OJK Longgarkan Aturan Modal LKM, Beri Ruang Bernapas di Tengah Tekanan Ekonomi

- 6 Desember 2025 - 15:53

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kelonggaran waktu bagi ribuan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk memenuhi aturan permodalan yang ketat, melalui revisi Peraturan OJK (POJK) Nomor 25 Tahun 2025. Kebijakan ini merupakan respons atas tekanan ekonomi yang menggerus kemampuan LKM, dengan tujuan menjaga stabilitas sektor keuangan mikro yang menjadi tulang punggung pendanaan usaha ultra-kecil di pelosok negeri.


Fokus Utama:

■ Melindungi Intermediasi di Masa Sulit: Kebijakan ini bertujuan mencegah kontraksi penyaluran kredit ke usaha mikro akibat tekanan ekonomi, dengan menjaga fungsi vital LKM sebagai penyangga ekonomi desa.
■ Pendekatan Realistis untuk Penguatan Bertahap: OJK menawarkan jalan tengah, memberi waktu lebih panjang bagi LKM yang kesulitan memenuhi rasio modal karena akses pendanaan dan kapasitas pemegang saham yang terbatas.
■ Prinsip Pengawasan yang Proporsional dan Adaptif: Revisi aturan menegaskan komitmen OJK pada pengawasan yang responsif terhadap dinamika industri, tanpa mengorbankan prinsip tata kelola dan perlindungan konsumen.


Di tengah bayang-bayang perlambatan ekonomi global yang mulai terasa hingga ke level usaha terdasar, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah moderat. Regulator resmi merevisi ketentuan tenggat waktu pemenuhan standar kesehatan modal bagi Lembaga Keuangan Mikro (LKM), lewat Peraturan OJK (POJK) Nomor 25 Tahun 2025. Kebijakan ini bukan bentuk pelemahan pengawasan, melainkan pendekatan yang lebih realistis untuk melindungi institusi keuangan yang menjadi nadi perekonomian di daerah-daerah yang kerap luput dari jangkauan bank umum.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Ismail Riyadi, menegaskan langkah ini diambil setelah menimbang dinamika yang terjadi di lapangan. “Melalui POJK 25 Tahun 2025, OJK memberikan tambahan masa peralihan bagi LKM dalam penerapan parameter rasio ekuitas terhadap modal disetor, yang sebelumnya telah berlaku sejak POJK 49 Tahun 2024 diundangkan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (4/12).

“Penyesuaian itu dilakukan agar LKM memiliki ruang memadai untuk memperkuat struktur permodalannya tanpa mengganggu keberlangsungan operasional, serta fungsi intermediasi bagi masyarakat,” imbuh Ismail.

Revisi ini berangkat dari keprihatinan yang mendalam.POJK 49/2024 sebelumnya menetapkan tiga parameter kuantitatif untuk menentukan status pengawasan LKM, Perusahaan Modal Ventura, dan lembaga jasa keuangan lain: Peringkat Kesehatan, Rasio Pembiayaan Bermasalah (NPL), dan Rasio Ekuitas terhadap Modal Disetor. Dua parameter pertama mendapat masa transisi tiga tahun. Namun, aturan rasio ekuitas terhadap modal disetor harus dipenuhi segera.

Dalam perkembangannya, kondisi makroekonomi berbalik arah. “Perkembangan kondisi ekonomi menunjukkan bahwa perlambatan pertumbuhan telah berdampak pada kemampuan bayar debitur dan turut memengaruhi rasio ekuitas terhadap modal disetor di berbagai LKM,” papar Ismail. Data OJK per kuartal III-2025 menunjukkan pertumbuhan kredit/pembiayaan UMKM mulai melambat, sementara tekanan pada kualitas aset meningkat, terutama di sektor-sektor komoditas yang fluktuatif.

Selain itu, memperbaiki struktur permodalan bukan perkara mudah bagi LKM. “Penyelesaian permasalahan permodalan memerlukan waktu yang lebih panjang mengingat terbatasnya akses pendanaan, sumber permodalan, serta kapasitas finansial pemegang saham LKM,” jelasnya. Mayoritas LKM beroperasi secara lokal dengan sumber daya terbatas, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk mengakumulasi modal dibandingkan lembaga keuangan besar.

