Arsitek Keamanan Digital Singapura Shanmugam Menolak Takluk pada Serangan Siber Global

- 22 Oktober 2025 - 09:10

Pemerintah Singapura mengubah strategi pertahanan sibernya dimana untuk pertama kalinya, intelijen ancaman rahasia akan dibagikan kepada sektor-sektor kritis seperti energi, keuangan, dan telekomunikasi. Kebijakan ini diinisiasi oleh K. Shanmugam, Menteri Koordinator Keamanan Nasional, yang menilai bahwa perang digital tak lagi bisa ditangani dengan regulasi semata — tetapi dengan kolaborasi intelijen dan ketahanan lintas lembaga.


Fokus Utama:

1. Singapura beralih dari pendekatan regulatif menjadi kolaboratif dengan berbagi data intelijen rahasia kepada operator infrastruktur vital.
2. Shanmugam dan visi “Cyber Resilience State”. K. Shanmugam menekankan pentingnya kesetaraan antara “penyerang dan pembela” dalam lanskap siber global.
3. Singapura memperluas pengaruhnya lewat program pelatihan siber PBB dan memperkuat norma internasional agar teknologi, termasuk AI, tidak dijadikan senjata geopolitik.


K. Shanmugam mengubah arah pertahanan digital Singapura dengan membagikan intelijen rahasia kepada sektor kritis. Langkah berani ini menandai era baru kolaborasi siber dan diplomasi global melawan ancaman digital.


Di tengah bayang-bayang serangan siber yang makin rumit dan kerap disponsori negara, Singapura memilih langkah berani: membuka sebagian dari “rahasia negara” untuk melindungi dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemerintah akan membagikan intelijen ancaman rahasia (classified threat intelligence) kepada sektor-sektor vital seperti energi, telekomunikasi, dan keuangan.

Langkah ini diumumkan oleh K. Shanmugam, Menteri Koordinator Keamanan Nasional Singapura, saat membuka Singapore International Cyber Week 2025 di Marina Bay Sands Expo. Di hadapan ratusan delegasi keamanan siber dari 97 negara, Shanmugam menegaskan, “Kami harus menyamakan medan antara pembela dan penyerang, dan membalikkan keadaan terhadap para aktor ancaman,” katanya seperti dikutip The Straits Times.

Kebijakan ini menandai perubahan besar dalam paradigma keamanan digital Singapura. Selama ini, pemerintah bertumpu pada Cybersecurity Act yang mengatur pelaporan insiden dan standar keamanan tinggi bagi operator infrastruktur kritis. Namun, kata Shanmugam, regulasi saja tidak cukup menghadapi gelombang serangan canggih dari aktor negara dan sindikat kriminal siber.

“Singapura kini menghadapi penyerang yang didukung negara, dengan sumber daya dan teknologi yang jauh lebih besar,” ujarnya. “Hanya dengan memperkuat kolaborasi dan berbagi intelijen, kita bisa bertahan.”

Di bawah kebijakan baru ini, lembaga pemerintah akan bekerja langsung dengan operator sektor strategis untuk berbagi data ancaman real-time, melakukan simulasi stres sistem (stress testing), dan menutup jaringan yang digunakan oleh peretas sebelum mereka sempat melancarkan serangan.

Ketahanan di Tengah Ketidakpastian Digital

Namun Shanmugam realistis. Ia menegaskan bahwa meski pertahanan diperkuat, tidak semua serangan bisa dicegah. Karena itu, perusahaan harus membangun resiliensi operasional — tetap bisa berfungsi dalam “mode terdegradasi” jika sistem utama lumpuh.

Langkah ini juga merupakan bagian dari respons Singapura terhadap serangan kelompok UNC3886, jaringan peretas yang tahun lalu menyerang infrastruktur informasi kritis negara itu. Menurut laporan Cyber Security Agency of Singapore (CSA), insiden tersebut menjadi peringatan bahwa bahkan sistem keamanan kelas dunia pun rentan.

