Koreksi Emas Tertajam dalam Lima Tahun Picu Rotasi Modal ke Bitcoin

- 22 Oktober 2025 - 21:12

Lonjakan harga emas yang spektakuler berakhir dengan koreksi tajam terbesar dalam lima tahun, memicu gelombang spekulasi di pasar keuangan global. Dalam gejolak ini, perhatian beralih ke Bitcoin yang menunjukkan volatilitas tinggi, mencerminkan ketegangan investor antara mencari perlindungan di aset safe-haven dan memburu imbal hasil di instrumen berisiko tinggi. Semua mata kini tertuju pada pertemuan The Fed pekan depan, yang diharapkan bisa memberikan kejelasan arah bagi kedua aset ini di tengah ketidakpastian likuiditas dolar dan gejolak geopolitik.


Fokus Utama:

1. Koreksi Historis Emas: Harga emas mengalami penurunan harian terbesar (>5.3%) sejak 2020, menghentikan momentum rekor sebelumnya dan memicu aksi ambil untung massal.
2. Dinamika Pasar Kripto yang Volatile: Bitcoin merespons dengan kenaikan cepat, namun gagal mempertahankannya, menggambarkan perebutan narasi antara “risk-on” dan ketidakpastian likuiditas global.
3. Titik Balik Kebijakan The Fed: Pertemuan FOMC pekan depan menjadi penentu sentimen pasar, di mana sinyal “dovish” (pelonggaran moneter) berpotensi menjadi katalis bagi aset berisiko, namun proyeksi inflasi dapat membatasi optimisme tersebut.


Emas catat penurunan harian terbesar dalam 5 tahun, tersungkur dari rekor tertinggi. Apakah ini sinyal rotasi modal menuju Bitcoin? Analisis mendalam dari pakar dan proyeksi harga menyusul kebijakan The Fed yang dinantikan pasar. Baca selengkapnya.


Pasar keuangan global dikejutkan oleh sebuah koreksi historis. Setelah melesat bak roket ke rekor tertinggi baru, harga emas tiba-tiba ambruk. Logam mulia yang diagung-agungkan sebagai safe haven itu tercatat anjlok lebih dari 5,3% dalam sehari ke level US$4.125 pada Selasa (21/10), mencatatkan penurunan harian terburuk dalam lima tahun terakhir. Kejatuhan ini bagaikan tamparan keras bagi investor, terutama setelah emas menyentuh puncak fantastis di US$4.260 hanya sehari sebelumnya.

Di panggung yang sama, sebuah pertunjukan lain sedang berlangsung. Bitcoin, aset digital yang kerap dipandang sebagai “emas digital”, justru menguat signifikan dari level US$107.000 ke US$113.000—naik lebih dari 5,6% dalam waktu kurang dari 24 jam. Namun, euforia itu tak bertahan lama. Sang raja kripto pun kembali tersungkur dan diperdagangkan di sekitar US$108.000, mengisyaratkan betapa rapuhnya fondasi optimisme di pasar yang masih diliputi ketidakpastian.

Lantas, apa yang sesungguhnya terjadi? Apakah ini pertanda awal pergeseran kekuatan, di mana modal mulai berotasi dari emas yang lelah menuju Bitcoin yang lebih agresif?

Fahmi Almuttaqin, Analyst Reku, melihat fenomena ini sebagai bagian dari spekulasi pasar menyambut pertemuan The Fed pekan depan (29/10). “Data dari CME FedWatch Tool menunjukkan probabilitas pemangkasan suku bunga bulan ini mencapai hampir 99%, mengonfirmasi sikap dovish The Fed terhadap kondisi ekonomi global. Ini membuat kondisi likuiditas ketat yang ada di pasar investasi saat ini dapat segera membaik dan memberikan katalis positif bagi instrumen berisiko (risk-on), sehingga narasi rotasi kapital dari emas ke Bitcoin sempat menarik banyak perhatian para trader dan investor kripto,” ujar Fahmi.

Analisisnya masuk akal. Setelah kenaikan beruntun, emas memang rentak profit-taking. Pelonggaran moneter dari The Fed berpotensi mendorong para investor untuk melepas sebagian holding-nya dan beralih ke instrumen inflation hedge yang lebih berisiko namun menawarkan potensi imbal hasil lebih tinggi, seperti Bitcoin, seiring dengan membanjirnya likuiditas baru.

Sebuah laporan dari Bitwise pada Senin (20/10) memberikan gambaran yang lebih gamblang. Menurut mereka, rotasi modal sebesar 2% saja dari total kapitalisasi pasar emas senilai US$17 triliun, dapat mendorong harga Bitcoin melambung hingga menembus US$161.000. Angka yang fantastis, sekaligus menunjukkan betapa sensitifnya harga kripto terhadap aliran dana yang relatif kecil.