Paksaan untuk memenuhi rasio modal dalam waktu singkat berisiko memicu efek domino.LKM yang terjepit mungkin akan mengetatkan penyaluran kredit secara drastis. Padahal, menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2024, LKM masih menjadi pilar utama akses keuangan pertama bagi 15-20% pelaku usaha mikro di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Kontraksi penyaluran kredit di level ini bisa mematikan usaha mikro yang menjadi penyangga ketahanan ekonomi desa.

“Dengan mempertimbangkan dinamika industri dan kondisi perekonomian terkini, perlu dilakukan perubahan atas POJK 49 Tahun 2024 untuk memberikan masa penyesuaian tambahan dalam penerapan parameter rasio ekuitas terhadap modal disetor,” tegas Ismail. “Penyesuaian itu bertujuan memastikan proses penguatan kelembagaan LKM dapat berlangsung secara bertahap dan terukur.”

OJK menegaskan bahwa kelonggaran waktu bukan berarti pembiaran.Komitmen untuk menerapkan pengawasan yang proporsional, responsif, dan adaptif tetap dipegang teguh. “OJK berkomitmen untuk menerapkan pengawasan yang proporsional, responsif, dan adaptif terhadap dinamika industri, serta memastikan bahwa LKM tetap mampu menjalankan fungsi pelayanan keuangan dengan tata kelola yang baik dan perlindungan konsumen yang memadai,” tutup Ismail.

Analis melihat langkah ini sebagai koreksi kursus yang tepat. “Ini adalah bentuk proportional regulation. Memukul LKM dengan aturan yang sama kerasnya seperti bank besar justru akan membunuh fungsi sosial-ekonominya. OJK memberikan ruang bagi LKM untuk bernapas dan berbenah tanpa mengorbankan stabilitas sistem secara keseluruhan,” ujar Doni Boestami, pengamat keuangan mikro dari Center for Microfinance Studies.

Dengan kebijakan yang lebih kontekstual ini, OJK berharap LKM dapat melewati masa sulit dengan lebih baik, tetap menjaga fungsi intermediasinya, dan pada akhirnya tumbuh menjadi lembaga yang lebih sehat dan berkelanjutan.


Digionary:

● Intermediasi: Fungsi lembaga keuangan sebagai perantara antara pihak yang memiliki dana (penabung/investor) dan pihak yang membutuhkan dana (debitur/pengusaha).
● Lembaga Keuangan Mikro (LKM): Lembaga keuangan yang khusus memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam jumlah kecil untuk usaha produktif kepada anggota dan masyarakat.
●Parameter Kuantitatif: Tolok ukur berbasis angka atau rasio yang digunakan untuk menilai kondisi atau kinerja suatu lembaga, seperti rasio kecukupan modal atau NPL.
●POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan): Peraturan hukum yang diterbitkan oleh OJK sebagai dasar pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan.
●Rasio Ekuitas terhadap Modal Disetor: Rasio yang mengukur besarnya ekuitas (modal sendiri) yang dimiliki lembaga terhadap modal yang telah disetorkan pemegang saham. Indikator ini menggambarkan kekuatan permodalan internal.
●Rasio Piutang/Pembiayaan Bermasalah (NPL/Non-Performing Loan): Persentase kredit/pembiayaan yang tergolong macet atau diragukan penagihannya terhadap total kredit/pembiayaan yang disalurkan.
●Proportional Regulation: Pendekatan pengawasan yang menyesuaikan intensitas dan kompleksitas aturan dengan skala usaha, profil risiko, dan kompleksitas usaha suatu lembaga keuangan.

20 Hashtag: #OJK #LKM #KeuanganMikro #InklusiKeuangan #RegulasiOJK #POJK25 #UMKM #EkonomiIndonesia #PembiayaanMikro #StabilitasSistemKeuangan #PengawasanProposional #EkonomiDesa #AksesKeuangan #PerlambatanEkonomi #Modal #RasioEkuitas #Intermediasi #LembagaPembiayaan #UsahaMikro #KebijakanPruden

Comments are closed.