Di tengah disrupsi teknologi dan gejolak geopolitik global, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) gencar merumuskan kebijakan untuk menjaga ketahanan sistem keuangan nasional. Lewat forum riset internasional, OJK menyoroti peran kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), digital resilience, dan perlunya regulasi proaktif agar Indonesia tak tertinggal dalam transformasi keuangan digital.
Fokus Utama:
1. AI Perkuat Stabilitas Keuangan — OJK memanfaatkan kecerdasan buatan untuk memperkuat pengawasan keuangan melalui platform OSIDA, menjadikan sistem lebih prediktif dan efisien.
2. Tata Kelola dan Etika AI — OJK sedang menyiapkan kebijakan governance AI di sektor keuangan agar inovasi digital berjalan aman, adil, dan melindungi nasabah.
3. AI Dorong Inovasi dan Riset — Forum IRF 2025 menegaskan peran AI dalam riset kebijakan publik, Green Finance, dan transformasi ekonomi digital menuju Indonesia Emas 2045.
Di tengah percepatan teknologi global, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa kecerdasan buatan (AI) akan menjadi pilar utama penguatan ketahanan sistem keuangan nasional. Bukan sekadar alat bantu, AI kini dianggap sebagai fondasi baru dalam strategi pengawasan, mitigasi risiko, dan perumusan kebijakan keuangan masa depan Indonesia.
“Yang paling penting adalah kita tidak hanya memandang perubahan ini dari sisi ancaman, tetapi juga peluang besar yang bisa dimanfaatkan dengan kemampuan bangsa sendiri,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, saat membuka The 3rd OJK International Research Forum (IRF) 2025 di Yogyakarta, Senin (6/10).
Mahendra menegaskan, konsep digital resilience kini menjadi kata kunci dalam menghadapi gelombang transformasi berbasis AI. OJK, menurutnya, tidak bisa hanya berperan sebagai pengawas konvensional, tetapi harus berubah menjadi lembaga yang tangkas, berbasis data, dan mampu memprediksi risiko lebih awal.
Salah satu langkah konkret adalah pengembangan OSIDA (OJK SupTech Integrated Data Analytics) — sistem pengawasan berbasis machine learning dan analitik data besar yang memungkinkan OJK mendeteksi anomali transaksi, menganalisis tren risiko industri, hingga memantau stabilitas keuangan secara real time.
“Penerapan kecerdasan buatan telah kami lakukan melalui OSIDA. Ini adalah platform analitik terpadu untuk memperkuat fungsi pengawasan berbasis data,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara.
OSIDA menandai pergeseran paradigma pengawasan dari reaktif menjadi proaktif dan prediktif, di mana kebijakan tidak lagi hanya merespons gejolak, tetapi mengantisipasi risiko sebelum membesar. Inilah wujud nyata AI sebagai alat pertahanan digital negara di sektor keuangan.
Namun, di balik potensi besar AI, OJK juga mengakui munculnya risiko baru — mulai dari penyalahgunaan data, serangan siber, hingga bias algoritma yang bisa memengaruhi keputusan kredit dan investasi. Karena itu, OJK kini tengah menyusun kebijakan tata kelola AI di sektor perbankan dan keuangan.
“Teknologi AI harus diatur dengan prinsip etika dan tata kelola yang kuat agar tidak menciptakan risiko baru bagi stabilitas finansial dan perlindungan konsumen,” jelas Mirza.
Kebijakan ini akan menjadi panduan bagi industri untuk memastikan bahwa penerapan AI tetap berpihak pada kepentingan publik dan tidak menimbulkan kesenjangan akses.
AI dan Masa Depan Tenaga Kerja Finansial
Perubahan struktural akibat AI juga akan mengubah peta tenaga kerja global. Menurut laporan World Economic Forum, permintaan terhadap profesi di bidang Big Data, FinTech engineering, serta AI dan Machine Learning specialist akan meningkat hingga 80 persen dalam lima tahun ke depan.
Mirza menilai, hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menciptakan talenta keuangan digital yang tangguh. “Kuncinya adalah reskilling dan upskilling tenaga kerja agar transisi menuju ekonomi digital berjalan adil dan inklusif,” ujarnya.