Namun, Fahmi juga mengingatkan untuk tidak terburu-buru euphoria. Kondisi likuiditas global sesungguhnya masih ketat. “Saat ini, neraca keuangan The Fed (Fed balance sheet) menunjukkan belum adanya ekspansi signifikan, artinya likuiditas dolar di pasar masih ketat. Selain itu, data Treasury General Account (TGA) menunjukkan pemerintah AS masih melakukan penarikan likuiditas dari sistem perbankan ke kas negara, mempertegas kondisi pasar uang yang belum longgar.”

Faktor-faktor fundamental inilah, ditambah dengan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap gejolak politik dan ekonomi global, yang dapat memicu volatilitas pasar lebih lanjut. “Dalam situasi saat ini di mana potensi pergeseran naratif bullish/bearish cukup terbuka dan ketidakpastian kembali meningkat terkait situasi ekonomi dan kebijakan perdagangan global, pengelolaan portofolio investasi secara lebih aktif dengan diversifikasi yang baik bagi investor atau trader profesional dapat berpotensi memberikan performa yang lebih optimal,” tambah Fahmi.

Bagi investor ritel atau pemula, dalam kondisi pasar yang tidak menentu ini, strategi yang lebih konservatif bisa menjadi pilihan. “Sedangkan bagi investor pemula, strategi akumulasi bertahap seperti dollar cost averaging (DCA), menarik untuk dipertimbangkan guna mendapatkan harga rata-rata di setiap kenaikan dan penurunan harga yang terjadi,” imbuhnya.

Strategi DCA ini, menurut Fahmi, kini bisa dioptimalkan dengan berbagai fitur platform modern. “Investor dapat berinvestasi Bitcoin, Ethereum, dan crypto blue chip lainnya dalam sekali swipe melalui fitur Packs di Reku. Terlebih, Reku Packs juga dilengkapi dengan sistem Rebalancing akan membantu investor menyesuaikan alokasi investasinya sesuai dengan kondisi pasar secara otomatis.”

Pertaruhan sesungguhnya kini ada di tangan The Fed. Keputusan dan proyeksi ekonomi yang akan dipaparkan setelah pertemuan FOMC pekan depan bukan sekadar rutinitas, melainkan penentu arah angin bagi emas, Bitcoin, dan seluruh pasar aset. Apakah sang central bank akan membuka keran likuiditas yang selama ini dinantikan, atau justru mempertahankan kewaspadaan? Jawabannya akan menulis babak berikutnya dari drama pasar keuangan global ini.


Digionary:

· Bitcoin: Aset kripto terdesentralisasi pertama dan terbesar di dunia, sering dijuluki “emas digital”.
· Bullish: Sentimen pasar yang optimis, meyakini harga aset akan terus naik.
· Dollar Cost Averaging (DCA): Strategi investasi dengan membeli aset dalam interval dan jumlah tetap secara berkala, untuk meminimalkan dampak volatilitas.
· Dovish: Sikap bank sentral yang cenderung mendukung kebijakan moneter longgar, seperti pemotongan suku bunga.
· FOMC (Federal Open Market Committee): Komite di The Fed yang menetapkan kebijakan moneter AS, termasuk suku bunga.
· Inflation Hedge: Aset yang diyakini dapat mempertahankan atau meningkatkan nilainya seiring waktu dibandingkan dengan inflasi.
· Likuiditas: Kemudahan suatu aset untuk diubah menjadi uang tunai tanpa mempengaruhi harganya secara signifikan.
· Rebalancing: Proses menyesuaikan kembali komposisi portofolio investasi ke alokasi aset yang ditargetkan.
· Risk-On: Sentimen pasar di mana investor lebih bersedia mengambil risiko dengan berinvestasi pada aset-aset berimbal hasil tinggi.
· Safe Haven: Aset yang dianggap aman dan stabil selama periode gejolak pasar atau ekonomi.
· The Fed (Federal Reserve): Bank sentral Amerika Serikat.
· Volatilitas: Tingkat fluktuasi harga suatu aset dalam periode waktu tertentu.

#Emas #Bitcoin #Kripto #PasarModal #Investasi #TheFed #FOMC #SukuBunga #EkonomiGlobal #Likuiditas #Reksadana #Trading #SafeHaven #RiskOn #Volatilitas #DollarCostAveraging #Reku #MarketUpdate #Fintech #GejolakPasar

Comments are closed.