McKinsey Sindir Industri AI: Harga Melonjak, Manfaat Masih Nol

- 11 Oktober 2025 - 12:17

Laporan terbaru McKinsey menyoroti paradoks ekonomi AI, dimana perusahaan teknologi berlomba menempelkan fitur AI ke produk mereka demi monetisasi, namun mayoritas pelanggan belum merasakan manfaat nyata, sementara biaya langganan SaaS justru melonjak hingga 60%–80%. Industri software kini dihadapkan pada dilema: bagaimana menjual AI yang secara produktivitas belum terbukti, namun membutuhkan investasi besar untuk dipasarkan seolah menjadi masa depan.


Fokus Utama:

1. Monetisasi AI dipertanyakan karena mayoritas vendor SaaS menaikkan harga tanpa bukti ROI yang jelas.
2. McKinsey menyoroti biaya adopsi tersembunyi, mulai dari change management hingga skema harga AI yang tidak transparan.
3. Tren pasar menunjukkan pelanggan mulai menuntut bukti ekonomis, bukan sekadar narasi futuristik teknologi.


McKinsey memperingatkan risiko bubble dalam monetisasi AI. Banyak vendor SaaS menaikkan harga hingga 80% tanpa memberikan manfaat produktivitas yang terbukti. Pelanggan mulai menuntut bukti nyata, bukan sekadar hype AI.


Demam AI memicu perubahan besar dalam model bisnis perusahaan perangkat lunak global. Hampir semua vendor SaaS kini berlomba menambahkan fitur berbasis kecerdasan buatan, bukan hanya untuk inovasi, tetapi demi menciptakan alasan baru menaikkan harga layanan. Namun, McKinsey & Company memperingatkan bahwa strategi ini berpotensi menjadi bumerang.

Dalam laporan bertajuk “Upgrading Software Business Models to Thrive in the AI Era”, McKinsey menyoroti tiga jebakan utama monetisasi AI. Yang paling krusial adalah fakta bahwa hanya 30% perusahaan teknologi yang mampu menunjukkan return on investment (ROI) dari implementasi AI kepada klien mereka. Artinya, mayoritas hanya menjual janji, bukan bukti.

Situasi ini semakin kontras ketika biaya infrastruktur AI untuk layanan komersial masih sangat tinggi. “Semua copilot ini seharusnya membuat pekerjaan lebih efisien dengan jumlah orang yang lebih sedikit, tetapi para pemimpin bisnis juga mengatakan bahwa mereka belum bisa mengurangi jumlah karyawan saat ini,” keluh seorang eksekutif HR dari perusahaan Fortune 100 yang dikutip dalam laporan tersebut.

McKinsey mencatat, jika seluruh alur kerja layanan pelanggan ditambahi kemampuan AI, biaya langganan perangkat lunak bisa melonjak 60%–80%. Namun, perusahaan pengguna tetap tidak bisa mengurangi tenaga kerja karena otomatisasi belum sepenuhnya menggantikan fungsi manusia.

Masalah berikutnya adalah rendahnya kesiapan internal perusahaan dalam mengadopsi teknologi baru. Untuk setiap US$1 yang dibelanjakan pada pengembangan model AI, perusahaan harus menyiapkan hingga US$3 untuk change management a.l. untuk pelatihan, adaptasi budaya kerja, dan evaluasi berkelanjutan. Ini adalah biaya tersembunyi yang jarang dibicarakan dalam promosi teknologi.

Tak berhenti di situ, McKinsey juga menyebut ketidakjelasan skema harga sebagai hambatan besar. Model berlangganan per pengguna yang selama ini menjadi standar industri SaaS mulai tidak relevan karena kompleksitas konsumsi AI berbasis token, query, atau kapasitas komputasi.

Sebagian vendor kini mencoba menerapkan model hybrid, menggabungkan langganan flat dengan batas kapasitas. Setelah kuota terlampaui, sistem akan menghitung biaya berdasarkan konsumsi, mirip sistem pulsa digital—sebuah pendekatan yang jika tidak transparan justru memicu ketidakpercayaan.

Sementara itu, biaya inferensi model AI generasi besar (LLM) memang menurun lebih dari 80% per tahun dalam dua tahun terakhir, menurut McKinsey. Namun penurunan biaya ini belum otomatis diterjemahkan menjadi harga akhir yang lebih rendah kepada pelanggan.

Riset MIT yang dirilis Agustus 2025 bahkan mencatat 95% organisasi belum melihat ROI signifikan dari implementasi AI generatif. Beberapa institusi pemerintahan di Inggris yang menguji Microsoft Copilot, misalnya, tidak menemukan peningkatan produktivitas yang berarti.

Di tengah euforia, pergeseran kekuasaan pengambilan keputusan dari departemen IT ke unit bisnis juga menciptakan dinamika baru. Pembeli kini tidak hanya melihat fitur, tetapi menuntut hasil konkret yang bisa diukur: dari pengurangan headcount, percepatan proses penjualan, hingga kualitas lead yang lebih baik.

Tekanan ini mengindikasikan satu hal: industri software tidak lagi bisa menjual AI sebagai gimmick teknologi. Mereka harus membuktikan nilai ekonominya secara nyata, atau risiko AI bubble seperti yang diperingatkan Goldman Sachs bisa menjadi kenyataan.


Digionary:

● Change Management – Proses manajemen adaptasi organisasi terhadap teknologi baru
● Copilot – Asisten kerja berbasis AI seperti Microsoft 365 Copilot
● Inferencing – Proses model AI menghasilkan output dari input pengguna
● LLM (Large Language Model) – Model bahasa berskala besar seperti GPT dan sejenisnya
● Monetisasi AI – Strategi menghasilkan pendapatan dari fitur AI dalam layanan
● ROI (Return on Investment) – Pengembalian keuntungan dari investasi teknologi
● SaaS (Software as a Service) – Model langganan perangkat lunak berbasis cloud
● Token Usage – Satuan pengukuran konsumsi AI generatif dalam sistem billing

#AI #McKinsey #SaaS #MonetisasiAI #EkonomiDigital #TeknologiBisnis #InvestasiTeknologi #Produktivitas #ChangeManagement #LLM #CloudSoftware #BisnisTeknologi #SoftwareEnterprise #InflasiTeknologi #DigitalTransformation #AIHype #MITResearch #MarketAnalysis #TechBusiness #AIROI

Comments are closed.