Kemenkop UKM Godok Aturan Baru, Beri Perlindungan untuk 30 Juta Pelaku UMKM Digital

- 24 Oktober 2025 - 10:26

Pemerintah melalui Kementerian UMKM sedang menyusun regulasi khusus untuk melindungi dan meningkatkan daya saing pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di ekosistem digital, termasuk pengemudi ojek online (ojol) dan pedagang e-commerce. Aturan yang masih digodok bersama Kementerian Koordinator Perekonomian ini akan memuat prinsip keadilan bagi pelaku usaha, platform digital, dan mitra kerja, serta membuka akses pembiayaan melalui sistem penilaian kredit inovatif (Innovative Credit Scoring).


Fokus Utama:

1. Perlindungan Hukum dan Keadilan: Penyusunan aturan yang jelas untuk menciptakan level playing field antara UMKM, pemilik platform digital, dan mitra kerja seperti ojol.
2. Akses Pembiayaan Inovatif: Pemanfaatan Innovative Credit Scoring (ICS) yang dinilai dari perilaku finansial pelaku usaha untuk mengakses kredit tanpa agunan.
3. Pemberdayaan melalui Klasifikasi: Usulan memasukkan ojol ke dalam kategori UMKM agar dapat menikmati fasilitas dan insentif perpajakan yang sama, termasuk potensi tarif 0%.


Gelombang ekonomi digital telah mengubah wajah Indonesia, melahirkan puluhan juta pelaku usaha baru dari kalangan ‘wong cilik’. Namun, di balik gemerlap transaksi online, tersembunyi persoalan klasik: ketiadaan payung hukum yang jelas yang melindungi mereka dari ketimpangan relasi dengan raksasa platform. Menjawab kegelisahan itu, pemerintah kini menggodok aturan khusus yang ditujukan untuk melindungi dan memberdayakan para pejuang ekonomi di lini masa digital ini.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Maman Abdurrahman, secara resmi mengumumkan inisiatif tersebut. “Sekarang ini kita lagi bikin poin-poin aturan tentang perlindungan dan peningkatan daya saing UMKM berbasis digital. Ini sudah kita bicarakan dengan Kementerian Perekonomian, dan mereka juga sedang menindaklanjuti,” ujar Maman dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (22/10).

Kebijakan ini bukan sekadar wacana, melainkan bagian dari strategi besar pemerintah untuk menata ekosistem ekonomi digital yang lebih berkeadilan. Maman menegaskan, prinsip utama yang diusung adalah menciptakan keseimbangan yang fair antara tiga pilar utama: pelaku usaha kecil, pemilik aplikasi, dan mitra kerja seperti pengemudi ojek online (ojol).

“Pertanyaannya, bagaimana aturan mekanisme perangkat undang-undang yang melindungi aktivitas mereka? Melindungi keberpihakan kepada merchant-merchant atau UMKM yang bergerak di platform e-commerce ataupun di pasar digital ini?” tuturnya, menggambarkan urgensi dari regulasi ini.

Data yang dihimpun kementeriannya menggambarkan betapa masifnya populasi yang akan terdampak aturan ini. Di sektor transportasi online, terdapat setidaknya 2,55 juta mitra pengemudi aktif dari berbagai platform seperti Grab, Gojek, inDrive, dan Maxim. Sementara di gelanggang e-commerce, tidak kurang dari 27,1 juta merchant aktif berjualan di Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, Lazada, dan Blibli. Angka-angka ini membentuk tulang punggung baru ekonomi Indonesia, namun selama ini beroperasi dalam ruang hukum yang seringkali abu-abu.

Salah satu terobosan konkret yang sedang disiapkan adalah integrasi sistem Innovative Credit Scoring (ICS). Skema yang dikembangkan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini akan menjadi pintu masuk bagi UMKM digital dan ojol untuk mengakses pembiayaan tanpa agunan. Kelayakan kredit tidak lagi hanya dinilai dari jaminan fisik, melainkan dari rekam jejak perilaku finansial digital mereka.

“Misalnya ada UMKM A yang disiplin membayar rekening bank, listrik, air, atau cicilan. Secara behavior orang ini bagus. Melalui sistem ICS, mereka bisa mengakses pembiayaan tanpa agunan. Ini juga tidak menutup kemungkinan teman-teman ojol bisa menggunakan kebijakan ini,” papar Maman.

Langkah strategis lainnya adalah usulan untuk memasukkan profesi pengemudi ojol ke dalam klasifikasi resmi Usaha Mikro. Jika disetujui, implikasinya signifikan: para pengemudi berhak atas berbagai fasilitas dan insentif, termasuk pembebasan dari kewajiban pajak.

“Kalau dia di-treatment dan dimasukkan dalam kriteria UMK, usaha mikro, mereka sama sekali tidak dibebankan pajak. Ya 0% lah,” tegas Maman.

Rancangan aturan ini masih dalam tahap finalisasi bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Sekretariat Negara. Pemerintah masih mempertimbangkan bentuk hukum yang paling tepat, apakah akan dikeluarkan sebagai Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres). Langkah ini dinilai tepat waktu, mengingat laporan Google, Temasek, and Bain & Company dalam “e-Conomy SEA 2024” memprediksi nilai ekonomi digital Indonesia akan melampaui US$ 300 miliar pada 2030, dengan UMKM sebagai aktor utama. Regulasi yang kuat dibutuhkan agar pertumbuhan itu inklusif dan berkeadilan.


Digionary:

● E-commerce: Perdagangan barang dan jasa melalui platform digital atau internet.
●Innovative Credit Scoring (ICS): Sistem penilaian kelayakan kredit alternatif yang menggunakan data perilaku dan transaksi digital, tanpa memerlukan agunan fisik.
●Merchant: Pedagang atau penjual yang beroperasi di dalam sebuah platform e-commerce.
●Ojol: Singkatan dari Ojek Online, layanan transportasi bermotor yang dipesan melalui aplikasi.
●Platform Digital: Perusahaan yang menyediakan layanan berbasis aplikasi atau website untuk mempertemukan penyedia jasa dan pengguna, seperti Gojek, Grab, atau Tokopedia.
●UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah): Kategori usaha produktif yang dimiliki perorangan atau badan usaha yang telah memenuhi kriteria sebagai usaha mikro, kecil, atau menengah sesuai undang-undang.

#UMKMDigital #EkonomiDigital #MenteriMaman #Ojol #Ecommerce #PerlindunganUMKM #KemenkopUKM #Fintech #DigitalisasiUMKM #Gojek #Grab #Tokopedia #TikTokShop #Shopee #AksesPembiayaan #PajakUMKM #EkonomiIndonesia #RegulasiDigital #UKM #Startup

Comments are closed.