Era Kecerdasan Buatan Otonom (Agentic AI) yang mampu mengambil keputusan mandiri memaksa perusahaan membangun ketahanan digital baru melalui “data fabric”—arsitektur terintegrasi yang menyatukan dan mengelola data across seluruh lini bisnis untuk mencegah gangguan operasional yang diperparah oleh kecepatan dan kompleksitas AI.
Fokus Utama:
■ Tantangan baru ketahanan digital: Autonomous decision-making pada Agentic AI memperbesar dampak gangguan kecil, sementara kurang dari 50% pemimpin bisnis yakin dengan kemampuan organisasi mereka menjaga keamanan dan kontinuitas layanan.
■ Solusi data fabric: Arsitektur terintegrasi yang menghubungkan data across security, IT, dan operasi bisnis menjadi fondasi penting untuk memberi Agentic AI akses real-time ke machine data—”detak jantung” perusahaan modern.
■ Kolaborasi manusia-AI: Meski canggih, Agentic AI tetap membutuhkan human oversight dan guardrails yang jelas untuk memastikan keandalan dan keamanan dalam pengambilan keputusan otonom.
Hadapi tantangan Agentic AI yang otonom dengan strategi data fabric.Baca analisis MIT Technology Review tentang membangun ketahanan digital di era AI mengambil keputusan mandiri.
Gelombang berikutnya dari revolusi kecerdasan buatan telah tiba, dan ini membawa tantangan yang sama sekali baru. Berbeda dengan pendahulunya yang pasif, Agentic AI—sistem otonom yang mampu merencanakan, bernalar, dan mengeksekusi tugas secara mandiri—kini bergerak dari fase percobaan menjadi inti operasi bisnis. Namun, otonomi dan kecepatannya yang luar biasa justru menjadi pedang bermata dua: memperbesar dampak dari sekecil apa pun ketidakkonsistenan data atau celah keamanan.
Dalam lanskap di mana investasi AI global diproyeksikan mencapai US$1,5 triliun pada 2025, sebuah paradoks muncul. Survei global mengungkapkan bahwa kurang dari separuh pemimpin bisnis yang merasa yakin dengan kemampuan organisasi mereka dalam menjaga kontinuitas layanan, keamanan, dan kontrol biaya selama krisis. “Dalam beberapa hal, kecepatan inovasi ini mulai merugikan kita karena menciptakan risiko yang belum siap kita hadapi,” kata Kamal Hathi, Senior Vice President Splunk, seperti dikutip MIT Technology Review yang bekerja sama dengan Cisco membuat survei tersebut.
Menjawab kekhawatiran ini, organisasi mulai beralih ke konsep data fabric—sebuah arsitektur terintegrasi yang menghubungkan dan mengatur informasi across semua lapisan bisnis. Dengan meruntuhkan sekat-sekat departemen dan memungkinkan akses real-time, data fabric memberdayakan tim manusia dan sistem AI untuk mendeteksi risiko, mencegah masalah sebelum terjadi, dan pulih dengan cepat saat gangguan tak terelakkan.
Yang membedakan Agentic AI dengan model AI sebelumnya adalah ketergantungannya pada machine data—log, metrik, dan telemetri yang dihasilkan oleh perangkat, server, dan aplikasi. “Kami sering menggambarkan machine data sebagai detak jantung perusahaan modern,” tegas Hathi. “Sistem Agentic AI digerakkan oleh denyut nadi vital ini, membutuhkan akses real-time ke informasi.”
Namun, sedikit perusahaan yang telah mencapai tingkat integrasi machine data yang diperlukan. Keterbatasan ini tidak hanya mempersempit penggunaan Agentic AI, tetapi lebih berbahaya lagi, dapat menghasilkan anomali data dan kesalahan dalam output atau tindakan. Seperti model NLP sebelum era GPT yang bergumul dengan ambiguitas linguistik, Agentic AI bisa “meledak” jika tidak dibekali dengan pemahaman mendalam tentang machine data.
Solusinya terletak pada pembangunan data fabric yang dirancang khusus untuk ketahanan. Proses ini melibatkan pemecahan silo data, penerapan arsitektur data terfederasi, dan peningkatan platform data untuk memastikan data yang telah disatukan dapat ditindaklanjuti oleh Agentic AI—terutama untuk data tidak terstruktur seperti log sistem dan event keamanan yang semakin mendominasi lanskap digital.
Yang menarik, AI sendiri bisa menjadi kolaborator penting dalam menciptakan data fabric ini. Tool berbasis AI dapat dengan cepat mengidentifikasi hubungan antara data yang terpisah-pisah, mendeteksi kesalahan, dan menggunakan NLP untuk menandai dan mengategorikan data. Agentic AI bahkan dapat memperkuat kemampuan manusia dalam mendeteksi anomali dalam aliran data tidak terstruktur yang seringkali luput dari pengamatan manusia.
Namun, di balik semua otonomi ini, peran manusia tetap krusial. “AI dapat meningkatkan pengambilan keputusan manusia, tetapi pada akhirnya, manusia yang ada di kursi pengemudi,” pungkas Hathi. Guardrails yang jelas dan human-in-the-loop menjadi kunci untuk penggunaan AI yang terpercaya dan praktis, memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak mengorbankan ketahanan digital yang telah dibangun susah payah.
Digionary:
● Agentic AI: Sistem kecerdasan buatan otonom yang mampu merencanakan, bernalar, dan mengeksekusi tugas secara proaktif dengan intervensi manusia minimal.
● Data Fabric: Arsitektur data terintegrasi yang menghubungkan dan mengatur informasi across semua lapisan bisnis untuk memungkinkan akses dan analisis real-time.
● Ketahanan Digital (Digital Resilience): Kemampuan suatu organisasi untuk mencegah, menahan, dan pulih dari gangguan operasional di dunia digital.
● Machine Data: Data yang dihasilkan secara otomatis oleh perangkat, server, sistem, dan aplikasi berupa log, metrik, dan telemetri.
#AgenticAI#DataFabric #KetahananDigital #KecerdasanBuatan #AI #TransformasiDigital #MITTechnologyReview #TeknologiBisnis #Inovasi #MachineData #AIStrategy #DigitalTransformation #TechLeadership #AIImplementation #BusinessResilience #AIGovernance #HumanInTheLoop #AIriset #EnterpriseAI #TechTrends