“Situasi geopolitik dan konektivitas digital kita membuat Singapura menjadi target menarik,” kata Shanmugam.

Menjadi Pusat Diplomasi Siber Dunia

Selain memperkuat pertahanan domestik, Shanmugam juga mendorong Singapura menjadi pemain utama dalam diplomasi siber global. Selama masa kepemimpinannya, Singapura memimpin kelompok kerja PBB tentang keamanan teknologi informasi, dan meluncurkan UN–Singapore Cyber Programme, yang telah melatih lebih dari 140 pejabat keamanan siber dari 97 negara sejak 2022.

Program itu kini diperpanjang tiga tahun lagi, dengan materi baru mencakup dampak kecerdasan buatan (AI) dan teknologi kuantum terhadap keamanan digital. “Berbagai negara memiliki pandangan berbeda tentang ofensif dan defensif, tapi kita perlu dasar kerja sama demi ruang siber yang aman,” ujar Shanmugam.

Ia memperingatkan bahwa tanpa kepercayaan antarnegara, dunia akan jatuh ke dalam perlombaan senjata siber yang tak ada pemenangnya. “Jika sebagian negara memilih mempersenjatai teknologi, yang lain akan meningkatkan pertahanan. Kita sudah berada di ambang itu,” katanya tegas.

Melawan Pengaruh Asing dan Serangan Informasi

Ancaman digital tidak hanya datang dalam bentuk peretasan. Shanmugam juga menyinggung meningkatnya upaya pengaruh asing dalam politik domestik Singapura, terutama melalui media sosial. Ia mengungkap kasus seorang tokoh yang menggunakan narasi rasial dan agama dalam kampanye pemilu — dan menyebutnya sebagai peringatan keras.

Selain itu, pada 2024, pemerintah memblokir 10 situs palsu yang dibuat aktor asing dan menyamar sebagai situs lokal untuk meluncurkan kampanye informasi berbahaya. “Jika dunia digital berubah menjadi hukum rimba di mana yang kuat selalu benar, maka manfaat digitalisasi akan terhapus,” kata Shanmugam.

Sebagai mantan pengacara top yang kini dikenal sebagai “arsitek keamanan digital” Singapura, Shanmugam telah memimpin transformasi kebijakan keamanan nasional dari sekadar penegakan hukum menjadi sistem kolaboratif berbasis data, intelijen, dan diplomasi teknologi.

“Dia bukan sekadar menteri hukum; dia adalah pemikir strategis yang melihat dunia digital sebagai medan perang baru,” ujar seorang analis siber dari ISEAS-Yusof Ishak Institute.

Dengan langkah ini, Singapura menegaskan posisinya sebagai salah satu negara paling siap menghadapi serangan siber di Asia — sekaligus mengirim pesan ke dunia: di era AI dan perang data, keamanan nasional dimulai dari kolaborasi, bukan kerahasiaan.


Digionary:

● AI (Artificial Intelligence) – Kecerdasan buatan; teknologi yang meniru kemampuan berpikir manusia.
● Cyber Resilience – Kemampuan sistem digital untuk terus beroperasi meski terjadi gangguan siber.
● Cybersecurity Act – Undang-undang keamanan siber Singapura yang mengatur kewajiban pelaporan dan standar keamanan.
● Threat Intelligence – Informasi tentang ancaman siber yang dikumpulkan dari berbagai sumber untuk mencegah serangan.
● UNC3886 – Kelompok peretas yang diduga terkait dengan aktor negara dan menyerang infrastruktur kritis.
● Quantum Technology – Teknologi berbasis prinsip fisika kuantum yang dapat mengubah sistem enkripsi dan keamanan digital.

#KShanmugam #CyberSecurity #Singapore #DigitalDefense #CyberResilience #NationalSecurity #CyberWeek2025 #ArtificialIntelligence #QuantumTech #DigitalDiplomacy #UNC3886 #CyberAttack #ThreatIntelligence #AIandSecurity #DataProtection #AsiaTech #SmartNation #CyberPolicy #Infosec #DigitalBankID

Comments are closed.