Cisco Ungkap Kesenjangan AI di Indonesia, Hanya 23% Perusahaan yang Siap!

- 16 Oktober 2025 - 09:21

Riset terbaru Cisco mengungkap hanya 23%perusahaan di Indonesia yang benar-benar siap menghadapi era AI (disebut “Pacesetters”), sementara 97% berencana menerapkan AI dalam 12 bulan ke depan namun terkendala infrastruktur digital dan keamanan yang belum memadai.


Fokus Utama:

1. Hanya 23% perusahaan Indonesia masuk kategori “Pacesetters” yang siap AI.
2. 97% perusahaan berencana adopsi AI dalam setahun, tapi hadapi kendala infrastruktur.
3. Perlunya peningkatan fondasi digital dan keamanan untuk optimalkan investasi AI.


Riset Cisco mengungkapkan hanya 23% perusahaan Indonesia siap AI! 97% menyatakan akan mengadopsi AI dalam setahun ke depan, nmun terkendala infrastruktur.


Ambisi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengadopsi artificial intelligence (AI) ternyata tidak diimbangi dengan kesiapan infrastruktur yang memadai. Riset terbaru Cisco mengungkap fakta mencengangkan: hanya 23% organisasi di Indonesia yang benar-benar siap menghadapi tantangan dan peluang AI.

“Ambisi untuk mengadopsi AI memang luar biasa tinggi, tetapi kesiapan masih tertinggal jauh,” tegas Ben Dawson, SVP & President of Sales Cisco Asia Pacific, Japan & Greater China dalam webinar “Cisco AI Readiness Index 2025”, Rabu (15/10).

Cisco membagi perusahaan di Indonesia menjadi empat kategori berdasarkan kesiapan AI:

· Pacesetters (23%): Perusahaan yang sudah implementasi AI hingga tahap produksi dan hasilkan nilai bisnis terukur
· Chasers (56%): Cukup siap namun masih perlu improvement
· Followers (21%): Hanya siap secara terbatas
· Laggards (1%): Belum siap sama sekali

“Pacesetters tidak sekadar bereksperimen dengan AI. Mereka mendefinisikan dengan jelas apa yang ingin dicapai, serta mengukur hasil dari awal hingga implementasi,” jelas Simon Miceli, Managing Director Cloud & AI Infrastructure Cisco APJC.

Antusiasme Tinggi vs Realitas Infrastruktur

Yang menjadi perhatian adalah meskipun 97% perusahaan di Indonesia berencana menerapkan agen AI dalam 12 bulan ke depan, banyak yang mengaku sistem mereka belum fleksibel untuk mendukung implementasi AI yang optimal.

“Tanpa peningkatan fondasi digital dan keamanan yang kuat, banyak perusahaan berisiko tertinggal serta gagal memetik nilai bisnis nyata dari investasi AI,” peringat Ben Dawson.

Riset ini menunjukkan bahwa keberhasilan adopsi AI tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang kesiapan organisasi secara menyeluruh. Perusahaan-perusahaan Pacesetters membuktikan bahwa kesuksesan AI bergantung pada persiapan dan eksekusi yang disiplin, bukan sekadar aspirasi.

Dengan mayoritas perusahaan Indonesia masih berada di kategori Chasers dan Followers, diperlukan akselerasi signifikan dalam membangun fondasi digital yang kuat agar tidak tertinggal dalam revolusi AI yang sedang berlangsung.


Digionary:

● Pacesetters: Perusahaan yang berhasil implementasikan AI hingga produksi dan hasilkan nilai bisnis terukur
●AI Infrastructure Debt: Kesenjangan antara kebutuhan infrastruktur AI yang ideal dengan kondisi aktual perusahaan
●Chasers: Perusahaan yang cukup siap AI tetapi masih perlu peningkatan signifikan

#Cisco#AIIndonesia #DigitalTransformation #ArtificialIntelligence #TransformasiDigital #PerusahaanIndonesia #AIReadiness #TeknologiAI #InfrastrukturDigital #InovasiDigital #AIAdoption #DigitalEconomy #TechResearch #BusinessTransformation #AIStrategy #DigitalInfrastructure #PerusahaanDigital #RevolusiAI #TechInnovation #IndonesiaDigital

Comments are closed.