Utang pinjaman online (pinjol) di Indonesia kembali mencetak rekor, menembus Rp87,61 triliun per Agustus 2025. Meski tumbuh pesat lebih dari 21% dalam setahun, regulator mengingatkan potensi risiko gagal bayar yang mulai mengintai di tengah melambatnya daya beli dan ketidakpastian ekonomi digital.
Fokus Utama:
1. Ledakan Outstanding Utang Pinjol – Tembus Rp87,61 triliun, tumbuh 21,62% dalam setahun.
2. Risiko Gagal Bayar Mulai Mengintai – TWP90 di angka 2,60%, berpotensi naik bila ekonomi melemah.
3. Tekanan ke Keuangan Rumah Tangga – Kredit digital makin jadi penopang konsumsi jangka pendek di tengah stagnasi pendapatan.
Utang pinjol di Indonesia tembus Rp87,61 triliun per Agustus 2025, tumbuh 21% secara tahunan. OJK mewaspadai risiko gagal bayar di tengah lonjakan konsumsi berbasis kredit digital. Apa dampaknya bagi ekonomi masyarakat?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan total outstanding utang pinjol mencapai Rp87,61 triliun per Agustus 2025. Angka ini melonjak 21,62% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang masih berada di kisaran Rp35,62 triliun. Bahkan, bila dibandingkan bulan Juli 2025 yang sebesar Rp84,66 triliun, terjadi kenaikan signifikan dalam satu bulan.
“Pada industri pinjaman daring untuk pindahan, outstanding pembiayaan pada Agustus 2025 tumbuh 21,62% year on year, dengan nominal sebesar Rp87,61 triliun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) September 2025, Kamis (9/10).
OJK juga mencatat tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) atau indikator gagal bayar berada di level 2,60%. Angka ini masih dalam batas aman, namun analis memperingatkan bahwa tekanan ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat bisa memicu kenaikan rasio kredit macet dalam beberapa bulan ke depan.
Di sektor PVML secara umum, piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tumbuh 1,26% secara tahunan menjadi Rp505,59 triliun. Pertumbuhan ini ditopang oleh lonjakan pembiayaan modal kerja yang tumbuh 7,92%.
“Profil risiko perusahaan pembiayaan ini terjaga dengan rasio non-performing financing atau NPF net tercatat sebesar 2,51% dan NPF net 0,85%,” tambah Agusman.
Tren ledakan pinjol ini sejalan dengan laporan Bank Dunia yang menyebut bahwa lebih dari 32 juta warga Indonesia pernah mengakses kredit digital, mayoritas untuk menutup kebutuhan konsumtif jangka pendek. Kondisi ini menjadi alarm serius bagi stabilitas keuangan rumah tangga karena survei BPS menunjukkan tekanan inflasi dan stagnasi pendapatan membuat utang konsumtif semakin mendominasi.
Ilustrasi: Nikkei Asia
Digionary:
● Fintech – Teknologi finansial berbasis digital.
● NPF (Non-Performing Financing) – Rasio pembiayaan bermasalah.
● Outstanding – Total saldo utang yang masih berjalan.
● P2P Lending – Skema pinjaman digital antara pemberi dana dan penerima tanpa bank.
● PVML – Divisi OJK yang mengawasi lembaga keuangan non-bank.
● TWP90 – Ukuran kredit yang macet lebih dari 90 hari.
● Utang Konsumtif – Pinjaman digunakan untuk konsumsi, bukan produktif.
● Wanprestasi – Kondisi gagal bayar dalam kontrak pembiayaan.
#Pinjol #OJK #UtangDigital #EkonomiIndonesia #Fintech #P2PLending #KeuanganDigital #RisikoGagalBayar #EkonomiKonsumtif #DigitalFinance #HouseholdDebt #RegulasiKeuangan #BankDunia #StabilitasKeuangan #KreditOnline #DataEkonomi #PVML #TWP90 #KrisisUtang #DigitalEconomy