IRF 2025 menjadi wadah riset kolaboratif yang menyoroti bagaimana AI dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk efisiensi industri, tetapi juga keberlanjutan ekonomi nasional.
Dalam forum ini, ratusan peneliti, akademisi, dan praktisi keuangan membahas bagaimana AI bisa memperkuat financial resilience dan mempercepat inklusi keuangan di Indonesia.
Kepala Eksekutif OJK, Agusman, menutup forum dengan pesan bahwa kebijakan yang tangguh hanya lahir dari riset yang berbasis bukti. “Riset adalah dasar untuk membuat kebijakan. Dengan pemanfaatan teknologi seperti AI, kita yakin Indonesia Emas 2045 dapat dicapai dengan lebih kokoh,” ujarnya.
Tiga karya terbaik Karisma 2025 Scientific Paper Competition juga memperlihatkan bagaimana AI sudah menjadi elemen utama dalam riset ekonomi masa depan.
Salah satu karya berjudul “From Space to Policy: Leveraging Remote Sensing and Generative AI to Unlock Village-Level Insights for Green Finance and Carbon Market Integration in Indonesia” menunjukkan bagaimana AI generatif dapat digunakan untuk mendukung pembiayaan hijau dan pasar karbon di tingkat desa.
Karya ini menjadi bukti bahwa AI tidak hanya menjadi alat teknologi, tetapi juga sarana kebijakan untuk membangun ekonomi yang lebih hijau, inklusif, dan berbasis data.
Melalui IRF 2025, OJK menegaskan bahwa AI bukan ancaman, melainkan instrumen kedaulatan finansial. Dengan kemampuan prediksi yang tinggi dan efisiensi analitik yang luar biasa, AI akan membantu Indonesia menjaga stabilitas keuangan di tengah gejolak global.
Namun, seperti diingatkan Mahendra, teknologi hanyalah alat — keberhasilannya tergantung pada kebijakan, etika, dan visi nasional. “Kita harus memastikan bahwa kemajuan teknologi berpihak pada manusia, bukan sebaliknya,” ujarnya.
Dengan fondasi AI yang kuat, riset yang berkelanjutan, dan kebijakan yang adaptif, Indonesia menapaki arah baru dalam memperkuat sistem keuangan yang lebih tangguh, cerdas, dan berdaya saing global.
OJK kini bukan hanya regulator, tetapi juga arsitek ekosistem AI finansial nasional — mengawal era baru ekonomi berbasis kecerdasan buatan.
Digionary:
● AI (Artificial Intelligence) : kecerdasan buatan — sistem komputer yang bisa melakukan tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia.
● Blockchain : teknologi buku besar terdesentralisasi yang merekam transaksi secara transparan dan permanen.
● Digital Resilience : kemampuan sistem atau institusi keuangan bertahan dan beradaptasi menghadapi gangguan digital.
● OSIDA : OJK SupTech Integrated Data Analytics — platform analitik terpadu internal OJK berbasis AI.
● Reskilling / Upskilling : proses peningkatan keterampilan baru atau memperdalam kompetensi agar relevan dalam era digital.
● SupTech : singkatan dari supervisory technology — teknologi untuk mendukung fungsi pengawasan regulator.
● IRF : International Research Forum — forum riset internasional yang menyatukan riset dan kebijakan.
● Karisma 2025 : kompetisi karya tulis ilmiah yang diselenggarakan dalam rangka IRF OJK.
● IJFS : International Journal of Financial Systems — jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh OJK.
● Riset Kebijakan : penelitian yang dibuat untuk mendasari atau memandu kebijakan pemerintah/regulator.
#OJK #KeuanganDigital #AI #Blockchain #RegulasiFinansial #DigitalResilience #TalentaDigital #Reskilling #Upskilling #ForumRiset #KebijakanFinansial #OSIDA #SupTech #InovasiKeuangan #TransformasiDigital #EkonomiDigital #KetahananKeuangan #DisrupsiTeknologi #FinTech #StabilitasKeuangan
