fisik AI—sebuah rencana senilai triliunan dolar yang digadang-gadang bisa mengubah peta industri global, atau sekadar menjadi mimpi paling mahal Masayoshi Son.

Jika ada satu hal yang disepakati tentang revolusi kecerdasan buatan (AI), itu adalah sifatnya yang disruptif. Namun, gangguan itu tak hanya terjadi pada industri lama, tetapi juga pada cara tradisional menilai sebuah bisnis. Di satu sisi, para pemodal ventura (VC) di Silicon Valley dibuat pusing oleh startup AI yang terus bereksperimen—dan berganti—model pendapatan. Di sisi lain, sebuah visi yang hampir tak terbayangkan sedang digodok: membangun jaringan “taman industri kristal” berisi pabrik-pabrik canggih di seluruh Amerika Serikat, didanai oleh komitmen US$550 miliar dari Jepang, untuk memproduksi tulang punggung fisik revolusi AI.

“Pada era AI, startup benar-benar beralih ke model baru. Mereka menggunakan penggunaan dan hasil berbasis kinerja untuk mengukur pendapatan. Itu sangat berbeda dari model sebelumnya,” ujar reporter The Wall Street Journal, Marc Vartabedian, dalam podcast Tech News Briefing belum lama ini. Perubahan fundamental ini, dari model langganan tetap ke pembayaran berdasarkan pemakaian atau hasil, menciptakan kabut tebal bagi investor yang mencoba menilai kesehatan finansial sebuah perusahaan.

Startup AI tidak lagi menjual software dengan harga lisensi tahunan yang pasti. Mereka kini mengadopsi campuran model: bayar-per-pemakaian (usage-based), bayar-berdasarkan-hasil (outcome-based), dan langganan per pengguna. Masalahnya, model ini bisa berubah drastis dalam waktu singkat. Vartabedian mencontohkan Prosper AI, startup agen suara untuk sektor kesehatan, yang mengganti model pendapatannya tiga kali hanya dalam beberapa bulan, tepat di saat mereka sedang menggalang dana US$5 juta. “Itu seperti mencoba menembak target yang bergerak,” katanya.

Kebingungan ini memicu pertanyaan mendasar, apakah ini inovasi bisnis yang brilian, atau sekadar kedok untuk menutupi ketidakpastian pendapatan jangka panjang? Data dari PitchBook pada kuartal III-2025 menunjukkan, meski total pendanaan ke startup AI global tetap tinggi (sekitar US$25 miliar), tingkat due diligence investor meningkat signifikan, dengan fokus pada keberlanjutan (sustainability) model bisnis.

Sementara VC sibuk dengan spreadsheet, CEO SoftBank Masayoshi Son melangkah lebih jauh. Ia berencana mewujudkan ide “Freedom Cities” yang pernah diwacanakan Presiden Donald Trump, dengan versi terbaru bernama “Crystal Land”—jaringan taman industri super yang memproduksi kabel fiber optik, peralatan pusat data, hingga komponen chip untuk kebutuhan raksasa AI seperti Meta dan OpenAI. Rencana ini tak main-main: nilainya bisa mencapai US$1 triliun lebih, dengan skema pendanaan memanfaatkan komitmen Jepang sebesar US$550 miliar sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan AS-Jepang. “Ideanya adalah menempatkan ratusan miliar dolar investasi untuk membuat pabrik-pabrik raksasa yang ditujukan untuk sektor AI dan energi,” jelas reporter WSJ Eliot Brown.

Ambisi Son menghadapi sederet tantangan berat. Pertama, SoftBank adalah perusahaan teknologi, bukan pembangun pabrik atau pengembang properti industri. Kedua, proyek ini akan menggunakan lahan federal dalam jumlah besar, yang proses persetujuannya rumit dan panjang. Ketiga, dan yang paling krusial, adalah masalah permintaan: apakah pasar mampu menyerap produksi massal kabel dan peralatan yang akan dihasilkan? Brown dengan skeptis mencatat, “Aturan umumnya adalah: semakin besar rencananya, semakin kecil kemungkinannya terjadi.” Selain itu, skema pembiayaannya masih sangat konseptual. Jepang memiliki hak veto, tetapi AS dapat membalas dengan menaikkan tarif lagi jika proposalnya ditolak—sebuah dinamika geopolitik yang rapuh.

Proyeksi Son didorong oleh keyakinan fanatiknya pada AI dan momentum pasar. Saham SoftBank telah melonjak tiga kali lipat sejak April 2025, memberi dia lebih banyak ruang gerak untuk langkah berikutnya. Namun, kisah dua sisi ini—kebingungan di level startup dan kegilaan ambisi di level geopolitik—menjadi cermin sempurna dari fase di mana industri AI berada, yakni penuh potensi, tetapi juga dipenuhi ketidakpastian dan risiko pembengkakan yang mahal. Masyarakat dunia tidak hanya menanti terobosan algoritma berikutnya, tetapi juga mengamati apakah fondasi fisik dan ekonomi untuk menopangnya dapat benar-benar dibangun, ataukah hanya akan menjadi menara gading lain di atas gelembung hype.


Digionary:

● AI (Artificial Intelligence): Kecerdasan buatan; simulasi proses kecerdasan manusia oleh mesin, terutama sistem komputer.
● Due Diligence: Proses penyelidikan mendalam dan evaluasi terhadap suatu bisnis atau aset sebelum membuat keputusan investasi.
● Model Pendapatan (Revenue Model): Strategi yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan uang dari produk atau jasanya.
● Modal Ventura (Venture Capital): Bentuk pembiayaan yang diberikan oleh investor kepada startup dan perusahaan kecil yang dinilai memiliki potensi pertumbuhan jangka panjang yang tinggi.
● Outcome-based Pricing: Model penetapan harga dimana biaya ditentukan berdasarkan hasil atau outcome yang dicapai, bukan pada waktu atau sumber daya yang digunakan.
● Usage-based Pricing: Model penetapan harga dimana biaya ditentukan berdasarkan seberapa banyak suatu produk atau layanan digunakan.

#AI #Startup #VentureCapital #SoftBank #MasayoshiSon #DonaldTrump #CrystalLand #InvestasiAI #GelembungAI #ModelBisnis #Teknologi #Innovasi #WallStreetJournal #Pendanaan #SiliconValley #EkonomiDigital #RevolusiIndustri #ProyekMega #AS #Jepang

Comments are closed.